Pembahasan hari itu sangatlah tidak nyaman, di dalam hati, Diara masih ingin Mateo bersamanya, hanya saja dia tidak tahu caranya bagaimana.
"Ibu, aku ingin pergi sebentar. Rasanya sangat bosan di rumah," ucap Diara.
"Kau kenapa? mau pergi kemana?" tanya sang ibu cemas.
Sebab dia yang mengakibatkan sang putri diam dan mungkin saja berpikiran jika Diara adalah sumber dari segala masalah yang terjadi.
Padahal sang ibu hanya ingin mengingatkan bahwa Mateo dan Diara bukan pasangan yang serasi. Keduanya adalah dua orang yang berbeda, kasta dan dari kalangan yang tidak mungkin bisa bersatu.
"Aku tidak akan pergi kemana-mana, hanya ingin minum kopi. Kakak, kau mau ikut?" ujar sang adik sambil menoleh ke arah sang kakak.
Sang kakak menggelengkan kepalanya, dia memilih untuk tetap di rumah.
Diara berjalan menuju pintu utama rumahnya, setelah berada di depan pintu, tangannya sangat lemah saat menggenggam handle pintu.
Sang gadis teringat akan Mateo terus menerus.
"Huft, kapan aku move on?" batin Diara.
Dia tak paham mengapa hubungan tak sempurna itu begitu membekas di dalam hatinya.
Kini langkahnya sudah berada di luar rumah. Dia melirik ke arah kanan, motornya masih di sana dan terlihat baru saja di cuci.
Mungkin kakaknya yang mencuci, karena biasanya sang kakak akan pergi ketika adiknya berada di rumah.
"Aku sudah mengambil jatah jalan-jalan kakak. Kebetulan sekali dia tidak marah, aku cukup tersanjung."
Diara naik motor bebek itu dan gas pol on the way Cafe yang menjual kopi kesukaannya.
Sebuah Cafe yang biasa ia datangi bersama Mateo.
.
.
.
Cafe ABC ...
Jarak rumah ke Cafe itu tidak terlalu jauh, hingga setengah jam saja bisa langsung sampai.
Diara masih ingat semua kisahnya memang berawal dari Cafe ini.
Bruk!
Diara jatuh, dia terlihat kebingungan, karena sebelumnya tak melihat apapun, tapi seolah-olah ada yang menabraknya.
Hingga suara pria terdengar sangat lembut meminta maaf padanya.
"Maaf nona," ucap sang pria.
Diara masa bodoh, sang pria merasa bersalah, hingga meminta maaf dan memberikan satu kotak coklat pada Diara.
"Apa ini?"
"Aku ingin minta maaf padamu karena tidak sengaja menabrakmu," cetus sang pria.
"Oh, tidak masalah."
Diara beranjak dari posisi jatuh dan cuek saja dengan pria tadi.
Sang pria terus mengejar, dia sangat penasaran dengan si gadis dan mencoba berkenalan.
Diara merasa sang pria baik, mulai saat itu, keduanya berteman.
.
.
.
Dua minggu berlalu ...
Keduanya terlihat sangat dekat setelah pertemuan awal mereka, Diara menilai jika pria bernama Nicko itu adalah pria yang baik.
"Nicko, maaf ya jika aku selalu membuatmu dalam maslaah," ucap Diara di Cafe ABC.
Dia dan Nicko berada dalam perbincangan yang sangat sensitif karena setengah bulan lagi sang gadis akan habis masa kontrak kerjanya.
Diara mencoba meminta bantuan pada Nicko yang bekerja di sebuah kantor yang cukup bergengsi di kota itu.
"Aku tidak mempermasalahkannya. Apakah kau suka satu kantor denganku?" ujar Nicko dengan senyum sumrigah.
"Tentu saja suka. Aku merasa kau adalah pria yang manis."
"Oke, aku akan menelfon bagian HRD, dia adalah pamanku."
"Oke."
Sang pria begitu fokus dengan pembicaraan di dalam panggilan telepon.
Diara pamit ke toilet, dia menggunakan isyarat.
Sang pria mengangguk.
Sang gadis beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menuju toilet yang ada tak jauh dari tempatnya duduk.
.
.
.
Toilet wanita ....
Dia masuk ke dalam toilet wanita, di sana dia mendengar ada seorang pria tampan yang sangat mempesona, mereka sangat ngefans dengan pria itu.
"Cih, apa yang mereka katakan. Aku sudah sejak dulu menjadi pelanggan Cafe ini, tidak ada pria seperti itu," batin Diara.
Sang gadis telah selesai, dia keluar dari bilik toilet, para wanita masih saja membicarakan tentang pria yang sangat keren.
Diara malas menanggapi, setelah mencuci tangan, dia segera keluar dari toilet.
Hingga satu kesempatan, membuatnya tertegun.
Dia menemukan sebuah pemandangan yang tak biasa.
Ada pria dan wanita sedang kiss di depan toilet wanita, ini sangat memalukan.
Diara tak sengaja melirik ke arah pasangan itu, langkahnya terhenti saat tatapannya menemukan sosok yang sangat ia rindukan.
"Mateo?" batinnya.
Sang pria yang sedang bermesraan itu, terlihat menatap balik ke arah Diara, selanjutnya acara kiss itu terhenti.
Diara menarik semua pandangannya, dia berharap pria yang dia anggap Mateo adalah halusinasi.
Beberapa menit setelah Diara pergi dari toilet itu, pasangan panas tadi terlihat masih ada di sana. Namun, tidak melakukan apapun lagi.
Justru hanya suara tamparan, diikuti sorak sorai wanita yang baru saja keluar dari toilet wanita.
"Apa? putus?" tanya sang wanita
"Iya, aku sudah bosan denganmu! apa itu tidak cukup jelas?"
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi sebelah kanan sang pria.
"Kau pantas mendapatkannya!"
Sang wanita lalu pergi meninggalkan pria yang sangat tampan dan cool itu.
"Apa yang kalian lihat? jika ingin bersamaku, ukuran dada kalian harus 38b. Kau paham?"
Seketika semua wanita mundur, karena dari ukuran dada saja tidak masuk kriteria.
Sang pria baru saja mencampakkan wanita yang diajak kiss, lalu pergi begitu saja.
Dia terlihat keluar dari lorong toilet itu dan mencari sosok wanita yang melirik ke arahnya tadi.
.
.
.
Meja no 04 ...
Teman pria Diara masih berada di meja itu, dia tersenyum ketika melihat sang gadis berjalan ke arahnya
"Lama ya?" tanya Diara.
"Tidak, aku rasa kau harus mentraktirku setelah ini."
"Ada apa? kau tahu kan, aku belum gajian?"
"Kau bisa interview di kantorku, besok kau datanglah. Berikan data lengkapmu, pamanku akan membantumu masuk ke sana."
"Benarkah?"
"Iya."
"Huaaa ... terima kasih!"
Diara sangat bahagia, saking bahagianya, sang gadis bahkan memeluk tubuh temannya itu.
Sang pria salah tingkah.
"Hm!"
Suara itu seperti suara yang tak asing.
Saat sang teman mengatakan nama yang membuatnya kesal.
"Bos Mateo?"
Seketika itu juga Diara terhenyak, dia melepaskan pelukan itu dan duduk disebelah Nicko.
"Oh, jadi kau ada di sini? katanya mau pulang ke rumah?"
"Hehe, maaf bos. Ada temanku di sini, aku tak bisa meninggalkannya dengan segera."
"Oh."
Sang gadis memperhatikan mata Mateo yang hanya sekilas menatap wajah Diara.
Sang gadis makin benci dengan mantan kekasihnya itu.
"Cih, apa maksudnya bersikap seperti itu? apakah dia sangat tidak suka denganku? bukannya yang harus membenci adalah aku?" batin Diara kesal.
Dia terus saja mengingat kisah terakhir sebelum mereka benar-benar berpisah.
Kebenciannya makin dalam.
"Bos, marilah duduk."
"Tidak terima kasih, aku sedang sibuk. Oh ya, besok kau jangan lupa bawa berkas yang aku minta. Dua hari di kota ini, tiba-tiba aku merasa panas. Jadi, hanya ingin tahu, apakah kau bisa kerja atau hanya main saja."
Sang pria melirik kearah sang gadis, Diara memalingkan wajahnya.
"Siap bos!" jawab Nicko dengan kepatuhannya.
Mateo lalu pergi begitu saja, dia terlihat sibuk dengan ponselnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments