Kanaya berlari, berniat mencari anaknya yang mendadak pergi tanpa memberitahu dirinya. Yang dia tahu, Rendy pasti menuju kafe Wins karena Rendy bertanya letaknya sebelum pergi.
"Kemana anak itu?" ucap Kanaya yang panik dengan terus memutar bola matanya mencari keberadaan Rendy di dalam kafe. Karena tidak terlalu fokus, Kanaya tanpa sengaja menabrak tunangan presdir sombong yang berdiri dengan tiba-tiba.
Brak..
Kanaya mundur beberapa langkah sambil memegang kepalanya yang terbentur. Dia lalu mendongak dan terkejut melihat siapa orang yang menabraknya. "Kau lagi?" tunjuk Kanaya dengan memutar bola matanya, malas melihat orang di depannya.
"Hei, apa kau sejauh ini mengikuti diriku dan tunanganku?" ucap Friska yang memasang wajah kesal.
"Aku datang ke sini, tidak ada urusan dengan kalian. Sebaiknya menyingkir, aku mau lewat." ucap Kanaya yang berniat pergi dari sana, tetapi tangan Friska menghalangi dirinya.
"Jangan harap datang ke sini mencari masalah denganku, kemudian berniat untuk pergi. Kau tidak akan bisa keluar dari sini." Titah Friska dengan sorot mata tajam. Gilang, asistennya dan sekertarisnya hanya diam memperhatikan.
"Apa kau terobsesi dengan tunanganku?" tanya Friska tiba-tiba, membuat Kanaya membulatkan matanya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Aku? Menyukai presdir sombong ini? Tidak salah? Dia bukan tipe ku." ucap Kanaya sambil menunjuk Gilang yang tidak jauh darinya.
"Serius?" tiba-tiba seorang laki-laki muncul dengan tertawa juga mendengar pernyataan Kanaya.
"Apa wajahku tampak bercanda?" jawab Kanaya dengan menoleh menatap laki-laki tersebut.
"Ha ha ha, ini nih perempuan langkah. Dari sekian banyaknya gadis, baru kali ini ada orang yang menolak Gilang terang-terangan. Aku pikir, tidak akan ada yang menolak sang presdir tampan kita." ucap Alvin masih tertawa mengejek.
"Alvin, diam!" ucap Mizuki, sekertaris Gilang.
"Kau akan kehilangan pekerjaan, Vin." tambah Reyhan, asisten Gilang.
"Kau sepertinya sudah lelah bekerja Alvin. Apa mau aku beri cuti seumur hidup?" ucap Gilang dengan tatapan dingin tetapi bisa membuat Alvin menutup mulutnya seketika.
"Aku hanya bercanda, Lan. Jangan di masukkan ke hati, nanti aku adu ke nenek loh." bujuk Gilang.
Kanaya lelah mendengar pembicaraan yang tidak berguna. Yang penting saat ini, menemukan Rendy dan membawanya kembali lalu tidur dengan nyenyak. "Permisi, yah. Aku harus pergi, banyak urusan soalnya." ucap Kanaya yang bergegas meninggalkan tempat tidak dia sukai.
Friska benar-benar emosi, dia ingin menahan Kanaya tetapi tangan Gilang dengan cepat menariknya. "Sudah, biarkan saja. Dia hanya orang tidak penting yang tidak berguna." ucap Gilang kembali duduk di tempatnya.
"Kau diam saja membiarkannya, apa kau tidak dengar dia merendahkan dirimu. Dia hanya pura-pura tidak menyukaimu padahal jelas sekali dia datang ke sini karena mengikuti kita. Dia malu mengakuinya karena tertangkap basah." Jelas Friska memasang wajah cemberut.
"Tetapi, dia terlihat mencari seseorang. Bisa saja kan, temannya secara kebetulan berada di kafe ini." usul Reyhan.
"Jangan mudah percaya, Rey. Kau sepertinya mudah sekali di bodohi. Pantas, masih jomblo sampai sekarang." sahut Friska dengan tersenyum mengejek.
Suasana kembali hening, tidak ingin menambah pembicaraan Friska yang nantinya akan semakin memanas. Sejujurnya, keluarga Gilang tidak setuju jika Gilang bertunangan dengan Friska. Mulutnya yang ceplas ceplos, mudah sekali untuk mengejek orang lain. Dia juga sering bicara terus terang kepada Reyhan, Alvin, dan Miziku padahal mereka bertiga adalah keluarga Gilang.
Di luar kafe, wajah Kanaya pucat tidak kunjung menemukan Rendy. "Rendy, kau ke mana sih? Kenapa membuat mama tersayangmu capek dan lelah terus berputar?" ucap Kanaya dengan suara perlahannya melihat semua orang keluar masuk ke kafe Wins.
"Mama.." teriak seorang anak yang bersuara seperti Rendy. Kanaya menoleh dengan cepat, tersenyum dan langsung berlari menghampiri Rendy yang berada di pinggir jalan dengan laptop di tangannya.
"Rendy.. Kau tidak terluka kan?" tanya Kanaya sambil memeriksa tubuh anaknya.
"Tidak, Ma. Maaf yah, Rendy lama."
Ekspresi khawatir Kanaya berubah menyeramkan setelah tahu anaknya baik-baik saja. 'Ya ampun, aku akan di marahi lagi.' guman Rendy yang sudah paham dengan perubahan wajah Kanaya.
"Hei, anak nakal. Kau tahu pergi keluar malam sendirian, sangat bahaya. Kalau kau di culik, di ambil ginjalmu, hatimu..." Kanaya tidak berhenti mengomel di tepi jalan, tanpa sadar jika Gilang mengamati mereka berdua dari dalam mobilnya.
"Kenapa aku merasa tidak asing dengannya?" tanya Gilang seketika. Suara klakson dari belakang mobil Gilang, membuatnya segera pergi dari sana. Begitu pun dengan Rendy, dia langsung pulang bersama mama nya.
Keesokan Harinya..
Kanaya bangun lebih pagi, menyiapkan bekal untuk Rendy, tidak lupa pula menyiapkan semua barang-barang yang akan di pakai Rendy. Rendy keluar dari kamar mandi, langsung memakai pakaian yang Kanaya siapakan di atas meja. "Rendy, jangan lupa belajar dengan rajin. Kau tahu kan, itu sekolah termahal di kota ini. Sia-sia kalau kau hanya datang untuk bermain di sekolah itu." ucap Kanaya sambil menyiapkan roti untuk anaknya makan.
"Mama terdengar khawatir,"
"Tentu saja, siapa yang tidak terkejut mendengar anaknya di terima di sekolah mahal itu. Aku sendiri tidak menyangka." ucap Kanaya tersenyum penuh bangga.
"Iya, mama tidak menyangka karena aku cukup pintar bahkan lebih pintar dari mama. Mungkin karena aku mengikuti papa." Jelas Rendy dengan memakan roti yang sudah di balut dengan selesai nanas.
"Apa untungnya jika dirimu mirip dengan papa mu, kita bahkan tidak tahu seperti apa wajahnya."
"Tentu saja ada, Ma. Aku mirip papa, maka kita bisa mencari papa. Kalau dia nanti tidak percaya, aku siap melakukan tes DNA." Kata Rendy dengan sangat yakin.
Kanaya menepuk meja membuat Rendy kaget. Dia dengan cepat menelan rotinya. "Berhenti berkata seperti itu, kita berdua sudah hidup bahagia sekarang. Tanpa papa mu, aku bisa merawat dirimu." Ucap Kanaya dengan sedikit raut wajah sedih. Rendy menyadarinya, dia sering mendengar mama nya menjadi objek gosip para tetangga karena hamil di luar nikah. Padahal, Kanaya sebenarnya tidak bersalah. Tetapi keadaan waktu itu yang tidak bisa dia hindari.
'Mama pasti sangat sakit hati karena dianggap anak pembawa aib. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana usaha mama membesarkan diriku. Pasti sangat sulit. Tenang ya, Ma. Aku janji akan membawa papa kembali agar kau tidak menderita sendirian.' guman Rendy menatap lekat wajah Kanaya yang sedang menunduk.
"Ya ampun, Rendy. Kau sudah terlambat, cepat kita pergi." ucap Kanaya yang terburu-buru mengambil tas anaknya lalu membawa Rendy keluar.
"Aku harus mengantarmu, tunggu dulu." Ucap Kanaya sambil menghubungi seseorang. Tidak lama, seorang gadis yang seusia Kanaya datang dengan membawa motor. Kanaya dengan cepat menyuruh temamnya turun lalu mengambil alih.
"Rendy cepat naik, mama antar ke sekolah." Teriak Kanaya sambil menyalakan mesin motornya. Rendy hanya menurut, sementara teman Kanaya hanya bisa menghela nafas kasar.
"Kanaya belum berubah juga," Ucapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments