Yuni dan Azzam saling pandang dengan cepat keduanya berjalan ke belakang rumah.
Annisa kini berdiri dengan pakaian basah, hingga menampakkan lekuk tubuhnya.
Zania tak hentinya tertawa.
Lili seperti kebingungan karena jadi merasa bersalah.
"Apa yang terjadi?" tanya Azzam.
"Zania mendorong Nisa ke kolam, Kak." Jelas Lili.
"Nia!" bentak Azzam.
Zania terdiam, menundukkan kepalanya dan mulai menangis.
"Saya tidak apa-apa, kok. Dia tak sengaja," Nisa berkata berbohong berjalan mendekati Zania.
"Cepat minta maaf!" perintah Azzam.
"Aku tidak mau!" Zania malah berlari ke arah depan rumah.
Azzam lantas mengejar dan meraih tubuh putri pertamanya lalu menggendongnya. "Maafkan Papa, sayang!"
Nia menangis sesenggukan di bahu papanya.
"Dia yang akan menjagamu dan Zadya selama papa bekerja," jelas Azzam lembut.
"Aku mau mama, Pa." Isaknya.
"Sudah berapa kali Papa bilang, jangan pernah tanyakan mama kamu!" Azzam menjelaskan dengan lembut.
"Aku rindu mama, Pa."
Azzam menghela nafasnya.
"Aku tidak mau tinggal di sini!" ucapnya lagi.
"Papa yakin suatu hari kamu akan betah tinggal di sini."
Yuni dan Lili datang menghampiri papa dan anak itu.
"Bibi, sampaikan permintaan maaf saya kepada Nisa atas perlakuan Nia kepadanya," ujar Azzam.
"Saya akan sampaikan," ucap Yuni.
"Kalau begitu kami pamit," Azzam mengambil alih gendongan Zadya dari wanita berusia 52 tahun itu.
Yuni mengiyakan.
"Assalamualaikum," ucap Azzam dan Lili sebelum pergi.
"Waalaikumussalam," jawab Yuni.
Annisa keluar dari kamar setelah berganti pakaian.
"Mereka sudah pulang," ujar Yuni melangkah ke dapur.
Annisa mengikuti ibunya, "Belum bekerja, aku telah dibuat begini."
"Kamu harus sabar, dia hanya butuh kasih sayang seorang ibu maklum kedua orang tuanya telah berpisah," terang Yuni.
"Tapi, aku bukan ibunya."
"Anggap saja kamu ibunya," ujar Yuni.
"Ibu ini selalu ngomong anggap saja!"
"Nisa, kalau bekerja itu harus ikhlas pasti pekerjaanmu akan menjadi lebih ringan."
"Bagaimana jika tidak sanggup?"
"Ibu yakin kamu itu wanita yang lemah lembut dan sabar," jawab Yuni tersenyum.
Sementara itu, Azzam dan keluarganya masih dalam perjalanan. Zania duduk di kursi penumpang sebelah papanya.
"Papa tidak mau kamu melakukan hal seperti tadi!" Azzam mengingatkan putrinya.
"Iya, Pa."
"Apa Kakak yakin jika Annisa bisa menjaga dan merawat mereka?" tanya Lili.
"Aku juga tidak tahu, semoga Annisa mampu bertahan. Karena sangat sulit mencari seorang pengasuh," jawab Azzam.
"Kenapa Kakak tidak mencari rumah dekat dengan Paman Harja?" tanya Lili lagi.
"Karena aku tidak mau Tria mengambil anak-anakku, ku berharap kalian tak memberitahu dia."
"Kami janji tidak akan memberitahunya," ucap Lili.
Begitu sampai rumah dan mengucapkan salam, Zania berlari dan memeluk Oma Lita. "Aku tidak mau pindah!"
Lita mengelus rambut cucunya, "Oma akan bicara kepada Papa kamu, ganti pakaianmu dan pergilah tidur."
Zania mengiyakan, lalu berlari ke kamarnya.
Lita berdiri dari tempat duduknya dan mendekati putranya. "Zania tidak ingin pindah, apa kamu tetap dengan keputusanmu?"
"Iya, Ma."
"Jika kamu mau, dekat dari sini ada rumah yang dijual. Tapi, kenapa kamu memilih rumah yang sangat jauh dari kantormu?"
"Ma, aku tidak ingin selalu tergantung pada kalian. Rumah di sini sangat mahal dan ku tak sanggup membelinya. Uangku hanya cukup membeli rumah yang ada di pinggiran kota," ungkap Azzam.
"Tapi, kamu lihat Zania. Dia tak ingin pindah, kamu jangan egois!"
"Ini salah satu cara agar Tria tak mengambil mereka dariku, Ma."
"Dia mamanya, apa salahnya mereka dekat dan bersama?"
"Ma, aku masih sakit hati padanya. Dia berselingkuh dan mengusirku dari rumah itu. Dia juga tak mau mengurus buah hati kami, empat bulan ku berjuang merawat Zania dan Zadya. Sampai sekarang dia tak pernah menanyakan kabar darah dagingnya. Aku takut jika sewaktu-waktu dia datang mengambil anak-anakku!" terangnya.
Lita hanya menghela nafasnya. Penjelasan yang dilontarkan putranya itu memang benar.
"Aku mohon Mama membujuk Zania agar mau pindah," ucap Azzam.
"Mama akan bantu membujuknya, tapi kamu jangan lupa untuk mengunjungi kami," ujar Lita.
"Aku akan sempatkan waktu untuk mengunjungi Mama dan Papa," janjinya.
-
-
Malam harinya...
Zania menikmati makan malam bersama papa, oma dan opanya. Balita 4 tahun itu begitu lahap menikmati makanan kesukaannya.
