Anak Bak Dewa
Kanaya sedang membersihkan rumah, terlihat tangannya yang memegang sapu. Konsentrasi Kayana teralihkan ketika melihat anaknya yang berusia enam tahun itu sibuk mengetik menggunakan laptop miliknya. Karena rasa penasaran, Kanaya mengintip sedikit. Rendy selalu tidak mau lepas dari laptop kesayangannya. Betapa terkejutnya Kanaya ketika melihat apa yang dilakukan anaknya.
"Rendy!! Apa kau sudah gila? Kau mau ditangkap polisi? Kenapa kau membobol sebuah perusahaan?" teriak Kanaya dengan amarah meluap-luap. Ini bukan pertama kali anaknya melakukannya, tetapi Kanaya tetap merasa khawatir.
"Jangan bersikap berlebihan, Ma. Aku hanya sedang belajar." Jawab Rendy dengan santai sambil menutup laptopnya karena sadar Kanaya melihatnya.
Kanaya berlari menutup pintu, berharap tidak ada yang datang dan melihatnya. Dia lalu menarik tangan mungil anaknya menjauh dari sana. "Aku jelas melihatmu mengotak atik berkas sebuah perusahaan. Apa namanya jika bukan pembobolan?" ucap Kanaya masih penuh amarah.
"Tenang, Ma. Tidak akan ada yang bisa menemukan Rendy. Lihat saja, sampai saat ini belum ada polisi yang datang ke sini. Kita masih aman. Yang jelas, mama nanti dapat uang." Jelas Rendy dengan tersenyum ke arah Kanaya.
Mau tak mau, Kanaya hanya bisa menghela nafas kasar. Dia terkejut hingga lupa anaknya ini luar biasa. Bisa menghasilkan uang dengan cara membobol sebuah perusahaan. Tetapi yang membuat Kanaya bingung, darimana Rendy dapat kemampuan seperti ini. Kanaya sendiri, tidak tahu apapun menyangkut komputer.
"Apa kau mengikuti kepintaran Ayahmu?" ucap Kanaya perlahan tetapi anak kecilnya itu mempunyai indra pendengaran yang tajam sehingga bisa mendengarnya.
"Sudah pasti aku mengikut, Papa. Mama kan tidak tahu cara membobol perusahaan?" ejek Rendy dengan tersenyum.
"Kau meremahkan diriku?" tanya Kanaya menatap lekat wajah anaknya.
"Tidak, aku hanya mengatakan kebenarannya saja." Jawab Rendy seketika sambil berjalan mengambil laptopnya lalu menuju kamarnya.
Kanaya hanya bisa mengepal kedua tangannya melihat sikap anaknya. Seketika, dia mengelus dada. Berdebat dengan Rendy sudah menjadi makanan baginya setiap hari. Kanaya terpaksa membesarkan Rendy seorang diri karena dia sendiri tidak tahu siapa ayah dari Rendy. Kejadiannya begitu cepat sehingga Kanaya tidak lihat jelas laki-laki yang merampas kehormatannya.
Kejadian ini sudah enam tahun lalu, dimana Kanaya yang merupakan pegawai hotel dijebak hingga terpaksa melayani seorang laki-laki yang tidak di kenal. Setelah kejadian itu, Kanaya kembali ke desa menenangkan diri dan membesarkan Rendy dibantu ibunya.
"Hufft. Rendy tidak terlihat mirip denganku walau aku yang melahirkannya. Apa dia mengikut ayahnya?" ucap Kanaya yang kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Malam harinya, keluarga Kanaya sedang menikmati makan malam. Seperti biasa, Kanaya lebih dulu bertengkar dengan Rendy soal makanan. Ibu Kanaya hanya tersenyum melihatnya.
"Kalian lebih cocok seperti kakak beradik?" sahut Ibu Kanaya dengan tersenyum menatap wajah cucunya.
"Rendy, Ma. Tidak mau mengalah padaku." adu Kanaya sambil menjulurkan lidah ke arah samping dimana Rendy duduk.
"Mama juga tidak mau mengalah dengan anaknya?" ucap Rendy dengan wajah gemas sambil melipat kedua tangannya, cemberut.
"Rendy cukup pintar, sayang kalau hanya sekolah di desa nanti. Apa tidak sebaiknya, Rendy di sekolahkan khusus untuk anak genius?" tanya Ibu Kanaya sambil menyuap dirinya dengan nasi.
"Apa, Ma?" ucap Kanaya, kurang mengerti.
