Obsesi Sang Aktor

Obsesi Sang Aktor

Awal Kehancuran

Suatu malam seorang perempuan melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Tangan kirinya menerima sebuah panggilan. Bibirnya menyunggingkan senyum sembari mengeluarkan rentetan kalimat.

“Aku sudah perjalanan pulang, Bund,” ucapnya. “Jangan khawatir, nanti sampai Apartemen aku langsung tidur.”

“Yaudah tetap hati-hati jangan ngebut. Bye sayang.”

“Bye, Bund.” Panggilan diakhiri.

Kania Ayu Maharani, seorang perempuan cantik berumur 25 tahun. Sudah dua tahun ia hidup di Jakarta dan mendirikan sebuah perusahaan Skincare miliknya sendiri. Malam ini setelah menghabiskan waktunya bekerja seharian, ia bisa pulang dan mengistirahatkan tubuhnya.

Melirik jam tangan berwarna cokelat miliknya. Sekarang pukul 23.00, sudah larut malam dan kendaraan mulai sepi. Ia menoleh karena tiba-tiba dari arah samping kanannya ada sebuah motor yang menyalip mobilnya.

Sedangkan dari arah depan ada sebuah mobil berwarna hitam yang keluar dari jalur. Mobil bergoyang dan melaju sangat kencang sehingga kehilangan arah. Hingga. “BRAK.” Semuanya terjadi begitu saja.

Mobil itu menabrak motor yang tadi menyalipnya. Seketika ia menginjak pedal remnya sekuat tenaga hingga menimbulkan bunyi.

Dengan nafas yang tidak beraturan, Kania membuka mata. Melihat seorang pengendara motor yang tergeletak di atas aspal. Tangannya gemetar tidak karuan. Kania menoleh ke kanan kiri. Tidak ada kendaraan lain selain dirinya.

Menguatkan tekad dan keberanian. Akhirnya ia turun dari mobil dan langsung berlari ke arah seseorang yang tergeletak di atas aspal. Kemungkinan besar dugaaannya, pengendara ini terpental dari motornya.

“Excuse me, Sir.” Tangannya menyentuh bahu pria itu. “Wake up. Don’t close your eyes!”

Pria itu membuka matanya. Bibirnya mengeluarkan ringisan kecil. Setidaknya Kania bisa bernafas lega karena orang itu tidak mati. Merogoh ponselnya dengan panik. Kania mendial nomor Ambulan.

“Di jalan Delima nomor 24. Cepat datang ke sini. Korban mengalami luka parah.”

Kania kembali berjongkok. “Sebentar lagi ambulan ke sini. Bertahanlah,” ucapnya.

**

Ambulan datang. Semuanya bergerak menangani pria itu. Kania meremas jari-jarinya. Ia tidak bisa berhenti kawatir mengingat keadaan pria itu yang parah. Pria itu dibopong dan di masukkan ke dalam ambulan.

“Sebaiknya anda ikut kami. Anda harus mememberikan kesaksian,” ucap seorang perawat pada Kania.

Kania akhirnya mengangguk. Ia ikut ke dalam Ambulan. Duduk di hadapan seorang pria yang kini tengah terbaring dengan tangan yang sudah diinfus. Perawat yang berada di dalam ambulan bergerak dengan cepat. Memberikan pertolongan pertama semaksimal mungkin.

Beberapa menit kemudian mereka sampai. Ia keluar menepi dan memberikan ruang agar dokter dan perawat bisa membawa pria itu.

Beberapa polisi yang berada di sana mendekat. Menanyakan beberapa hal karena Kania yang pertama kali menelepon Ambulan.

“Saat saya keluar mobil untuk melihat korban yang tertabrak, saya tidak lagi melihat mobil hitam si penabrak. Saya tidak mencari tahu karena saya sudah panik dengan keadaan korban yang tergeletak di aspal,” kira-kira seperti itu penjelasan Kania. Ia berusaha menjelaskan serinci mungkin agar membantu dalam proses penyelidikan.

Kania menghela nafas. Ia duduk di salah satu bangku rumah sakit. Melihat kemeja putihnya yang terdapat bercak darah. Hembusan nafas panjang seakan menjadi bukti betapa lelahnya perempuan itu sekarang. Ia melupakan satu hal, meninggalkan mobilnya begitu saja di jalan. Ia mengetikkan pesan pada salah satu orang kepercayaannya untuk mengambil mobilnya.

“Saya Jefri, Manajer orang yang kamu tolong,” ucap seorang pria duduk di samping Kania.

Kania menoleh. Hanya bisa mengernyit bingung.

“Saya mengucapkan terima kasih pada kamu yang cepat menelepon Ambulan. Saya tidak tahu nasib Drake jika tidak ada orang yang menolongnya. Saya mengucapkan terima kasih banyak, apalagi kamu sampai ke rumah sakit dan mau memberikan keterangan pada Polisi.”

Kania mengerti dan mengangguk. “Sama-sama.” Ia berdiri. “Saya harus pergi sekarang.”

“Boleh saya tahu nama kamu?”

“Kania.”

**

Keesokan paginya, di dalam kamar rumah sakit. Seorang pria yang salah satu kakinya di perban, perlahan membuka mata. Ia merasakan tubuhnya kaku luar biasa. Tangan kanannya juga tidak bisa digerakkan karena diperban.

“Akhirnya bos sadar juga,” ucap seorang pria yang duduk di samping ranjang.

“Aku masih hidup.”

“Yaiyalah Bos masih hidup dan aku masih menjadi Manajer setiamu, mendampingimu dikeadaan susah maupun senang.”

“Di mana perempuan yang menyelamatkanku?” tanyanya.

“Drake Cole.” Panggilnya. “Dia pulanglah, masa mau nungguin Bos sampai sadar.”

Drake Cole. Seorang pria tampan yang berusia 29 tahun. Pekerjaan menjadi aktor. Menjadi aktor dengan paling mahal dan kekayaan paling banyak. Namanya sedang berada di puncak dan menjadi trending topik hari ini. kecelakaan yang dialaminya membuat semua penggemarnya kawatir dan menaikkan hesteg ‘Save Drake.’

Bibirnya menyunggingkan senyum. “Cari tahu tentang dia.”

Drake masih ingat betul wajah seorang perempuan cantik yang menolongnya tadi malam. Memanggilnya dengan sebutan ‘Sir.’ Ia masih ingat jelas lengannya di genggam tangan mungil itu agar ia tetap terjaga dan tidak menutup mata.

Jefri mengangguk. “Agensi diserang sama penggemar Bos.” Ia menunjukkan sebuah komentar di twitter pada Drake. Di sana berbagai cemohan untuk Agensi Drake katanya yang lalai mengurus artisnya.

“Padahal ini juga kesalahan Bos sendiri. Siapa yang nyuruh nyetir motor malem-malem tanpa diawasi siapapun,” komentar Jefri.

“Sudah jadi hobi, gak mungkin ditinggalin begitu saja. Lagian yang namanya kecelakaan mana ada yang tahu. Tiba-tiba ada mobil yang oleng terus nabrak,” balas Drake.

“Pantesan kayak gak asing,” ucap Jefri yang masih fokus menghadap ponselnya. “Kania, cewek yang nyelametin Bos tadi malam.”

  “Kania Ayu Maharani. Pemilik brand Skincare yang bulan lalu coba jadiin Bos Ambassador-nya. Tapi Bos langsung nolak karena perusahaannya masih kecil dan gak mungkin seorang Drake mau nerima tawaran dari brand kecil.” Jefri menunjukkan layar yang menunjukkan potret Kania menghadiri sebuah acara.

“Kania,” lirih Drake sembari menyunggingkan senyum.

**

Satu bulan kemudian, di ruang rapat sebuah perusahaan. Masih begitu jelas jika rapat belum usai. Layar yang masih terisi bahan materi presentasi. Mereka duduk di kursi masing-masing. Membahas mengenai acara launching produk terbaru bulan depan dan Ambassador yang akan mereka pilih. Sangat penting karena tidak bisa memilih sembarang, perusahaan kecil yang berkembang butuh orang yang benar-benar bisa membawa produk dikenal masyarakat.

“Oh ya kemarin pihak Artis Drake bersedia menjadi Ambassador kita dan mereka meminta minggu depan bertemu untuk membahas kerja sama,” ungkap kepala bagian Marketing.

Kania mengangguk. “Jika mereka terlalu berbelit-belit. Ganti saja. Aktor yang terkenal banyak. Kita harus segera memiliki Ambassador untuk produk.”

“Baik, Miss.”

“Rapat hari ini selesai. Saya ingin launching yang direncanakan untuk bulan depan bisa berjalan lancar,” jelas Kania.

Semuanya mengangguk. “Terima kasih dan selamat makan siang,” setelah mengucapkan beberapa kalimat, Kania melangkah keluar dari ruangan.

Kakinya melangkah masuk ke dalam ruangannya. Ia menghela nafas. Mendudukkan dirinya di kursi. Memejamkan mata sebentar dan tak lama terdengar pintu terbuka.

“Sorry, Miss. Ini begitu tiba-tiba tapi Drake Cole datang dan ingin bertemu dengan anda,” ujar Sekretarisnya yang berdiri di ambang pintu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!