Suara klakson terdengar begitu nyaring di indra pendengaran saat beberapa pengendara membunyikan klakson sebagai teguran kepada para pengendara yang berada paling depan jika lampu merah telah berganti menjadi lampu hijau membuat kendaraan berlalu begitu saja.
Bocah dengan pakaian lusuh dan terdapat kotoran debu yang membuat pakaian itu terlihat sangat kotor serta beberapa lembar koran yang ada di pelukannya. Bocah itu terlihat menepi di pinggir jalan tepatnya di bawah lampu merah sambil menyandarkan tubuhnya di sebuah tiang lampu.
Pandangannya menatap ke arah lampu merah dengan harapan agar lampu hijau itu berubah menjadi lampu merah. Bocah berusia 10 tahun itu memiliki kulit yang berwarna sawo matang, ini tanda bukti bagaimana sadisnya panas terik matahari membakar permukaan kulit bocah itu hingga berhasil merubah warna kulit asli bocah itu.
Kini lampu hijau itu berubah menjadi warna orange hingga berubah menjadi merah. Hingga kendaraan yang begitu banyak terhenti menanti lampu hijau dan inilah yang menjadi kesempatan bagi bocah lelaki yang menggunakan topi berwarna biru itu yang agak kebesaran di kepalanya.
Ini bukanlah topi milik dirinya sendiri melainkan topi ini ia dapat di jalanan. Mungkin saja pemiliknya tidak sadar jika topinya itu terjatuh ke aspal namanya Bastian. Ya bocah bertubuh agak kurus dengan penampilan begitu gagah. Anggap saja bocah itu adalah tulang besi. harus punya banyak ketahanan tubuh untuk menghadapi dunia ini.
Perlu kalian ketahui lagi jika bocah itu bernama Bastian. Ya bocah itu adalah pria yang berada di dalam mobil itu. Bastian dulunya adalah seorang bocah miskin yang setiap harinya harus menjual koran pada para pengendara bermobil maupun bermotor.
Kini kegiatannya dahulu seperti apa yang ia lakukan sekaranh yang sedang menawarkan beberapa koran beserta beberapa bungkus tissue kepada para pengendara bermotor dan bermobil. Ia mendatangi mobil ke mobil dan beberapa kendaraan lainnya mengharapkan seseorang bisa membeli beberapa koran dan juga tisu yang ada di pelukannya.
"Bapak mau baca koran? Korannya sangat bagus. Ada berita yang sempat viral berada di koran ini."
Itu yang Bastian katakan pada seorang lelaki berkumis tebal yang berada di dalam mobil sambil memegang setir mobilnya. Pria berkumis tebal itu menatap risih serta sinis ataupun tidak suka kepada Bastian yang masih berdiri di depan kaca jendela mobilnya.
"Bapak mau beli?" tawar Bastian lagi lalu tak berselang lama pria berkumis tebal itu menggerakkan jemarinya berusaha untuk mengusir Bastian.
"Harganya tidak mahal, kok pak nanti ada potongan harga," jelas Bastian tidak mudah menyerah.
"Tidak, tidak!" jawabnya dengan ketus tanpa menoleh menatap Bastian.
"Harganya cuma sepuluh ribu dua, ini sudah harga yang paling murah, pak. Kalau bapak beli di toko harganya lebih mahal."
Pria itu menatap sekilas lalu memasang wajah kesal.
"Sudah kubilang aku tidak mau. Sana pergi!" usir pria itu lalu menaikkan kaca jendela mobilnya membuat Bastian menghela nafas panjang.
Dasar pria pelit. Memangnya dia tidak tahu jika bocah seperti ini sangat membutuhkan yang namanya uang. Ataupun mungkin saja pria tua itu memiliki hati seperti batu yang tidak memiliki rasa simpati sesama manusia. Mungkin seperti ini sebagian orang yang tinggal di Jakarta, tidak semuanya tapi hampir sama rata. Bagi Bastian tak ada lagi manusia yang berhati baik seperti malaikat yang datang dan memberikannya uang banyak. Ya sepertinya malaikat yang asli juga tidak akan melakukannya.
"Bu, ibu mau beli tisu atau koran?" tawar Bastian pada seorang wanita yang masih berada di dalam mobilnya.
Wanita itu tak menjawab. Ia terlihat menatap Bastian sejenak lalu meraih beberapa lembar uang dan langsung menjulurkan ke arah Bastian.
Baru saja Bastian ingin meraih uang itu tiba-tiba dengan sengaja wanita itu melepas pegangannya dari ujung lembaran uang hingga uang itu terjatuh ke aspal membuat Bastian dengan cepat menunduk untuk meraih uang itu.
Setelah ia bangkit ia bisa melihat jika kaca mobil wanita itu telah ditutup dengan rapat hingga Bastian tak mampu lagi melihat sosok wanita itu seperti tadi. Bastian tersenyum melihat lembaran uang yang nilainya tidak terlalu besar telah berada di dalam genggaman.
Bastian mengetuk-ngetuk permukaan jendela kaca mobil yang begitu sangat gelap dan hanya menampakkan pantulan wajahnya di sana. Tak berselang lama mobil itu melaju pergi meninggalkan Bastian yang kini dengan cepat berlari ke sirin jalan setelah mengetahui jika lampu yang berwarna merah itu telah berganti menjadi warna hijau dan itu berarti Bastian harus kembali berdiri di bawah tiang lampu merah.
Bastian memasukkan beberapa lembar uang ke dalam saku celananya. Ya seperti biasa seseorang memberikan uang secara percuma. Mungkin saja wanita itu mengira jika ia ingin meminta-minta sama seperti beberapa orang dewasa yang sedang menjulurkan jemari tangannya meminta uang kepada para pejalan kaki maupun para pengendara yang lain sambil memainkan musik yang terbuat dari penutup lombok botol lebih tepatnya adalah pengamen.
Di sini ada begitu banyak pengamen jalanan yang tak terhitung jumlahnya bahkan ada beberapa orang yang tidak berasal dari Jakarta asli melainkan dari beberapa daerah yang datang sengaja ke Jakarta hanya untuk mengamen atau meminta-minta kepada orang yang ada di sini.
Mungkin mereka pikir orang Jakarta kebanyakan adalah orang kaya tapi sepertinya bagi Bastian itu tidaklah benar bahkan banyak orang Jakarta yang hidupnya seperti yang sekarang Bastian rasakan. Hidup melarat dan menghabiskan waktunya di bawah terik panas matahari.
Jangan ragukan lagi bagaimana kehidupan Bastian yang setiap harinya penuh dengan kelelahan. Lihat saja sekarang cucuran keringat yang membasahi wajahnya tidak menghiraukan atau menurunkan rasa semangatnya. Ketika lampu merah berubah menjadi warna hijau dia kembali melakukan aksinya dengan menawarkan beberapa koran dan juga tisu pada pengendara yang sedang menanti lampu hijau.
Bukan hanya Bastian seorang diri yang melakukan hal ini seperti menawarkan koran atau tisu kepada orang-orang tetapi ada begitu banyak anak-anak yang melakukan hal ini. Bukan hanya ada satu tapi Bastian pernah menghitungnya sekitar ada 30-an anak.
Kaki yang tak menggunakan alas kaki itu harus dipaksakan menyengat panasnya terik matahari yang membakar permukaan aspal bersamaan dengan telapak kakinya yang perlahan menebal. Mungkin ini menyakitkan bagi kulit tebal yang terdapat sedikit pecah-pecahan di bagian tumit kaki dan bagi Bastian ini sudah sangat biasa bagi sosok anak sepertinya.
Mengeluh bukanlah bagian dari dirinya karena sesungguhnya keadaan yang penuh dengan kepahitan ini memaksakan bocah sepertinya itu harus lebih kuat dari umurnya yang masih terbilang masih kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments