Pesona Mantan Bikin Klepek-klepek

Pesona Mantan Bikin Klepek-klepek

Belum Move on

Di depan halte bis ...

Di sana ada seorang pria dan wanita yang sedang bertengkar hebat.

Untung saja halte itu sepi, jika tidak pasti akan banyak orang yang melihatnya.

Sang pria yang mencoba menjelaskan alasannya telat, namun tak mendapatkan kesempatan.

Sang wanita terlalu keukeuh dengan prinsipnya.

Hingga keduanya terlibat konflik yang cukup memanas, konflik yang mengancam hubungan kasih antara pria dan wanita itu.

"Kita putus!" ucap seorang wanita pada teman prianya.

Dia terlihat membelakangi tubuh sang pria, air matanya menetes dengan derasnya.

"Kau tidak pernah memahami kesibukanku, kau selalu memintaku untuk melakukan hal yang tidak mungkin. Apakah aku bodoh? lalu? apa ini? kau meminta putus? semudah itu kah cinta untukmu? hingga dengan mudahnya memutuskan hubungan?" jawab sang pria.

Dia mencoba untuk menjelaskan duduk permasalahannya.

Hari ini dia sangat sibuk, banyak pekerjaan dan hanya bisa menjawab panggilan telepon dari para kolega.

Setelah ada waktu, sang pria langsung meminta sang kekasih bertemu.

Namun, apa yang terjadi? sang kekasih justru mengajaknya ribut.

"Ya, aku memang tidak ada artinya bagimu. Lalu apa lagi? kita tak bisa seperti ini. Kita putus saja!"

Sang wanita berderai air mata, dia sebenarnya masih sangat menyayangi teman prianya, hanya saja dia terlalu gengsi.

Selama kurun waktu tujuh tahun, keduanya tidak pernah ribut masalah seperti ini.

Entah mengapa, semuanya terjadi begitu saja.

Sang pria meminta kekasihnya untuk menatap matanya.

Namun tak digubris sama sekali.

"Kau benar-benar ingin putus dariku?"

Sang pria mencoba menahan diri, dia masih cinta tapi sang kekasih sepertinya ingin lepas dengan segera.

Dia bahkan memeluk tubuh sang kekasih yang tak lagi merespon apapun itu.

"Kau paham aku kan? jika kau yang memintanya, aku tak bisa menahannya? tak bisa kah kau katakan hal yang lain?"

"Ya, selama ini aku tak pernah mengatakan putus karena tahu itu. Namun, aku sudah tidak tahan lagi."

Sang pria perlahan melepaskan pelukan itu.

Dia berusaha untuk tidak pergi, tapi tak ada yang mencegahnya, dia juga sudah lelah menahan segalanya.

Mungkin jalan yang terbaik adalah putus.

Sang pria yang datang dengan sebuah mobil, lalu segera masuk ke dalam mobilnya dan tancap gas meninggalkan sang wanita.

Dia pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.

Sang wanita masih berada di sana, dia menangis.

"Hiks, benar kata ibuku, dia tak pernah serius. Apakah arti semua ini? tujuh tahun yang sia-sia."

.

.

Satu tahun berlalu ....

Setelah pertengkaran itu, sang wanita bernama Diara dan sang pria bernama Mateo, sudah lost kontak.

Mereka sama-sama ingin move on. Namun, dalam waktu satu tahun ini, Diara justru masih teringat akan sang mantan.

Jika seorang pria masih bisa jaga image, Diara sepertinya sudah tidak punya muka.

Dia masih menghubungi Mateo, dia meminta maaf akan kesalahannya, tapi entah kesialan atau sebuah keberuntungan.

Nomor ponsel Mateo sudah tidak aktif lagi.

Sejak saat itu, dia galau.

Tak tahu lagi harus bagaimana dalam menjalani hidup.

Di ruang tamu rumah Diara, sedang terjadi perbincangan mengenai perjodohan Diara dan Denis.

Seorang pria tampan dan mapan, teman sang kakak.

Diara yang baru saja duduk di sofa langsung panas dingin, sebab dia tidak mau terlibat dengan urusan perjodohan, dia ke sana untuk bertanya nomor baru Mateo.

Namun, yang terjadi justru demikian.

"Dia akan datang malam ini, siapkan dirimu Diara!" ucap sang kakak bernama Rafles.

Pria itu belum menikah karena sibuk bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya, setelah ayahnya meninggal, Rafles yang bekerja meneruskan usaha bengkel milik sang ayah.

Dia bersyukur mampu bertahan sampai detik ini.

"Kak, apa kau punya nomor Mateo?"

Sang kakak terbelalak dengan semua ini, setelah sekian lama tidak ada pembahasan mengenai Mateo, Diara justru membukanya dengan sangat gamblang.

"Adik, kau ini sangat keterlaluan, bagaimana bisa minta nomor telepon padaku. Aku sudah lama tidak menghubunginya."

"Kakak adalah temannya, bagaimana bisa tidak punya?"

Sang kakak sebenarnya tidak ingin mengatakan ini, tapi bagaimana pun juga Diara adalah adik kesayangannya.

"Dia sudah punya kekasih, kau harusnya move on," pinta sang kakak.

"Aku tidak percaya."

"Tidak percaya ya sudah, itu urusanmu!"

Sang kakak masih terus meminta adiknya memikirkan tawarannya.

Bagaimana bisa kembali menghubungi mantan?

Suatu hal yang tidak mungkin terjadi.

Saat pembicaraan mulai serius, datang lah ibu keduanya.

Nyonya Riana.

"Kau kenapa menangis?" tanya sang ibu pada anak perempuannya.

"Tidak ada apa-apa," jawab Diara.

"Bohong itu bu. Diara masih ingin bertemu Mateo."

Sang kakak memang ember, dia mengatakan semua itu tanpa berpikir.

Nyonya Riana jadi ceramah.

"Ibu sudah bilang padamu, apakah kau sama sekali tidak mendengarnya?" ucap sang ibu.

"Ya ya," jawab Diara.

Dia hanya bisa berkata ya saja, sebab belum move on.

Meskipun sudah berusaha, dia justru ingin tahu bagaimana kabar Mateo.

"Kau ini ya saja, ya terus. Sejak satu tahun lalu, kau menjadi orang bodoh. Kau selalu menangis di malam hari, menyebut nama Mateo tiada henti. Akhir-akhir ini kau sudah baik-baik saja, tapi ternyata masih seperti sebelumnya. Galau terus."

Sang ibu, terus mengomel, dia tak bisa menghentikan segalanya.

Diara memang sangat susah diberi tahu, selamanya gadis itu hanya ingin bersama Mateo.

Dia merasa bahwa keputusannya untuk mencari Mateo adalah hal yang sangat tepat.

Namun, sang ibu tidak memperbolehkannya.

Sang kakak, mencoba berbicara dengan Diara.

"Dek, kau paham tidak, apa yang ibu katakan? semua ini demi kebaikanmu. Mateo sudah memiliki tunangan, kau paham kan siapa dia? dia itu adalah anak bos. Siapa kita? kita hanya orang biasa. Kebetulan saja dia mau denganmu, orang tuanya baik padamu hanya karena tak mau ribet. Kau mengerti?"

Sang kakak mencoba memberikan fakta yang ada. Sebuah fakta yang sangat sulit, tapi harus diterima.

"Kak, apakah kau mengatakan hal yang sebenarnya?" tanya Diara.

Matanya sudah berkaca-kaca, rasanya sangat sedih dan terluka.

"Tentu saja, apakah perlu kita kesana? aku akan mengantarmu ke rumahnya? atau aku telepon ibunya?"

Sang kakak lama-lama makin absurd saja.

"Memangnya kau punya nomor telepon dan alamatnya? mereka sudah pindah ke luar negeri satu tahun yang lalu," sahut sang ibu.

Diara dan Rafles menatap sang ibu.

"Ibu tahu darimana mereka pindah?" tanya kedua anaknya secara bersamaan.

"Loh, beritanya ada di media massa, media sosial, televisi bahkan ada. Memangnya selama ini apa yang kalian berdua lakukan? kakaknya jarang datang ke bengkel, adiknya galau. Masa depan kalian sudah terlihat jelas. Rafles! adikmu tidak akan selamanya bekerja di perusahaan jasa itu, kontraknya akan habis bulan depan. Ibu juga harus cari pekerjaan lain, bekerja di laundry itu, tidaklah bisa diandalkan. Mereka tak menerima tenaga tua."

Kehidupan keluarga Diara memang pas-pasan, hanya saja orang tua Diara selalu berusaha agar anak-anaknya lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Namun, setelah ayah Diara meninggal dua bulan lalu, membuat semuanya menjadi tidak terkendali.

Ketiga orang itu berusaha untuk menjalani hidup dengan baik, meski begitu sulit.

Mencoba memaklumi ada hidup dan mati, sang ibu yang pemarah itu selalu menangis sambil memeluk bingkai foto suaminya, dia menyimpan kesedihannya sendiri.

*****

Terpopuler

Comments

Selviana

Selviana

Mampir juga di novel aku yang berjudul (Memiliki Anak Tapi belum menikah)

2023-01-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!