Ibu Pilihan Aku

Ibu Pilihan Aku

Tawaran Menjadi Pengasuh

Salah satu rumah dipemukiman yang tidak terlalu padat penduduk, seorang gadis sedang mencuci piring di dapur. Ia membersihkan wadah bekas makan sarapan pagi. Ya, rutinitas seperti ini sering dilakukannya karena sejak lulus kuliah tata boga ia hanya menetap di rumah milik kedua orang tuanya 24 jam penuh.

Annisa Aulia, gadis berusia 24 tahun dengan tinggi 160 cm itu bukannya tidak ingin mencari pekerjaan. Namun, kedua orang tuanya melarangnya untuk bekerja jauh dari tempat tinggal asalnya karena khawatir dengan keselamatan putri satu-satunya di keluarga mereka.

Annisa pernah mendapatkan tawaran bekerja di sebuah toko roti namun jarak toko tersebut sangat jauh dari tempat tinggalnya sehingga orang tuanya melarangnya keras. Akhirnya dirinya pasrah di rumah dan hanya menunggu seorang pria melamarnya.

"Kak!" teriak seorang remaja berusia 17 tahun menghampirinya.

"Ada apa?" tanya Annisa ketus.

"Ada cowok tampan!" jawab remaja bernama Geo.

Annisa menautkan alisnya.

"Kak Nisa 'kan suka lihat cowok tampan di hape," celetuknya.

"Di kota ini mana ada cowok tampan seperti para selebritis itu!" Annisa mengoceh.

"Ada, Kak."

"Aku tidak percaya!"

"Ih, Kakak tidak percaya dengan aku!"

"Kamu sering bohong, aku tidak percaya dengan omongan dirimu!"

"Kali ini aku berkata jujur!"

"Yakin?" Annisa menyipitkan matanya.

"Iya, Kak."

"Memangnya di mana kamu lihat cowok tampan itu!"

"Di televisi!"

Annisa mendengus.

Geo tertawa nyengir, "Aku bercanda, Kak!"

"Kamu memang tidak pernah serius!" decak-nya.

Geo kembali menyengir, "Sekarang Kakak buat teh untuk tamu ayah!"

"Berapa orang tamunya?"

"Satu."

"Baiklah, aku akan membuatnya!"

Geo pun berlalu.

Annisa membuatkan 3 cangkir teh buat kedua orang tuanya dan seorang tamu.

Annisa membawa cangkir teh menggunakan nampan, tanpa menatap terlalu lama tamunya ia pun menyajikannya.

"Dia ini putri kami namanya Annisa," ucap Adam memperkenalkan putrinya.

Pria itu hanya mengangguk.

"Nisa, duduklah!" titah Adam.

Annisa pun duduk bersama kedua orang tuanya dan tamunya.

Tanpa sengaja tatapan mata keduanya saling bertemu pandang.

Annisa dengan cepat menunduk dalam hatinya berkata, "Benar juga dikatakan Geo, dia memang sangat tampan."

"Nisa, Nak Azzam ini yang akan membeli rumah Paman Amin," jelas Adam.

Annisa mendongakkan wajahnya, "Hah, apa!" pekiknya.

Pukulan tak terlalu keras mendarat di pahanya, "Kecilkan suaramu itu!" lirih Yuni.

Annisa tersenyum nyengir.

Azzam hanya tersenyum samar.

"Jadi, dia akan menjadi tetangga kita, Yah?"

"Iya."

Annisa tersenyum senang mendengarnya.

"Azzam ini mempunyai dua anak," jelas Adam.

"Jadi, dia sudah menikah," ucap Annisa.

"Iya, saya seorang duda," ujar Azzam.

"Oh."

"Saya juga ingin mencari seorang pengasuh," ungkap Azzam.

"Nisa bisa menjaga mereka," Yuni dengan cepat menyahut.

"Ibu, aku tidak bisa mengurus dan merawat anak-anak," bisik Annisa.

"Ibu yakin kamu bisa," ucap Yuni.

"Jika Nisa mau menjaga dan mengawasi anak-anak, saya akan memberikan gaji sebesar dua juta," ujar Azzam.

"Nisa mau, Nak Azzam!" Yuni malah yang mengiyakan.

"Bu, aku belum setuju," lirih Nisa.

"Kapan kamu akan membeli rumah kakak saya?" tanya Adam.

"Insya Allah, besok saya akan kemari dan membayarnya," janji Azzam.

"Baiklah," ucap Adam.

"Kalau begitu, saya permisi," pamit Azzam beranjak berdiri.

Adam dan Yuni pun berdiri.

"Assalamualaikum," ucapnya.

"Waalaikumussalam," jawab Adam dan Yuni.

Azzam berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di halaman rumah Pak Adam.

"Ibu, kenapa main setuju saja menerima tawaran darinya?" Annisa protes selepas mobil Azzam menghilang dan Adam tidak ada di ruang tamu.

"Daripada kamu menganggur lebih baik bekerja sebagai pengasuh," jawab Yuni.

"Bu, mengasuh anak itu butuh keahlian," terang Annisa.

"Anggap saja, kamu lagi latihan," ucap Yuni asal.

"Bu, aku tidak mau menjadi pengasuh anaknya!" Annisa menolaknya tegas.

"Nisa, ini pekerjaan yang sangat menyenangkan. Rumah kita dengan dia hanya beberapa langkah saja. Kamu tidak perlu mengeluarkan uang untuk beli bensin atau sekedar beli alat make-up tuk memoles wajahmu."

"Bu, bagaimana jika anaknya itu nakal?"

"Kamu harus sabar dan lemah lembut," jawab Yuni.

"Bu, aku tidak sanggup!"

"Nisa, kamu itu gadis yang lemah lembut dan sabar. Buktinya anak tetangga dan para keponakan betah denganmu," ujar Yuni.

"Karena aku sering bertemu dan bermain dengan mereka," jelas Nisa.

"Nah, justru itu lama kelamaan anak-anak itu juga akan nurut denganmu!"

"Bagaimana jika aku tidak betah?" tanya Annisa.

"Ibu yakin kamu pasti betah."

****

Keesokan harinya, Azzam datang dengan dua orang pria dan seorang wanita serta 2 balita.

Azzam lantas memperkenalkan orang-orang yang datang bersamanya.

Selain ayahnya Annisa ada beberapa orang penting yang berpengaruh di lingkungan tempat tinggal Annisa yang akan menjadi saksi jual beli rumah milik pamannya yang sekarang menetap di luar negeri.

Setelah transaksi pembayaran selesai, Azzam memperkenalkan 2 orang putrinya kepada Annisa dan Yuni. "Ini putri pertama saya, namanya Zania," mengelus rambut balita berusia 4 tahun yang tangannya digenggam seorang wanita muda yang merupakan sepupu dari Azzam.

"Cium tangan Bibi dan Nenek, Nia!" titah wanita muda itu dengan lembut.

Zania menarik kasar tangan Annisa dan mencium punggung tangannya dengan wajah ketus.

"Nia, jangan seperti itu!" wanita muda bernama Lili itu mengingatkan.

"Aku tidak suka dia!" Nia berkata tegas.

Annisa terhenyak melihat bocah perempuan yang ada dihadapannya blak-blakan mengatakan tidak suka. Namun, ia mencoba melemparkan senyuman.

"Maafkan dia," ucap Azzam.

"Namanya juga anak kecil, kami maklum. Lama-lama Annisa dan Zania cepat akrab," ujar Yuni.

"Zania sangat cerewet, semoga kamu bisa sabar dalam menghadapinya," tutur Lili.

Annisa tak berkata namun hanya tersenyum.

"Ini adiknya Zania, namanya Zadya!" Azzam memperkenalkan bayi berusia 8 bulan yang digendongannya.

Yuni meraih tubuh balita itu dan menggendongnya, "Cantik!" pujinya.

Zadya memperhatikan wajah Yuni dan melemparkan senyum lucunya.

"Sepertinya Zadya menyukai kami," ujar Annisa sembari melirik Zania yang menurutnya menggemaskan sekaligus menyebalkan.

"Zadya memang lebih cepat akrab dengan orang lain," jelas Azzam.

"Oh begitu," ucap Yuni.

"Kapan kalian akan pindah, Kak?" tanya Lili kepada Azzam.

"Kemungkinan besok atau lusa kami akan pindah," jawabnya.

"Aku tidak mau pindah, Pa!" ucap Zania.

"Kamu harus ikut Papa, Nak!" kata Azzam.

"Aku mau tinggal dengan Oma!" Zania berkata lagi.

"Papa tidak bisa jauh darimu," Azzam berucap dengan lembut.

Annisa sedikit membungkuk lalu berkata, "Jika kamu di sini, Bibi akan mengajakmu bermain. Di belakang rumah ini ada kolam ikan, apa kamu ingin lihat?"

"Tidak!" jawabnya dengan suara tinggi.

Annisa cukup kaget dengan suara lantang balita itu. Ia menarik nafasnya, berusaha tetap tenang.

"Bagaimana kalau Tante ikut melihat kolam ikan bersama kamu?" Lili menawarkan diri kepada Zania.

"Iya, aku mau kalau Tante ikut!" ucapnya.

"Ayo!" ajak Annisa dengan ramah.

Ketiganya pun pergi ke belakang rumah.

"Apa Bibi yakin Nisa bisa mengasuh anak-anak saya?" tanya Azzam pada Yuni.

"Kamu tenang saja, saya yakin Nisa mampu mengasuh mereka," jawabnya.

Byuur...

Diiringi suara teriakan...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!