Ini merupakan hari pertama aku tinggal di rumah yang cukup besar seorang diri, aku menyiapkan makanan seperti biasanya dan hampir lupa kalau hanya tinggal aku seorang yang tersisa hidup di dunia ini, mood makanku hilang begitu saja dan aku hanya meminum segelas susu coklat kesukaanku, aku langsung mengambil tas dan segera pergi mencari pekerjaan dan pinjaman ke bank, begitu lama aku berkeliling mencari pekerjaan dari satu tempat ke tempat lainnya, sayangnya ijazahku yang hanya lulusan SMA cukup sulit untuk mendapatkan pekerjaan di kota metropolitan seperti ini, aku mendapat banyak penolakan bahkan hinaan dari beberapa orang yang menyepelekan kemampuanku sebab aku belum memiliki pengalaman bekerja sebelumnya, walau mendapatkan banyak hinaan dan rintangan aku tidak menyerah, satu satunya cara saat ini hanyalah meminjam uang ke bank untuk menyelamatkan rumahku, namun jika aku meminjam ke bank usiaku yang masih sembilan belas tahun jelas tidak memiliki apapun yang bisa dijadikan tangguhan selain dari rumah itu sendiri, namun aku tidak bisa membuat rumahku diambil oleh paman dan bibiku, lama aku berpikir di pinggiran jalan sambil memegang map coklat berisi lamaran pekerjaan.
Sampai akhirnya tekadku sudah bulat dan aku pergi ke sebuah kantor penggadaian, awalnya memang aku pergi dan mengajukan pinjaman ke bank tapi sayangnya bank tidak bisa memberikan pinjaman sesuai besaran yang aku butuhkan, sehingga terpaksa aku pergi ke penggadaian dan menggadaikan rumahku sendiri, untunglah pihak penggadaian memberikan keringanan kepadaku dan mengijinkanmu untuk tetap tinggal di sana sampai batas tenggat waktu pelunasannya.
Setelah mendapatkan sejumlah uang yang diinginkan oleh paman dan bibiku aku langsung pergi menemui mereka ke kediamannya, aku masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu terlibih dahulu ku terebos masuk dan mengabaikan panggilan Serli yang meneriaki ku berkali kali, aku berteriak memanggil paman dan bibiku.
"Arisha.... Ar kamu mau kemana?" ucap Serli yang memanggil manggil namaku dari belakang,
"Paman, bibi keluar kalian, aku sudah membawa apa yang kalian inginkan" teriakku dengan penuh emosi dan menatap ke setiap penjuru ruangan.
Mereka berjalan menuruni tangga beberapa saat setelah aku memanggilnya, aku langsung melemparkan sejumlah uang di dalam amplop coklat yang tidak sedikit jumlahnya, mereka membuka matanya lebar dan segera memungut uang yang berserakan.
"Semuanya lunas, jangan pernah menggangguku lagi!" tambahku lalu hendak bergegas pergi,
"Baik kami juga tidak membutuhkan rumah jelekmu itu" ucap bibiku menghina satu satunya kenangan peninggalan kedua orangtuaku.
Kakiku yang hendak pergi tertahan seketika saat mendengar hinaan dari mereka, aku ingin berbalik dan langsung menampar wajah bibiku namun lagi lagi aku berusaha menahan semua emosi dan ku kepalkan tanganku dengan kuat, aku hanya menatap sekilas ke arah Serli yang hanya menunduk tanpa berkata kata, segera aku pergi dari tempat itu dan kembali ke rumahku, sesampainya di rumah aku bingung dari mana aku harus mencari uang sejumlah lima puluh juta rupiah dalam waktu satu tahun, aku terus memikirkan apakah keputusanku ini sudah tepat atau tidak, apapun takdir yang akan menghampiriku kedepannya aku akan terus menghadapi semuanya dengan kuat, sekalipun rumah ini harus disita oleh pihak penggadaian setidaknya rumah ini tidak dimiliki oleh paman dan bibi yang begitu jahat, hatiku terus mengganjal dan merasa gelisah tak karuan, aku tidak bisa tertidur dalam kondisi seperti ini, aku hanya bisa meluapkan amarahku dengan berteriak sekencang yang aku bisa.
"ARKHHHHHHHHHH..." teriakku sekencang mungkin di atas balkon rumahku,
Rumahku memang tidak terlalu besar namun memiliki dua lantai dan semuanya adalah hasil kerja keras dan usaha ayahku dari nol, meski ayah hanya seorang karyawan di salah satu perusahaan namun dia selalu mewujudkan apapun yang anak anaknya inginkan dan selalu memberikan yang terbaik bagi keluarganya, lagi lagi hembusan angin malam menerpa tubuhku dan aku masih terlarut dalam kesedihan ketika mengingat semua kenangan bahagia beberapa waktu silam bersama keluarga, kenakalan adikku yang selalu aku marahi dan mengadu pada ibu, aku merindukan suasana itu, berebut makanan ketika ayah pulang bekerja, menjahili adik dengan menyembunyikan barang kesayangannya, aku rindu kebisingan dalam rumah, aku rindu masakan ibu dan aku rindu elusan tangan ayah di kepalaku, mati matian aku menahan tangis sambil menggigit bibirku sekuat mungkin, aku tenggelamkan lagi dan lagi kepalaku diantara kedua kaki yang kutekuk rapat, hatiku kembali hancur walau aku sudah berusaha melupakan mereka dan membuka awal baru tapi bayang bayang mereka masih terlintas dalam benakku dan masih tergambar jelas di dalam mataku, nyatanya seberapa kuat aku berusaha ikhlas dan melewati semuanya aku tetap tidak bisa dan masih terpuruk, aku sadar butuh sedikit waktu lagi untuk bisa merelakan kepergian mereka. Ku seka air mata di pipi dan kembali bangkit mencoba menyemangati diri sendiri.
"Oke sudah cukup menangis untuk hari ini, semangat Arisha kamu harus kuat, semangat!!" ucapku memberikan semangat pada diri sendiri.
Untuk saat ini memang tidak ada siapapun yang bisa memberikan semangat juga kekuatan padaku selain dari diriku sendiri, karena itu aku harus menjaga diriku agar tetap sehat dan waras supaya aku tidak mengecewakan keluargaku di atas sana, masih banyak hal janggal yang harus aku selidiki aku tidak bisa jika hanya menghabiskan waktu dengan keterpurukan. Aku bergegas masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuh di ranjang siap untuk tertidur, baru saja hendak menutup mata suara bel dan ketukan pintu di luar membuatku terpaksa harus bangun dari ranjang dan pergi untuk melihatnya, betapa kesalnya aku saat ku buka pintu ternyata itu adalah Serli, aku langsung menutup pintu namun Serli berhasil menahannya sebelum aku sempat menutupnya dengan sempurna.
"Tunggu Arisha, aku mau mengatakan sesuai yang penting padamu" ucapnya sambil menahan pintuku dengan kuat,
"aku tidak perduli apapun yang kau mau katakan, aku membencimu!" jawabku penuh kebencian,
"meskipun itu menyangkut kedua orangtuamu?" balasnya yang membuatku langsung melepaskan tangan dari pegangan pintu.
"akan aku biarkan kau masuk, tapi jika kabar yang kau bawa tidak penting aku akan mengusirku dengan kasar!" jawabku memperingati.
Aku melakukan semua ini hanya karena tidak mau mendapatkan penipuan dan perlakuan buruk lainnya dari mereka, meski aku sadar dan melihat bahwa Serli sedikit berbeda dari paman dan bibi namun fakta bahwa dia adalah anak dari mereka membuatku sulit untuk mempercayainya, namun karena dia mengatakan membawa kabar mengenai kedua orangtuaku akupun bisa menerimanya sejenak untuk masuk ke dalam rumah, kami duduk di ruang tengah berjauhan dan aku terus memberikan sorotan mata yang tajam penuh kebencian dan amarah, aku juga tidak bisa berhenti menggenggam kuat kedua yg tanganku saat melihatnya.
"Cepat katakan apa yang kau tau mengenai kedua orangtuaku!" ucapku tak ingin berlama lama berbicara dengannya,
"sebelumnya aku ingin kamu tau bahwa aku tidak seperti yang kau pikirkan, aku juga baru kembali dari rumah nenekku enam bulan yang lalu, dan saat itu aku berniat menemuimu lebih dulu, ini untuk memberikan buah tangan untukmu namun saat itu aku lihat kau hendak pergi bersama keluargamu, jadi aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dan memberikan hadiah ini keesokannya" ucap Serli mulai bercerita,
"katakan intinya aku benci melihatmu terlalu lama berada di dekatku" ucapku memotong cerita Serli,
"kumohon tolong beri kesempatan bagiku, ini sangat penting!" ucapnya memohon,
"Baiklah karena kau pernah menjadi sahabatku aku akan memberikan kesempatan padamu" ucapku memberikan kesempatan padanya,
"Dan saat aku hendak pulang aku tak sengaja memergoki ayah dan ibuku tengah mengotak ngatik mobil milikmu, aku pikir mereka hanya mengecek kendaraan saja, karena saat aku menghampiri dan bertanya pada mereka, mereka hanya mengatakan sedang memeriksa kendaraan yang mau keluargamu gunakan ke acara tahunan itu, aku benar benar bodoh karena percaya begitu saja pada mereka, sampai akhirnya kamu dan keluargamu menggunakan mobil itu tanpa mengeceknya lagi, dan kecelakaan itu terjadi, aku orang pertama dan satu satunya yang datang ke kantor polisi menanyakan sebab dari kecelakaanmu dan polisi mengatakan bahwa rem mobil milikmu seperti dipotong oleh benda tajam dan itulah sebab utama kecelakaan terjadi" sambung Serli dan dia kembali berhenti ditengah tengah ceritanya.
Mataku sudah mulai berkaca kaca saat mendengar cerita dari Serli aku juga mulai mempercayai ucapannya dan aku sadar Serli benar benar tak ada sangkut pautnya dengan paman dan bibi, aku tau dia berbeda sejak awal namun karena tidak ada alasan untukku tetap mempercayainya aku sulit untuk tidak membenci dirinya atas perlakuan kedua orangtuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments