Putus memang hal paling benar

Sikap Mateo yang demikian, membuat seorang Diara tak habis pikir.

Wanita itu merasa bahwa hidupnya sangat tidak masuk akal karena berada di dalam kenangan bersama mantan dengan model seperti ini.

Rasanya sangat sesak dan tidak ada artinya.

Perasaan yang selama ini ada membuat seorang Diara ingin segera menghapusnya, dia tak mau lagi memiliki hati untuk Mateo.

"Aku memutuskan untuk tidak menyimpan bayangan mantan, dia hanya pria dengan sikap dingin dan cuek, bagaimana bisa aku menjadi pemujanya selama ini? dasar aku sudah tidak waras," batin Diara.

Sorot matanya yang sangat membenci semua yang ada, terlihat jelas.

Mateo tak sebaik yang ia kira.

"Di? kau baik-baik saja?" tanya Nicko.

"Oh, aku? aku baik? apalagi kalau dia sudah pergi, tambah baik hidupku!" celetuk Diara.

Nicko menatap wajah Diara yang terlihat tak baik-baik saja, seakan ada beban berat di sana, sebuah beban yang tidak dimengerti olehnya.

"Apakah dia sakit?" batin Nicko.

Sang pria hanya bisa menerka-nerka, sebab apa yang terjadi sebenarnya, dia tak tahu.

"Nick, kita pulang saja yok? aku bosan di sini. Hm soal tawaran bekerja di tempatmu, aku tak mau."

Diara sudah memikirkannya dengan matang, entah mengapa mood dalam bekerja menjadi turun.

Keputusan ini, sangat tidak baik-baik saja.

Soalnya Diara sedang membutuhkan banyak uang, gadis itu berada dalam kehidupan yang cukup mengenaskan karena banyak sekali cobaan dalam hidup.

Semuanya silih berganti, apalagi masalah Mateo, membuatnya semakin terpuruk.

"Heh, apa kau sangat tertekan dengan bosku? tenang, dia sebenarnya baik, hanya saja sedikit menyebalkan. Kau hanya perlu memberikan beberapa kesempatan padanya, kesempatan untuk menjadi bosmu," canda Nicko.

"Haha, terima kasih. Sory deh Nick, aku tidak bisa bekerja dengan orang sombong seperti itu. Aku lebih baik menjadi pengangguran daripada harus bekerja dengannya," jelas Diara.

Dia menunjukkan ketidaksukaannya pada Mateo dengan sangat gamblang, membuat Nicko merasa sang teman begitu lucu dan menggemaskan.

"Makin lucu saja," cetus Nicko.

Tak sengaja dia mencubit pipi Diara, di sana keduanya saling menatap.

Diara merasa bahwa Nicko adalah teman pria satu-satunya yang sangat perhatian padanya.

Wajahnya juga tampan, sepertinya tidak ada salahnya untuk bersama pria itu.

Nah, muncul rasa yang tak biasa, semuanya membuat gagal fokus.

Namun, dia merasa akan segera move on jika bisa bersama dengan Nicko.

Nicko paham akan perasaan Diara, dia segera membayar dua kopi itu dengan uang yang diletakkan diatas meja, lalu segera saja pergi.

...

Di depan Cafe ABC ...

Baru juga keluar dari cafe, sudah hujan saja, Nicko lalu melindungi Diara dari terpaan air hujan menggunakan jas yang ia pakai.

Nicko melepaskan jas itu, lalu menjadikan jas miliknya payung agar Diara tak terkena tetesan air hujan sedikit pun.

Dia membawa sang gadis menuju mobil yang ada di depan cafe itu, Diara benar-benar tidak pernah menyangka ada seorang pria yang baik.

Fix, dia tidak salah pilih orang untuk move on.

Saat berada di dalam mobil, Diara merasa jika jantungnya tidak baik-baik saja, perasaannya sangat bahagia.

Nicko membuang jas yang agak basah itu ke arah jok belakang.

Pria itu terlihat mempesona. Dia ingin sekali melakukan satu hal yang tak biasa, tapi malu.

Mana bisa dia yang menembak lebih dulu? yah, dia harus menunggu.

Tatapan mata Diara tak bisa berhenti untuk memandang ke arah Nicko yang sangat berkharisma itu.

