You’re So Dangerous

Kania mendorong tubuh Drake sekuat tenaga. Mengangkat salah satu alisnya. “Yes, of course.” Lalu tersenyum. “But in your dream!”

“Baiklah jika kau ingin sekali masuk ke dalam mimpiku. Aku dengan senang hati mengijinkanmu. Namun setelah kau masuk ke dalam mimpiku, kau tidak akan bisa pergi ke mimpi lain,” balas Drake.

Kania kehabisan kata-kata. Drake sangat pintar membalikkan perkataan orang. “Terserah! Aku malas berdebat denganmu.” Kania melangkah menjauh.

Drake hanya memandang kepergian kania dengan senyum yang tidak luntur dari bibirnya. “Interesting.”

**

Drake menepati janjinya. Lelaki itu ada dibalik kelancaran peluncuran produk Kania. bahkan sekarang pria itu sedang melakukan pemotretan dengan staff perusahaan Kania.

“Di mana, Kania?” tanya Drake pada salah satu staf yang berada di sana.

“Miss Kania sedang dalam perjalanan.”

Drake melakukan sesi pemotretan produk dengan luwes. Tidak kaku sama sekali. Tangannya memegang produk lalu tersenyum ke arah kamera. Para staff wanita hanya bisa menggigit kuku jari melihat betapa mempesonanya seorang Drake.

“Cekrek. Cekrek.” Lampu flash menyala, kilatannya menyapu seluruh tubuh Drake.

Drake berganti gaya. Mentutu mata, memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku. Tubuhnya menyamping, menampilkan raut datar. Sungguh, Drake memang sangat profesional.

“Saatnya sesi yang selanjutnya.”

Ketika Drake membuka mata. Netra hitamnya langsung bertubrukan dengan netra perempuan cantik yang sedang berdiri menghadapnya. Bibirnya melengkung membentuh sebuah senyuman tipis.

“Saatnya ganti look.” Aba-aba seorang crew.

Kania menatap Drake dalam diam. Ekor matanya mengikuti langkah Drake yang masuk ke dalam ruang wardrobe. Ia menghela nafas lalu bersindekap.

Tak lama karena salah satu crew mendekatinya. “Permisi, Drake ingin bertemu dengan anda.”

Kania mengangguk. Ia langsung melangkah masuk ke dalam ruang wardrobe.

“Kau ingin berbicara denganku?” tanya Kania menatap cermin yang menampilkan wajah Drake.

Drake mengangguk. Ia menggerakkkan jarinya, bermaksud mengode Kania agar mendekat. Dengan terpaksa Kania mendekat. Saat sudah berdiri di samping, justru tubuhnya ditarik hingga jatuh mendarat di paha pria itu.

“Drake!” pekik Kania.

“Jangan teriak-teriak, Kania. Nanti yang lain dengar.” Tangan Drake memeluk pinggang Kania.

“No—Drake. Lepaskan aku.” Kania berusaha bangkit namun usahanya hanya sia-sia.

“Kau ingat? Youre mine.”

“Tapi tidak sekarang. Aku sedang bekerja.”

Tangan Drake dengan lancang menelusuri pipi Kania. “Aku tidak menerima penolakan.” Tangannya bergerak menyelipkan helaian rambut Kania ke belakang. “Aku juga bekerja. Kita berdua memang sama-sama sedang bekerja. Tapi aku tidak peduli.”

 “Drake—lepaskan aku.” Kania memegang kedua bahu Drake.

Bukannya menuruti keinginan Kania. Drake justru memeluk perempuan itu. Menghirup aroma strowberry dari wangi rambut Kania. “Damn. You’re so dangerous, Kania.”

Kania menghela nafas. Bersama Drake, membuatnya sangat tidak berdaya. Hingga ia merasakan tepukan lembut di kepalanya. Ia masih terdiam.

“Kau menggemaskan saat menurut.” Drake terkekeh. Ia melepaskan pelukannya, hingga Kania bisa langsung melepaskan diri.

Pintu terbuka. Membuat mereka berdua langsung menoleh, di sana berdiri Sekretarisnya yang sedang mencarinya.

“Miss, masih ada jadwal selanjutnya. Anda harus bertemu dengan klien,” jelas Putri, Sekretaris Kania yang sedari tadi mencari keberadaan Kania.

Kania mengangguk. Sebelum menarik pintu untuk keluar. Ia kembali menoleh ke arah Drake. Mendapat tatapan datar dari pria itu, Kania hanya menggeleng kemudian melangkah keluar.

**

Malam semakin larut. Udara semakin dingin. Kantor semakin sepi dan beberapa lampu sudah dimatikan. Kania baru saja selesai dengan pekerjaannya. Ia melangkah keluar Kantor. Mengusap rambutnya yang sudah lepek dan berantakan.

Matanya terbelalak melihat sosok pria yang berdiri di samping mobil sport berwarna hitam. Pria yang tidak pernah berhenti mengganggunya. Drake hanya berdiri mondar-mandir di samping mobilnya.

“Drake?” lirih Kania.

Drake menoleh. Ia memasukkan kedua tangannya di dalam saku coat-nya. “Kau sudah selesai?”

Kania mengerjap beberapa kali. Lalu mengangguk.

“Ayo.”

“Hm?”

“Ikut aku.”

Kania beringsut mundur. “Tidak. Aku harus pulang.”

Drake mendekat. Matanya berubah menjadi tajam. Ia langsung memegang pergelangan Kania dan menarik mendekat. “Perlu kau ingat aku tidak menerima penolakan dan kau kekasihku sekarang. Perlu ku tegaskan sekali lagi—youre mine, Kania.”

“Drake—aku harus pulang.” Kania berpikir harus mencari alasan agar bisa kabur dari pria di hadapannya. “Aku sangat bau. Aku berkeringat banyak hari ini—jadi aku harus segera membersihkan diri agar tidak kotor. Satu lagi—aku sedang tidak cantik, rambutku lepek, make upku mulai pudar dan pasti semua itu mengganggumu.”

“Dan bagaimana jika ada paparazi yang memotretku. Tentu akan berdampak buruk denganmu. Nanti kau akan dikira berkencan dengan wanita yang berantakan. Itu sangat tidak masuk akal—kan? Bagaimana jika kita pergi saat aku rapi dan cantik? Jadi aku tidak akan membuatmu malu.” Kania bisa mengeluarkan kalimat sangat panjang hanya untuk mendapatkan keinginannya.

Drake menyipitkan matanya, tak lama kemudian menampilkan smirk khasnya. Ia menundukkan badannya hingga sejajar dengan Kania. “Akan kupastikan sebentar.”

Kania menahan nafas saat Drake Mendekatkan wajahnya ke ceruk lehernya, mengendus sebentar. Terpaan nafas pria itu dilehernya membuat ia memejamkan mata. Drake beralih mengambil helaian rambut berwarna cokelat terang itu, didekatkan ke indra penciumannya. Kania hanya bisa terdiam sembari mengepalkan tangan.

“Aku tidak mencium bau keringat.” Drake berbicara tepat di depan wajah Kania yang tegang setengah mati. “Apa perlu aku mencium seluruh aroma tubuhmu untuk memastikan kau bau keringat atau tidak?”

Seketika Kania mendorong Drake menjauh. “T-tidak perlu.” Tanpa dipaksa lagi, Kania akhirnya sukarela berjalan ke arah mobil Drake. “Ayo pergi.”

Drake membalikkan badannya. Menatap Kania yang sudah masuk ke dalam mobilnya. “Kau suka ancaman,” lirihnya.

**

“Kau repot-repot membawaku ke sini hanya untuk masak makan malam?” Kania berkacak pinggang. Tangan kanannya memegang spatula. Pandangannya hanya terpusat pada seorang pria yang sekarang duduk bermalas-malasan sembari bermain game.

Drake diam—sama sekali tidak menyahuti perkataan Kania. Ia hanya fokus bermain game di ponselnya.

“Sangat, sangat, sangat menyebalkan,” gerutu Kania.

Drake membawa Kania ke Penthouse-nya. Lalu menyuruh wanita itu memasak apa saja yang penting bisa mengisi perut.

“Padahal bisa memesan makanan antar. Lalu kenapa dia menyuruhku melakukan hal ini?” Kania masih menggerutu tidak jelas. Tangannya mengaduk nasi yang tengah digorengnya.

“Kau terlalu cerewet. Jika aku mendengarmu mengeluh lagi. Aku akan membungkam bibirmu dengan caraku,” suara rendah Drake menghentikan Kania.

Kania menghentakkan kakinya kesal. Ia mendongak. ‘Kapan penderitaanku akan berakhir?’

“Aissh,” gerutu Kania lagi tanpa sadar. Ia melihat nasi gorengnya yang hampir gosong. Ia segera mematikan kompor.

Perlahan Drake melangkah, ia langsung memeluk Kania dari belakang. Menyandarkan dagunya di bahu perempuan itu. “Kau menggerutu lagi. Kau sengaja menggodaku,” lirihnya. Wangi Kania sungguh membuat Drake candu.

Terpopuler

Comments

Dewi Melow

Dewi Melow

so far ceritanya bagus, pemilihan kata"nya jg bagus enak buat dibaca tapi knpa masih dikit yang likenya 😑

2023-01-29

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!