Sebuah Perjanjian

Setelah itu panggilan terputus, disusul dengan sebuah pesan yang masuk. Sebuah alamat lengkap Penthouse pria itu. Kania menghela nafas. Ia menatap cermin yang menampilkan dirinya.

Ya malam ini ia memang harus menemui pria itu. Ia menyapukan lipstik pink ke bibirnya. Setidaknya bisa mengurangi wajahnya yang tidak begitu fresh, bisa dibilang kacau. Ia merapikan penampilannya sekali lagi.

Kemeja berwarna brown. Bawahan celana panjang berwarna hitam dan sebuah scarf yang menggantung di lehernya. Kania tidak akan mau repot-repot mengganti pakaian hanya untuk bertemu dengan iblis seperti Drake.

Ia keluar dari kantornya. Langsung masuk mobil dan menuju alamat yang dimaksud. Sekitar 20 menit ia sampai. Terdiam sebentar mengamati gedung tinggi menjulang di depannya. Perlahan ia keluar. Langkahnya pelan seiring dengan jantungnya yang berdebar. Perasaan was-was dan khawatir menjadi satu.

Setelah keluar dari lift. Ia menuju sebuah pintu. Tangannya terulur menekan bel. Tak lama karena pintu terbuka. Menampilkan sosok yang menempati urutan pertama yang paling ia benci.

“Kania—kau memang tidak terduga,” ucap Drake ketika pertama kali mendapati Kania berdiri di depannya. Ia mempersilahkan Kania masuk.

Kania melangkahkan kakinya masuk ke dalam Penthouse Drake. Matanya langsung disuguhkan ruangan mewah dengan interior super elegan. Berkali-kali lipat lebih bagus dari Apartemennya.

Mata elang Drake menyusuri wajah cantik Kania. Pandangannya turun pada bibir pink perempuan itu. Bayangan kotor melintas di otaknya. Bayangan bibirnya menyapu bibir pink itu dengan lembut. Oh tidak! jangan pikirkan itu sekarang!

“Kau yang menyebabkan semua kekacauan di perusahaanku. Boleh kutahu apa alasannya?” tanya Kania. Tangannya bersindekap. Menunjukkan betapa elegannya dirinya sekarang meski perasaan gelisah terus membayangi dirinya.

Drake menaikkan satu alisnya. “Well kulakukan agar kau menjadi milikku.”

“Permisi, Sir.” Kania tertawa remeh. “Di luar sana banyak wanita. Kenapa harus aku? Dari sekian banyaknya wanita di luar sana kenapa harus aku? Kenapa kau ingin sekali menghancurkan hidupku? Apa aku berbuat salah padamu—Drake?”

Pertama kalinya Kania menyebut nama Drake. Hal tersebut membuat Drake sedikit menyunggingkan senyumnya. “No—kau tidak pernah berbuat salah padaku. Hanya saja…..” Drake melangkah, semakin mendekat pada Kania. “Kau telah masuk ke dalam hidupku.”

Kania semakin pusing dibuatnya. “Bagaimana bisa? Bahkan sebelumnya aku tidak tahu dirimu sama sekali. Aku tidak pernah mencoba masuk ke dalam kehidupanmu!”

“Kau menyelematkanku, yang artinya secara tidak langsung kau masuk ke kehidupanku.” Tangan Drake terangkat menyelipkan helaian rambut Kania ke belakang. “Kau tahu—setelah masuk, aku tidak akan memberi jalan pulang.”

Kania menepis tangan Drake. Ia beringsut mundur. “Kau salah besar. Aku tidak pernah masuk ke kehidupanmu. Aku menolongmu sebagai rasa kemanusiaan. Hanya ada aku di sana. Aku tidak punya pilihan selain menolongmu. Sebagai manusia, aku tidak bisa mengabaikan manusia lain saat membutuhkan bantuan.”

“Itu menurutmu, bukan menurutku. Disini aku yang berhak menilai, Kania. Kau terlalu menarik perhatianku.” Drake menunduk. Membisikkan sesuatu yang mampu membuat Kania berdebar. “Your mine, Kania.”

“Aku tidak pernah menjadi milik siapapun. Aku hanya milik diriku sendiri!”

“Oke, aku akan menghancurkan perusahaanmu hingga tidak ada yang tersisa. Bukankah Karyawanmu mempercayaimu. Secara tidak langsung kau akan membunuh mereka jika kau membiarkan perusahaanmu hancur.”

“LANTAS APA MAUMU?!” jerit Kania tak tertahan.

“Kau menjadi milikku.” Drake menampilkan raut datarnya. Bersabar? Tidak ia bukan orang yang mau lama-lama bersabar. Ia menarik tangan Kania ke arah meja besar. Di atas meja terdapat sebuah dokumen yang telah dipersiapkan Drake jauh-jauh sebelum Kania datang ke Penthouse-nya.

“Tandatangani dan kekacauan perusahaanmu selesai.”

Kania membuka dokumen itu. Di sana tertulis perjanjian antara dirinya dan Drake. Selama 6 bulan ia akan menjadi kekasih dan milik pria itu. Sebagai gantinya, Drake akan melakukan segalanya untuk membuat perusahaannya maju.

Kania menghela nafas. “Tambahkan satu, tidak ada kontak fisik antara kedua belah pihak.”

“Are you kidding me?” Drake memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. “Kita sama-sama dewasa. Sentuhan fisik adalah hal biasa. Kau tidak pernah melakukan sama sekali? Kau dari planet mana?”

“Kalau begitu kontak fisik atas persetujuan kedua belah pihak.” Kania hanya melirik Drake dari ekor matanya. “Tambahkan satu syarat itu dan aku akan langsung menyetujuinya.”

**

Malam ini Kania melangkah masuk ke dalam sebuah restoran. Dress berwarna navy melekat di tubuh indahnya. Sebuah dress dengan potongan sabrina yang menampilkan bahu indahnya. Jepitan rambut berwarna silver terselip disela-sela helaian rambutnya.

Restoran bintang lima yang hanya didatangi oleh kelas atas. Sebuah restoran tertutup dan hanya orang yang telah mereservasi yang bisa datang. Restoran yang hanya bisa dijangkau di lantai paling atas sebuah hotel. Langkahnya terhenti, menyusuri bangku-bangku untuk mencari seseorang.

Hingga dapat, seorang pria yang menggunakan setelan kemeja hitam tanpa jas. Pria yang menggunakan jam Rolex seharga ratusan juta. Kania melangkahkan kakinya menuju ke arah Drake yang telah menunggunya.

Mendengera derit kursi ditarik, membuat sepasang mata elang mendongak. Melihat perempuan yang sedari tadi telah ia tunggu. Drake menyunggingkan senyumnya.

“Beautiful.” Suara Drake rendah. Bertopang dagu dengan mata yang tidak lepas dari perempuan cantik di hadapannya.

“Aku tidak punya waktu mendengar rayuanmu,” balas Kania sengit.

“Kau pasti sengaja berdandan cantik agar aku tidak bisa mengalihkan pandanganku.” Nyatanya Drake semakin gencar menggoda Kania.

Kania mendengus. “Dasar player,” cibirnya pelan.

“Yes, its me.” Diiringi dengan seringaian bangga.

 Dua pelayan datang. Menaruh beberapa makanan di atas meja. Kania memperhatikan sembari diam. Sampai pelayan pergi, barulah mereka makan dengan tenang. Tidak ada obrolan sama sekali antara mereka. Hanya dentingan sendok bergesekan dengan piring yang terdengar.

“Lets talk about contract,” ucap Drake. Ia mengeluarkan sebuah dokumen. Dokumen yang seharusnya sudah diperbaiki sesuai dengan permintaan Kania.

Kania mengambil dokumen itu, membukanya dengan pelan. Ia hanya meminta satu syarat dan benar akhirnya syarat itu tercantum di atas kertas bermaterai yang sedang ia pegang sekarang. Sebelum menandatangani kertas itu, ia lebih dahulu menarik nafas panjang.

Tangannya akhirnya meraih bolpoin dan menandatangani kertas itu. Kemudian menyerahkannya pada Drake. Sedangkan Drake, tanpa membacanya terlebih dahulu, pria itu langsung menandatanginya begitu saja.

“Welcome to Drake world.” Drake menatap Kania. Wajah tampan berkali lipat lebih tampan saat memandang Kania.

Kania hanya diam membisu. Ia berdiri, ingin segera pergi dari hadapan pria di hapannya ini. Namun saat baru saja membalikkan badannya, jutru pergelangannya ditarik. Hingga membentur tubuh bidang seseorang.

Drake memeluk Kania, dengan tangan yang berada di pinggang mungil perempuan itu. Ia mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Kania. “Do you wanna see butterflies tattoo?” tanyanya dengan suara berat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!