Diara terpana, dia tak habis pikir dengan apa yang ada di depannya.

Perasaannya sangat aneh, tapi dia berusaha untuk memahami semua ini.

"Aku merasa bahwa dia adalah orang yang selama ini aku cari."

Batinnya yang bergejolak, membuat suhu mobil menjadi lebih tinggi, perasaannya tak menentu lagi.

Rasanya gerah dan panas.

Sang teman pria mencoba menyadarkan bahwa ada satu hal yang harus di selesaikan, yaitu mau pulang atau pergi kemana.

"Di? kau mau pulang?" tanya Nicko.

Sang pria merasa aneh, Diara hanya diam saja, gadis itu berada di dalam situasi yang cukup aneh sebab senyum-senyum sendiri tidak jelas.

Bukannya menjawab pertanyaan, justru membuat sang teman pria kebingungan.

"Diara? mau pulang atau tetap di sini?" tanya Nicko lagi.

Kini sang gadis mulai tersadar saat air liur hampir terjatuh, dia merasa sangat malu.

"Oh, ya. Kita pulang saja," jawab Diara menahan rasanya.

Dia terlihat begitu malu, kedua pipinya memerah.

Perasaannya tak bisa di ganggu gugat lagi, memang Nicko telah membuatnya jatuh cinta.

"Nick, apakah aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?" tanya Diara yang ingin nekat, masa bodoh jika dia wanita.

"Hm, kenapa tiba-tiba berkata demikian?" jawab Nicko yang mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Kau punya pacar?"

Sang gadis sangat to the point, Nicko merasa bahwa gadis itu sedikit tidak waras.

"Hah? pacar? kau tahu kan aku memang tidak suka pacaran? aku fokus dengan karir. Ehm kau lupa ya?"

Duar!

Petir tiba-tiba menyambar tepat di bawah kakinya, seketika itu juga Diara merasa harga dirinya makin anjlok.

Perasaan yang seharusnya tak ia ungkapkan, muncul begitu saja.

Diara, tak memiliki muka lagi.

Namun, Nicko sepertinya paham, setelah menyalakan mesin mobilnya, dia merasa harus mengatakan satu hal pada seorang Diara.

"Namun, tak menutup kemungkinan aku menjalin hubungan dengan seorang gadis, hanya saja aku sedang tidak ada orang yang bisa membuatku jatuh cinta."

Sang pria melirik ke arah Diara, makin salah tingkah si Diara.

Senyuman Nicko terlalu memukau, hingga sebuah perasaan yang seharusnya redup, kembali menyala.

"Oh."

Jawaban si gadis hanya itu saja.

Dia tak bisa berkata-kata lagi sebenarnya, hatinya makin berbunga-bunga ketika tatapannya di balas begitu manisnya.

Duh, adem banget.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Diara, sangatlah menyenangkan sebab gadis itu berada dalam situasi yang cukup manis.

Ada candaan yang sebelumnya tak pernah muncul.

Perasaan Diara memang sangat mudah tersentuh, hanya saja dia tak mudah jatuh cinta.

Ini adalah cinta keduanya, setelah dengan Mateo.

Pertemuan singkat yang membuatnya nyaman.

Namun sayang, Nicko tak bisa menerima perasaannya.

Memang benar Nicko tak menolak Diara secara terang-terangan, hanya saja kata-kata tak mau pacaran, membuat Diara kena mental, dia tak bisa melanjutkan pembicaraan dari hati ke hati.

Kata-kata Nicko sudah menjatuhkan mentalnya.

.

.

.

Rumah Diara ...

Mobil Nicko berhenti di depan rumah Diara, dia ikut turun dari mobil, tidak seperti biasanya.

Nicko anti mampir biasanya.

"Nicko, tumben kau mau ikut masuk ke rumahku? biasanya kau sibuk?" tanya Diara heran.

"Ada sesuatu yang harus aku katakan pada kakak dan ibumu," jelas Nicko.

"Apa?"

Sang gadis begitu penasaran.

"Nanti kau juga tahu."

Nicko tersenyum, dia berjalan lebih dulu ke arah pintu masuk rumah Diara, sedangkan sang pemilik rumah masih kebingungan.

"Apa sih Nicko ini?" batin Diara.

Dia segera menyusul Nicko, sebab sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh pria itu.

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!