"Umur Rendy sudah genap enam tahun. Sebentar lagi, ia pasti akan masuk sekolah. Apa tidak sebaiknya kau memikirkan sekolah mana yang cocok dengan Rendy?"
"Kenapa bertanya seperti itu? Sudah jelas dia lebih cocok sekolah di desa. Kita tidak perlu repot-repot mendaftarkannya." jawab Kanaya.
"Tidak, Kanaya. Rendy ini anak pintar, diusianya yang tergolong anak kecil, dia sudah bisa menulis, membaca, bahkan sampai memakai laptop dan menghasilkan uang. Kenapa kamu tidak pikirkan sekolah yang lebih cocok dengannya?" protes Ibu Kanaya yang menatap tajam ke arah Kanaya. Mau tak mau, Kanaya tidak bisa membela diri melihat mata ibunya.
"Benar, Nek. Rendy sudah punya pilihan." sahut Rendy menyela pembicaraan.
"Apa? Jangan bilang jika kau sampai meminta sekolah yang mahal-mahal? Aku tidak punya uang banyak." ucap Kanaya dengan cepat.
"Katakan saja, Rendy. Nanti biar nenek yang memaksa mama mu untuk menurut." ucap ibu kanaya dengan wajah antusias.
"Rendy tadi sempat membaca di internet, sekolah yang ada di kota. Nama sekolahnya, Academy school. Walau terdengar aneh, sekolah itu khusus untuk anak pintar dan kaya raya." jelas Rendy.
"Nah, kau sudah tahu. Sekolah khusus untuk orang kaya, tidak mungkin kau bisa masuk. Ingat, Rendy. Kita ini berasal dari keluarga miskin dan tinggal di desa." ujar Kanaya seketika.
"Tidak begitu juga, sekolah itu menyediakan beasiswa khusus bagi anak yang cerdas. Rendy sudah ikut ujiannya dan berhasil masuk." Ucap Rendy yang membuat Kanaya terkejut. Anaknya selalu melakukan hal tanpa membicarakan dulu dengannya.
"Tunggu sebentar! Kenapa kau tidak minta persetujuanku dulu?" Protes Kanaya.
"Mama pasti akan setuju." ucap Rendy dengan santai sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Itu bagus. Kapan Rendy akan masuk sekolah?" tanya Ibu Kanaya yang senang mendengarnya.
"Dua hari lagi, Nek. Besok, aku dan mama akan ke kota dan tinggal disana. Nenek baik-baik di sini." ucap Rendy yang terdengar dewasa sekali.
"Hei anak kecil, kau tahu berapa umurmu? Jangan membuatku tertawa, Yah. Apa kau punya uang untuk tinggal di kota? Kebutuhan disana cukup tinggi. Aku juga tidak punya pekerjaan dan kau tahu..." Kanaya terpaksa berhenti mengomel ketika Rendy mengeluarkan kartu atm dan meletakkannya di atas meja. Kedua bola mata Kanaya terbelelak. Dirinya saja tidak punya kartu atm, bagaimana bisa anaknya memilikinya?
"Kau mencuri darimana?" tanya Kanaya menuduh.
"Rendy tidak mencuri. Beberapa hari lalu, Rendy mendaftar online untuk dapat kartu atm lewat ktp mama. Baru tadi pagi, Rendy dapat kartunya. Isinya juga sudah lumayan, Rendy dapat trasferan tadi dari klien Rendy." jelas Rendy yang sedikit membuat Kanaya pusing dan bingung. Tetapi, itu tidak penting. Bagi Kanaya, uang jauh lebih dibutuhkan saat ini.
"Rendy, terima kasih banyak. Kau sudah pasti anak Mama." ucap Kanaya mengambil kartu atm yang tergeletak di atas meja. Rendy hanya tersenyum sambil berguman di dalam hati.
'Aku pasti menemukanmu, papa.' guman Rendy di dalam hati.
Ketika semua orang tidur, Rendy terbagun tengah malam. Membuka laptop dan mulai mencari mangsa. Ada sebuah perusahaan yang mengundang rasa penasaran Rendy. Bintang Group begitu sulit untuk dibobol. Rendy pernah mencobanya dan malah laptopnya kemasukan banyak virus. Sudah laptop rusak, Rendy juga mendapat omelan dari mamanya yang tidak kenal capek marah-marah.
"Bintang Group, sebentar lagi aku akan membuat perusahaanmu bangkrut." ucap Rendy seketika yang sibuk mengotak atik laptopnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Anung Andarsih
aku mampir thor...
2023-01-11
1