Duduk tertunduk lesu saat aku lihat gundukan tanah dengan bunga diatasnya yang bertebaran, berjajar 3 kuburan dengan batu nisan bertuliskan nama ayah, ibu juga adik kecilku nama mereka tersemat kaku di atas batu nisan dan terdapat foto keluarga di bawahnya, aku tak sanggup lagi menahan deraian air mata, semua kenyataan pahit yang menimpa keluargaku begitu tiba tiba dan seperti tidak nyata, aku meraung memaksa pada dunia dan berharap semua ini hanyalah mimpi atau kebohongan belaka, namun sekuat apapun aku mencoba bukti nyata atas kepergian mereka sudah terpampang jelas dihadapan mata kepalaku sendiri aku tak bisa membohongi diri ini, meski sakit dan sesak di dada tak mampu ku tahan lagi.
Aku terus menyalahkan dunia dan takdir yang begitu kejam atas aku dan keluargaku, dalam keadaan kalut seperti ini aku tak mampu berpikir jernih dan hanya amarah membara yang menguasai jiwaku. Entah mengapa hatiku terus berkata banyak hal yang mengganjal atas kematian keluargaku yang secara bersamaan, dan mengapa mobil yang ku tumpangi bersama ayah dan ibu saat itu tiba tiba saja mengalami rem blong dan sulit dikendalikan oleh ayah, padahal sudah jelas sebelum kami pergi ayah sudah memeriksanya dengan benar dan aku sendiri yang melihatnya, aku merasa bahwa ada seseorang di balik kematian keluargaku, aku tidak bisa menerima bahwa keluargaku meninggal karena kecelakaan semata, karena aku yakin seandainya pohon itu tidak tumbang kami akan tetap kecelakaan karena rem mobil yang blong, sedangkan aku tau rem mobil sudah diperiksa dengan baik.
Sayangnya meski aku merasakan keanehan dan kecurigaan aku tetap tidak memiliki bukti atas dugaan kecurigaan tersebut, untuk saat ini aku hanya perlu kembali menjalani hidup demi kedua orangtuaku dan mulai membuka lembaran baru, setelah puas menangis di depan peristirahatan terakhir keluargaku, aku memutuskan untuk kembali pulang agar bisa beristirahat, untunglah saat itu ada Serli yang senantiasa menemaniku, baru saja aku sampai di rumah, mataku langsung disuguhkan dengan pandangan paman dan bibi yang tengah melemparkan sebuah koper dan tas milikku di depan teras begitu saja.
"Paman, bibi apa yang kalian lakukan kenapa melemparkan barang barangku seperti ini?" tanyaku penuh keheranan dan segera menghampiri mereka,
"Mulai saat ini kamu bukan pemilik rumah ini, dan kamu juga bukan keluarga saya lagi, sebaiknya kamu pergi dari sini secepatnya" ucap bibiku dengan nada yang mendominasi dan kedua lengan yang ia silangkan,
"hah?, apa yang kalian bicarakan?, ini rumahku dan perlu kalian tau aku adalah pewaris tunggal dari keluargaku atas dasar apa kalian mengusirku dari rumah kedua orangtuaku sendiri?" jawabku menegaskan dan melawannya,
"memangnya kamu pikir biaya rumah sakit selama enam bulan ini siapa yang membayar kalau bukan uang dari kami, dan untuk membayarnya kamu harus merelakan rumah ini menjadi milik kami, dan ini cepat tandatangani surat pengalihan kepemilikan rumah" ucap bibiku dengan memberikanku sebuah map biru berisi surat rumah,
"brakkkk.....sampai kapanpun aku tidak akan meberikan apa yang menjadi milikku pada orang lain, dan aku akan membayar semua biaya rumah sakit padamu" ucapku sambil melempar map tersebut tepat ke bawah kaki bibiku,
"baik jika kamu memang mampu membayarnya dalam tiga hari, aku akan melepaskan rumah ini padamu, atau kalau kau tetap berontak kau rasakan akibatnya nanti!!" ancam bibiku dan dia pergi bersama pamanku yang sama jahatnya.
Kakiku lemas dan terduduk lesu di lantai sambil membereskan barang barang yang sudah berserakan, Serli masih ada bersamaku dan membantuku memungut semuanya, aku heran mengapa Serli masih mau membantuku sedangkan kedua orang tuanya begitu tega melakukan semua ini, terlebih di hari pertama aku kembali setelah enam bulan tak sadarkan diri.
Bukannya mereka menenangkan ku dan memberikan kehangatan atas kepergian anggota keluargaku, justru malah perlakuan seperti ini yang mereka berikan.
Mataku kembali tertuju pada sosok gadis muda yang usianya hanya terpaut beberapa bulan denganku, dia sibuk membereskan pakaian dan beberapa barang milikku, aku benci dan sangat ingin menamparnya saat itu, namun aku tahan semua emosi dalam diriku karena aku masih memiliki belas kasih dalam diri ini, ku usir dia pergi sebelum aku kehabisan kesabaran untuk menahan emosi yang menggebu.
"Untuk apa kau masih di sini?, apa kau senang melihat penderitaanku?" ucapku menatap benci pada Serli,
"kumohon jangan salah paham padaku, aku sungguh tidak tau menahu mengenai semua yang ayah dan ibuku lakukan pada rumahmu, dan maaf karena aku juga tidak bisa membantumu tadi" jawabnya memberikan penjelasan padaku.
Namun aku tidak percaya sedikitpun dengan ucapan yang keluar dari mulutnya, aku terlalu benci dan di penuhi amarah pada bibi dan pamanku, seandainya Serli memang tidak terlibat aku tetap tidak akan mau berhubungan dekat dengannya lagi.
"Jangan sentuh barang barangku, dan pergi kau dari hadapanku, kita bukan saudara ataupun sahabat, mulai sekarang kau adalah orang yang paling aku benci!!" ucapku penuh amarah dengan mata yang berkaca kaca menahan emosi dan segera masuk ke dalam rumah meninggalkan Serli.
Di sudut hatiku yang terdalam aku tidak membohongi diriku sendiri bahwa aku sangat sedih karena telah berbicara sangat kasar pada Serli, sejak dulu dia adalah sosok saudara terbaik bagiku bahkan dia seperti sahabat yang selalu menemani dan mengkhawatirkanku, namun rupanya saat ini sudah berubah entah apa yang aku lewatkan selama enam bulan ketika terbaring lemah di rumah sakit, dalam waktu yang sesingkat itu aku telah kehilangan banyak orang yang aku sayangi dan kehilangan satu satunya sahabat terbaik sekaligus saudara yang selama ini sangat dekat dengan keluargaku.
Mengapa dunia harus sekejam itu padaku, dosa apa yang telah aku lakukan hingga alam menghukumku seburuk ini, saat ini tak ada yang bisa kulakukan selain menangis tersedu sedu di pojok kamar sambil memeluk foto keluarga di dalam dadaku.
"Ayah, ibu aku janji akan mengusut tuntas dan mencari tau sebab kematian kalian, aku juga akan mempertahankan rumah kita, berikan aku kekuatan untuk tetap berdiri tegak pada keadilan, aku janji pada kalian" ucapku dengan tangan yang memegang bingkai foto dengan erat.
Rasa sakit dan kekecewaan yang paman dan bibi berikan padaku sudah merubahku menjadi orang yang jauh lebih baik dan aku akan tumbuh sesuai dengan perlakuan yang mereka berikan padaku, kebencianku semakin besar kepada mereka, aku terlelap dengan posisi duduk memeluk kakiku sendiri sampai ke esokan paginya aku mulai kembali memupuk semangat dalam diri, mulai membuka lembaran baru dan keluar dari kegelisahan serta kesedihan yang membekas dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
vio~~~~
mungkin aja penyebab kecelakaan tsb pamannya yg nenginginkan harta ayahnya,..
2023-01-22
0