Di depan gerbang sekolah Rendy, Kanaya terkejut melihat sekolah mahal nan megah. Dia lalu menatap wajah anaknya, belum percaya sama sekali.
"Rendy yakin mau sekolah di sini?" tanya Kanaya memastikan. Kanaya sadar, sekolah ini bukan tempat yang baik untuk anaknya yang hanya sebagai anak miskin.
"Iyaa, Ma. Rendy janji akan belajar dengan giat sampai bisa membuat mama bangga." ucap Rendy terdengar dewasa sekali.
"Baiklah, kalau begitu mama pulang. Kau belajar dengan baik, jangan jadi anak nakal dan suka mencari masalah. Ingat!" kata Kanaya sambil memutar balik motor temannya.
"Mama ada urusan setelah mengantarku?" tanya Rendy sambil memegang pegangan tasnya.
"Mama mau melihat kafe milik kakek yang sudah lama tidak beroperasi. Jika tempatnya masih aman, mama rencana mau membukanya kembali. Kiti butuh uang banyak selama tinggal di kota. Tidak ada yang tahu seperti apa kehidupan di sini." jelas Kanaya memberitahu Rendy.
"Baiklah, sepulang sekolah nanti Rendy menemui mama di tempat kakek." ucap Rendy yang berlari masuk ke sekolah barunya. Kanaya menjadi bingung, dia tidak memberitahu letak kafenya dan Rendy ingin menyusulnya.
"Ya sudah, nanti dia juga akan pulang ke kosan dan mencariku." ucap Kanaya yang bergegas menemui teman lamanya.
Brum.. Brum... Brum...
Motot beat milik teman Kanaya berhasil sampai dengan selamat di depan kosannya. Temannya merasa lega, motornya tidak dibuat rusak oleh Kanaya.
"Motorku baik-baik saja kan?" tanya Riani, teman semasa Kanaya masih bekerja di hotel.
"Tentu saja, tidak. Aku masih tahu diri kalau meminjam."
"Ha, jangan salah paham dulu. Kau pernah membuat motorku penyok dan malah tidak mau ganti rugi. Ngegas lagi kalau bukan kamu yang salah." tunjuk Riani mengingatkan Kanaya kejadian lima tahun lalu.
"Sudah. Tidak perlu bahas masa lalu, semua itu tidak penting. Ayo kita ke tempat kafe ayahku." ucap Kanaya yang membuat Riani dengan cepat menaiki motornya. Kalau tidak, Kanaya bisa-bisa meninggalkan dirinya.
"Pelan-pelan yah, ini motor baru!" perintah Riani sambil menepuk pundak Kanaya.
"Iya dan jangan banyak gerak atau kita bisa memeluk jalan dengan mesra." ucap Kanaya yang menangcap gas menuju kafe milik ayahnya.
Tidak butuh waktu lama, mereka berdua berhasil sampai. Kanaya turun dari motor sambil memperhatikan kafe milik ayahnya yang sudah terlihat tua.
"Apa kafe masih bisa beroperasi?" tanya Kanaya berjalan memeriksa setiap sudut ruangan kafenya.
"Masih bisa selama di perbaiki terlebih dulu. Ganti bagian yang berlubang dan buat kursi baru. Pasti tambah keren." usul Riani yang ikut masuk memperhatikan tiap sudut kafe.
"Baiklah. Aku tinggal bilang kepada Rendy nanti."
"Kenapa harus memberitahu anakmu? Ini kan urusanmu, bukan urusan anak kecil." kata Riani dengan tatapan bingung.
Kanaya berbalik dan tersenyum sinis. "kau tidak tahu saja seperti apa anakku itu. Walau usia dan tubuhnya sangat kecil, tetapi otaknya begitu cerdik. Kau pasti tidak percaya jika aku mengatakan Rendy bekerja dan bisa menghasilkan uang banyak." jelas Kanaya dengan bangga.
"Apa? Bagaimana caranya?" tanya Riani dengan wajah terkejut.
"Kejadian lima tahun lalu membawa berkah juga. Anak yang aku hasilkan tumbuh dengan pintar, bahkan dia bisa membobol sebuah perusahaan. Jangan bilang ke siapa-siapa, mengerti?" bisik Kanaya sambil memperhatikan sekeliling takut ada yang mendengarkan.
"Iya-iya." ucap Riani dengan kepala mengangguk peelahan walau masih syok.
Waktu terus berputar, Rendy keluar dari gerbang sekolah. Dia tidak melihat Kanaya datang menjemputnya. Sementara semua teman sekelasnya dijemput oleh orang tua mereka.
"Mama pasti sibuk. Aku tidak apa jika pulang sendiri. Tinggal memesan taksi dan pulang ke rumah." ucap Rendy dengan santai sambil menarik jam tangan eloktroniknya yang bisa di gunakan untuk berbagai keperluan sama seperti ponsel Kanaya.
Setelah memesan taksi, Rendy lalu melacak lokasi Kanaya dari jam tangannya. Tanda merah muncul seketika membuat Rendy paham dimana Kanaya berada sekarang. "Akhirnya ketemu, aku segera ke sana, Ma." ucap Rendy dengan tersenyum.
Taksi yang dipesan sudah datang, Rendy segera naik seorang diri membuat sopir taksi terkejut. Dia sampai keluar dari mobilnya dan mencari kedua orang tua Rendy.
"Paman, kenapa kita tidak jalan?" tanya Rendy sambil menurunkan kaca jendela mobil.
"Orang tuamu mana? Kenapa mereka tidak ada?" tanya pak sopir yang terus mencari.
"Maaf, pak. Aku tidak punya papa dan mamaku sibuk bekerja. Aku tidak mau membuatnya repot. Tolong ya, antar aku pulang sekarang atau dia akan merasa khawatir nanti." jelas Rendy.
Pak Sopir merasa ragu, dia lalu kembali ke dalam mobil sambil memperhatikan Rendy dari balik kaca depan. "Apa kau punya uang, Nak?" tanya pak sopir seketika. Rendy dengan cepat menarik uang dari saku celananya lalu memperlihatkannya kepada pak sopir.
"Jaraknya berkisar lima kilo meter, cukup dekat. Aku bisa sampai dalam lima belas menit jika keadaan jalan tidak macet. Dan untuk menggunakan motor, tidak butuh waktu lima menit. Untuk itu, aku bisa membayar bapak dengan uang dua puluh ribu. Ini sudah lebih dari cukup kan?" jelas Rendy seketika yang membuat pak sopir membuka mulutnya karena terkejut. Anak seusia Rendy pintar sekali menghitung.
"Iy.. Iya." kata pak Sopir terbata-bata. Dia lalu menyalakan mesin mobilnya lalu bergehas pergi.
Di tengah jalan, taksi yang di tumpangi Rendy terbawa macet. Rendy masih diam di tempat duduknya, tetapi ketika menoleh ke kanan jalan, dia melihat mobil presdir lewat. Dia pun memutuskan untuk mengikutinya.
"Pak, arah tujuan aku ganti. Tolong ya, ikuti mobil dengan plak DD 12344!" perintah Rendy.
"Memangnya, anda kenal dengan orang di dalam mobil itu?" tanya pak sopir yang merasa ragu.
"Iya, aku kenal. Bapak ikut saja dia, nanti aku tambahkan uangnya lima puluh ribu. Lumayan pembeli air minum." ujar Rendy yang membuat sopir taksi bersemangat. Dia lalu mengikuti mobil presdir Gilang.
Mereka di bawa ke sebuah gedung mewah yang berada di tengah kota. Rendy lalu turun setelah membayarnya. Rendy berlari mengikuti Gilang yang masuk ke dalam gedung bersama tunangannya.
"Aku harus mencari tahu tentang papa!" ucap Rendy.
Di gedung itu, tidak sembarang orang bisa masuk. Ketika berada di pintu masuk, semua orang di periksa. Hanya orang yang membawa tiket masuk yang di perbolehkan masuk. Karena Rendy tidak punya apapun, dia menyelinap masuk dengan bantuan sepasang kekasih yang kebetulan berbaris. Pelayan di sana mengira jika Rendy anak dari sepasang kekasih tersebut, terlebih Rendy berdiri di belakang mereka.
Setelah berhasil masuk, Rendy belum bisa bernafas lega. Dia harus mencari keberadaan Gilang yang sudah tidak terlihat. Terlebih, pengawas cctv di gedung ini begitu ketak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments