Bantal Kesayangan (Busuk)

Pukul 7 malam, Azzam baru pulang dari kantor. Di tangan kanannya menjinjing kantong plastik berisi makanan dan tangan kirinya memegang jas kantornya.

Annisa membuka pintu dengan sedikit menundukkan pandangan.

"Apa anak-anak tidak merepotkanmu?" tanya Azzam.

"Tidak, Pak."

"Sebelum pulang, ayo kita makan bersama," ajak Azzam.

"Saya makan di rumah saja, Pak. Lagian di rumah ini orang dewasanya hanya kita berdua takut menjadi fitnah," jelas Annisa.

"Memangnya kita melakukan apa? Hanya sekedar makan malam menemani anak-anak," ujar Azzam.

Annisa menggaruk kepalanya, "Bagaimana mengatakannya, ya?" gumamnya.

"Jika kamu tidak mau, bawa sebungkus mie ini pulang," ucap Azzam.

Annisa mengangguk.

Azzam menyerahkan kantong plastik tersebut, "Tolong salin makanan ku ke piring!" pintanya. "Dan sebungkus lagi kamu bawa pulang," lanjutnya berucap.

"Iya, Pak."

Azzam berjalan ke kamarnya dan Annisa pergi ke dapur.

Annisa melakukan apa yang diperintahkan Azzam kepadanya.

Selesai menyalin mie ke piring, Annisa duduk sembari menunggu Azzam keluar dari kamar di meja makan. Tatapannya terus ke arah jam dinding.

Hampir 20 menit menunggu, akhirnya Azzam menampakkan batang hidungnya di ruang makan bersama kedua buah hatinya.

Annisa dengan cepat berdiri lalu kemudian bertanya, "Apa saya boleh pulang, Pak?"

"Ya, silahkan."

"Permisi, Pak!" Annisa pun berlalu.

Melangkah cepat ke rumahnya dengan membawa sebungkus mie ayam yang merupakan kesukaan ayahnya.

Annisa mengucapkan salam lalu meletakkan bungkusan di meja. "Bu, aku tadi di kasih papanya Zania mie ayam. Jika mau kalian boleh memakannya."

Yuni pun mengiyakan.

Annisa gegas ke kamar mandi membersihkan dirinya. Beberapa menit kemudian ia keluar lalu menjatuhkan tubuhnya di ranjang dan menghembuskan nafas kasar.

"Baru sehari bekerja, lelahnya seperti ini!" gumamnya.

Tok..

Tok..

"Annisa, kamu sudah makan atau belum?" Yuni bertanya dengan sedikit berteriak.

"Belum, Bu."

"Ayo kita makan!" ajak wanita paruh baya itu.

"Iya, Bu." Annisa bergegas membuka handuk yang melilit rambutnya dan menyisirnya.

Annisa keluar dari kamar dengan wajah lelah. Menarik kursi, duduk di samping adiknya.

"Baru pertama kali bekerja, maklum jika mereka capek. Tubuh masih bereaksi dengan kegiatan baru," Adam membuka percakapan.

"Iya, Yah." Annisa mencoba tersenyum walau tipis.

"Jika kamu butuh bantuan, Ibu akan membantumu," ujar Yuni.

"Apa kamu butuh bantuan aku, Kak?" tanya Geo.

"Tidak, kamu hanya membuat pekerjaan ku bertambah!" celetuknya.

Geo memanyunkan wajahnya.

"Ayo makan!" Adam menghentikan perdebatan kedua anaknya.

Selesai makan malam, Annisa kembali ke kamarnya karena sangat lelah dan mengantuk.

Baru saja memejamkan matanya, telepon Annisa berdering dengan cepat ia mengangkat dan menjawabnya. "Halo!"

"Halo, Nisa!"

"Iya, ini siapa?"

"Saya Azzam."

Annisa mendelikkan matanya gegas bangkit dan duduk. "Iya, Pak. Ada apa?"

"Apa kamu melihat bantal kesayangannya Nia?"

"Hah! Apa! Bantal?"

"Iya, bantal bergambar Hello Kitty dan warna juga sudah lusuh," jawab Azzam.

"Saya tidak melihatnya, Pak."

"Katanya kamu yang menyimpannya," tutur Azzam.

"Saya tidak ada yang menyimpannya," ujar Annisa.

"Bisakah kamu kemari membantu saya mencarinya?"

"Hah! Saya ke sana sekarang, Pak?"

"Iya, Zania takkan bisa tidur tanpa bantal itu."

"Baiklah, Pak. Saya akan ke sana!"

Azzam mematikan ponselnya.

"Huft...Ada saja tingkah itu bocah!" gerutunya.

Annisa meletakkan ponselnya, berjalan ke lemari mengambil cardigan berwarna ungu lalu ia pakaikan untuk melapisi baju tidurnya.

Annisa berjalan melewati kedua orang tuanya dan adiknya yang sedang mengobrol di ruang tamu sekaligus ruang televisi.

"Kamu mau ke mana?" tanya Yuni.

"Aku mau ke rumah Zania."

"Kenapa balik lagi?" tanya Adam.

"Papanya Zania menelepon jika Nia mencari bantal kesayangannya. Jadi ku di suruh ke sana untuk mencarinya," jelasnya.

"Oh begitu," ucap Adam di iringi anggukan Yuni dan Geo.

Annisa berjalan ke rumah Azzam yang hanya berjarak 3 rumah dari kediaman orang tuanya.

Annisa menekan bel, tak lama Azzam membukakan pintu.

Annisa pun masuk dan mengucapkan salam.

"Coba kamu ingat, di mana di letakkan bantal Nia," pinta Azzam.

"Kenapa tidak dilihat saja dari kamera pengawas?" tanya Annisa yang juga baru berpikir.

"Kenapa saya baru ingat, ya?" bertanya pada dirinya sendiri.

Annisa menaikkan bahunya.

"Kamu jangan pulang dulu!"

"Iya."

"Tolong kamu gendong Dya!" Menyerahkan putri keduanya.

Annisa menerima Zadya dan menggendongnya.

Azzam ke kamarnya, tak lama kemudian ia membawa laptop dan duduk di ruang tengah bersama kedua buah hatinya dan Annisa.

Azzam memperhatikan layar laptopnya, Annisa berdiri dengan menggendong Zadya.

"Itu dia, Pa!" ucap Zania kegirangan menunjuk layar.

"Kamu yang lupa meletakkannya, tapi kenapa bilang kalau Bibi Annisa yang menyimpannya?"

Zania hanya tersenyum nyengir

Azzam menutup laptopnya lalu berjalan ke belakang sofa yang di ruang tamu, ia memungut bantal kesayangan putrinya yang berada di lantai.

Zania dengan cepat meraihnya dan memeluknya.

"Oh, jadi bantal busuk itu yang dicarinya!" ceplos Annisa.

Azzam dan Zania menoleh menatap ke arah gadis itu.

Annisa gegas menutup mulutnya.

"Ini sangat berharga untukku, Bibi!" Zania tampak tidak suka dengan ucapan Annisa.

"Maaf!"

"Sekarang kamu pergilah tidur!" ucap Azzam lembut agar putrinya tak semakin kesal.

Zania berjalan ke kamarnya.

"Pak, saya hanya....."

"Tidak apa-apa, tak perlu dimasalahkan," Azzam memotong ucapan pengasuh putrinya.

"Apa saya boleh pulang?" tanyanya.

"Oh, ya. Maaf mengganggu waktu istirahat kamu," jawab Azzam.

Annisa hanya tersenyum tipis. "Kalau begitu saya permisi, Pak."

"Nisa!"

Gadis itu menghentikan langkahnya.

"Ehm, jangan panggil saya Pak terkesan terlalu tua," ucap Azzam.

"Lalu saya harus panggil apa?" tanya Annisa.

"Azzam saja."

Annisa tampak berpikir lalu kemudian ia berkata, "Usia kita sangat jauh, tidak mungkin memanggil dengan sebutan nama. Apalagi saya ini pegawai anda."

"Bagaimana jika kamu panggil saya Mas Azzam?"

Annisa tak segera menjawab.

"Kamu tidak suka, ya?"

"Baiklah, saya akan memanggil anda Mas Azzam."

Pria itu tersenyum.

"Kalau begitu, saya permisi!" Annisa pun berlalu.

Azzam menutup pintu lalu kembali duduk dan memangku laptopnya, ia melihat aktivitas Annisa bersama putrinya.

Azzam memperhatikan begitu dalam ketika melihat Annisa duduk di kursi ruang makan dengan tangan kanan memegang kepala.

Tak lama, Annisa melipat tangannya di meja untuk menopang wajahnya. Cukup lama gadis itu dalam posisi begitu.

Azzam sengaja menunggu Annisa mengangkat wajahnya.

Dan benar saja 5 menit kemudian, Annisa mengangkat wajahnya dan tangannya menyeka air matanya.

Azzam semakin memperbesar gambar video agar terlihat jelas, "Dia menangis!" gumamnya.

Azzam menutup laptopnya, "Apa dia menyerah menjaga Zania dan Zadya?" batinnya bertanya.

Azzam berdiri membawa laptop ke kamarnya setelah itu ia pergi ke kamar anak-anaknya, membetulkan selimut lalu mengelus rambut keduanya dan mengecupnya. "Papa sangat menyayangi kalian!"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!