Tinggal Bersama

Kania menggeleng. “Tidak—tidak. Aku hanya terkejut melihat masakanku akan gosong.”

Drake membalikkan tubuh kania hingga menghadapnya. “Really?”

Kania mengangguk. Ia berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Drake. Namun tangan Drake masih tetap memeluk pinggangnya dengan mesra.

“Kau tidak ingat? Kontak fisik atas persetujuan kedua belah pihak.”

Drake menautkan alisnya. “Bukankah jika sudah terjadi kau tidak bisa menolak?”

“Kau—memang bastard!”

Drake terkekeh geli. Ia langsung mengecup bibir pink yang sedari kemarin mengganggu pikirannya. Hanya satu kecupan lalu menjauhkan wajahnya. “Like this.”

Drake menyeringai melihat keterkejutan Kania. Kenapa rasanya gemas sekali melihat pipi perempuan itu memerah akibat perbuatannya.

“Jangan bilang aku yang pertama?”

Kania berdehem kecil. Ia menatap ke arah lain. “Tidak,” kilahnya sembari menggeleng. “Kau bukan yang pertama. Jangan terlalu percaya diri. Aku bukan wanita polos.”

Jangankan berciuman, berpelukan dengan mantan pacarnya dulu saja, Kania merasa sangat canggung. Jadi memang benar Drake yang pertama melakukan hal selancang itu padanya. Tapi ia tidak mau membongkar rahasianya dengan mudah.

Kania menatap Drake. “Ingat! Ini yang terakhir. Aku tidak ingin ada kontak fisik lagi!”

Drake hanya memutar bola matanya malas. Ia berjalan menjauh tanpa menjawab.

“Kau dengar?! Ini yang terkahir!” teriak Kania.

Drake berhenti. Ia memutar badannya. “Kania Ayu Maharani. Berusia 25 tahun dan baru 2 tahun di Jakarta. Berdarah biru dan masih keturunan keraton. Dibesarkan di keluarga yang kental dengan adat istiadat. Sempat menjadi runner up pemilihan putri Daerah di usia 19 tahun. Menjuarai berbagai perlombaan menari tradisional. Aku tahu banyak tentangmu.” Drake berbicara sangat lancar. Seakan sudah mengetahui sejak lama. Ia memang mencari tahu tentang Kania, namun tidak bisa lebih dalam lagi.

“Kau mencari tahu tentangku?” tanya Kania masih tidak percaya Drake mengetahui tentangnya.

Drake mengedikkan bahunya. “Tentu aku harus mencari tahu tentang—kekasihku.”

“Shit!” umpat Kania pelan.

“Kau mengumpatiku,” lirih Drake.

“No—No Drake jangan mendekat!” Kania terus mundur ketika Drake melangkah mendekatinya kembali.

“Aku tidak bisa diatur siapapun.”

Drake berhasil memojokkan Kania. Mengukung tubuh mungil perempuan itu pada pantry. Mengangkat dagu Kania agar menatapnya.

“Kau mau melanggar perjanjian yang kau buat sendiri?” tanya Kania nada datar. Kali ini ia tidak akan menjadi lemah. “Kau memang licik. Kau membuatku masuk ke dalam permainanmu yang tidak masuk akal ini. Kau membuatku tidak berdaya. Kau membuatku sangat menderita.”

Suasana menjadi sangat dingin. Drake maupun Kania memilik aura berbeda. Ada satu hal yang menarik, mereka sama-sama keras kepala.

“Kau tahu? Aku tidak peduli.” Drake akan membelai pipi Kania. Namun Kania lebih dulu menepis tangan kekarnya.

“Kau tidak membaca point-point di perjanjian? Pihak kedua yaitu kau tidak bisa menolak permintaan pihak pertama. Harus mau menuruti ataupun melaksanakan permintaan pihak pertama. Tidak ada penjelasan tentang kau boleh menolak permintaan pihak pertama meski itu tentang kontak fisik. Sekarang—I want to kiss you.”

“Fuc-“

Potong Drake yang langsung menarik tengkuk Kania. Mendaratkan bibirnya ke bibir mungil perempuan itu. Menyapu dengan lembut. Tangan kanannya menarik pinggang ramping itu agar semakin dekat dengannya. Drake terus menggerakkan bibirnya di atas bibir Kania. memberikan sensasi yang tidak pernah dirasakan sebelumnya oleh perempuan itu.

Kania tahu ini sudah tidak benar. Meski tubuhnya tidak menolak, namun tetap harus berhenti. Ia membuka matanya, kakinya menginjak kaki Drake sekuat tenaga.

“Shit!” umpat Drake. Ia melepaskan Kania.

Kesempatan itu tidak disia-siakan Kania. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, Kania berlari keluar dari Penthouse Drake. Dipastikan besok ia tidak akan bisa bertemu dengan pria itu lagi. Betapa malunya ia sekarang.

“Kania, kupastikan nanti kau tidak akan bisa kabur.”

**

Menatap pantulan diri yang sudah rapi. Kemeja putih dan setelan jas biru menjadi perpaduan yang sempurna. Kania memasang sebuah bandu di kepalanya. Terakhir, ia menggunakan sepatu pantofel untuk melindungi kakinya.

Mengenai tadi dalam, mengingatnya saja membuatnya sangat frustasi. Ingin sekali menghilang dari bumi agar Drake, si lelaki lancang itu tidak bisa menemuinya lagi. Bel pintu Apartemennya berbunyi.

“Tunggu sebentar!” teriak Kania. Ia berjalan dengan malas. Lalu membuka pintu.

Mendadak Kania tercekat di ambang pintu. Seorang pria rapi menggunakan masker tengah berdiri menatapnya santai. Tidak sampai hitungan ketiga, secepat kilat Kania kembali menutup pintunya.

“Kania,” geram Drake.

Kania masih berdiri di balik pintu. “Aku tidak ingin bertemu denganmu. Sekali saja jangan muncul di hadapanku dulu.”

“Buka pintunya.”

“Tidak—Drake.”

“Jika kau tidak membuka pintu, aku akan mendobrak pintumu hingga rusak,” ancam Drake terdengar tidak main-main.

Kania membuka matanya lebar. Ia menatap layar persegi yang menampilkan Drake yang  tengah berdiri dengan raut kemarahan.

“Three …..Two…. One.”

Tidak ada pertanda pintu akan terbuka. Drake melakukan pemanasan tangan beserta kepalanya. Tubuhnya mulai menabrak dan mendorong pintu itu. Peringatan: jangan tantang Drake!

Kania berjongkok, menutup mata dan kedua telinganya.

Brak Brak Brak Brak

Karena tidak mendengar bunyi dobrakan lagi. Kania membuka mata perlahan. Tubuhnya runtuh ke lantai. Pintu Apartemennya terbuka dengan engsel yang sudah jatuh. Smart key yang terpasang pada pintu telah hancur.

Drake berdiri di hadapan Kania. Mengusap peluhnya puas karena berhasil menjalankan misi. Ia berhasil menghancurkan pintu dengan tenaganya sendiri. Sebuah kebanggaan baginya.

“K-kau benar-benar menghancurkannya?” Kania sampai terbata-bata. Sekarang ia menyadari betapa mengerikannya seorang Drake Cole.

“Ya. Kau ingin ku hancurkan seperti pintu ini?” tanyanya.

Sontak Kania langsung menggeleng.

“Maka tinggal bersamaku.”

Jangan mengira Kania akan langsung setuju. Tidak semudah itu. Dalam keadaan tertekan pun Kania masih bisa melakukan Negosiasi. “Tidak.” Ia berdiri susah payah.

“Kau masih berani menolak?!”

“Aku tidak mau tinggal bersamamu.”

Drake berdecih. “Pihak pertama berhak mengatur pihak kedua. Di manapun kapanpun. Pihak kedua tidak bisa menolak.”

“Tapi tidak dengan tinggal bersama. Kau dan aku tidak ada ikatan apapun.”

Drake mengotak-atik ponselnya. Kesabarannya mulai habis. “Jika kau masih menolak. Aku akan menghancurkan perusahaanmu. Kuberi kesempatan, dalam hitungan kelima kau harus membuat keputusan. Mau atau tidak. Kuserahkan sepenuhnya padamu.”

“Satu dua tiga empat li-“

“Oke. Aku akan tinggal di dekatmu tapi bukan tinggal denganmu.” Ayolah Kania pintar berdiskusi. Jangan sampai ia tunduk begitu saja pada Drake.

Drake mendekat. “Jangan mempermainkanku.”

“Aku tidak mempermainkanmu.” Kania berjijit. Satu-satunya hal gila yang terlintas di otaknya. Tangannya mengalun di leher Drake. Wajahnya mendekat. Mencium kening pria itu susah payah.

“Aku bisa tinggal di dekatmu. Kau akan mudah mengaturku.” Kania menatap Drake ragu.

Tindakan Kania cukup membuat Drake sedikit luluh. Tangannya meraih pinggang Kania. “Bukan seperti itu cara mainnya.” Ia menghimpit tubuh Kania sampai membentur tembok.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!