"Oma ingin tahu seperti apa rumah baru papa kamu," Lita membuka percakapan.
"Opa juga ingin tahu," sambung Harja.
"Rumahnya jelek!" ucapnya ketus dan asal.
"Kata Papa kamu ada kolam renangnya," tutur Lita.
"Iya, tapi aku tidak suka," ucapnya lagi.
"Bukankah kamu senang berenang?" tanya Harja.
"Aku suka berenang, Opa. Tapi, rumah itu terlalu jauh dari sini, ku mau ingin tinggal bersama mama," jawabnya.
"Kita tidak bisa tinggal bersama mama lagi, Nia." Azzam akhirnya bersuara.
"Kenapa, Pa?" tanyanya.
Ketiga orang dewasa itu saling pandang.
"Suatu hari kamu akan mengerti," ucap Azzam.
"Mengerti apa?" tanyanya lagi.
"Nia, habiskan ayam gorengnya!" Lita mengalihkan pertanyaaan cucunya.
****
Keesokan harinya menjelang pukul 10 pagi, Azzam dan beberapa orang yang menyangkut barang-barangnya tiba di rumah miliknya.
Opa dan Oma memandangi rumah pembelian putranya yang tidak terlalu besar namun memiliki halaman depan dan belakang yang cukup luas.
"Kamu yakin tinggal di rumah sebesar ini hanya bersama Zania dan Zadya?" tanya Lita.
"Tidak, Ma."
"Lalu kamu akan tinggal dengan siapa?" tanya Harja.
"Annisa."
"Siapa dia?" Lita bertanya lagi.
"Dia yang akan mengasuh kedua putriku, rumahnya hanya beberapa meter dari sini. Selama aku bekerja mereka berdua akan bersamanya," jelas Azzam.
"Apa kamu yakin dia mampu menjaga anak-anakmu? Apa dia pernah punya pengalaman mengurus dan merawat balita? Apa dia sudah menikah? Tak mudah mengatur dan merawat Nia." Cecar Lita.
"Dia belum punya pengalaman mengurus anak-anak tapi ku yakin dia mampu, Ma."
"Mama takut jika mereka diasuh oleh orang yang tidak memiliki kasih sayang," ujar Lita.
"Percaya padaku, Ma."
Lita menarik nafasnya lalu berkata, "Baiklah, Mama percaya padamu."
"Aku akan memperkenalkan gadis yang akan mengasuh anak-anak pada kalian," ujar Azzam.
Kedua orang tuanya Azzam mengiyakan.
Selesai berberes dan mengisi furniture rumah. Azzam dan kedua orang tuanya berjalan ke arah rumah Annisa dan keluarganya.
Kediaman orang tuanya Annisa hanya berjarak 3 rumah dari rumahnya Azzam.
Begitu sampai Azzam dan kedua orang tuanya mengucapkan salam. "Assalamualaikum!"
Menunggu beberapa detik akhirnya ada jawaban dari sang pemilik rumah. "Waalaikumussalam!" Adam muncul dari arah kamarnya.
Azzam dan kedua orang tuanya melemparkan senyumnya.
"Mari masuk!" Adam membalas senyuman dan mempersilakan tamunya.
Azzam dan kedua orang tuanya lantas duduk.
"Sebentar saya akan panggilkan istri dan membuat minuman," ujar Adam.
"Tidak usah, Pak. Jangan repot-repot, kami juga takkan lama," ucap Harja.
"Saya jadi segan tak menyuguhkan minuman kepada tamu," jelas Adam.
"Kami memang tak berlama-lama, Pak. Zania dan Zadya tidak kami bawa," Azzam turut menjelaskan alasan papanya menolak disuguhkan minuman.
"Baiklah kalau begitu, saya akan panggilkan istri," ujar Adam. Ia lalu pergi ke dapur memanggil Yuni.
Tak lama kemudian ia keluar dengan Yuni, wanita paruh baya memakai khimar.
Adam dan istrinya duduk bersama dengan ketiga tamunya.
"Pak Adam, Bu Yuni, mereka ini kedua orang tua saya," Azzam memperkenalkan Harja dan Lita.
Keempatnya saling mengangguk dan tersenyum.
"Ma, Pa, Pak Adam ini adalah kakak Pak Amin rumah yang aku beli dan putrinya mereka yang akan menjaga Zadya dan Zania," jelas Azzam.
"Di mana dia? Mama ingin bertemu," ucap Lita.
"Annisa baru saja pergi ke pasar," jelas Yuni.
"Apa Mama akan menunggunya?" tanya Azzam.
Lita sejenak berpikir lalu berkata lembut, "Tidak usah."
"Kemungkinan Nisa pulang dari pasar sedikit lebih lama, karena dia lagi bantu sepupunya yang akan mengadakan hajatan," tutur Yuni.
"Kalau begitu, kami pulang saja. Lain waktu juga akan berjumpa," ujar Lita berdiri dari duduknya.
"Ya," ucap Yuni.
Azzam dan Harja juga mengikuti Lita.
"Pak, Bu, kami pamit," ujar Azzam.
"Ya, Nak Azzam," ucap Adam.
"Assalamualaikum," ucap Azzam.
"Waalaikumussalam," jawab Adam dan istrinya.
Ketiganya pun berjalan ke rumah Azzam.
"Gadis yang akan mengasuh Zania dan Zadya yang ada di foto itu?" tanya Lita.
"Iya, Ma."
Ketiganya tadi sempat melihat figura yang terpampang di dinding ruang tamu. Foto Annisa bersama kedua orang tuanya dan adiknya ketika kelulusannya sekolah tata boga.
"Cantik juga," puji Lita.
Azzam hanya tersenyum tipis.
"Kapan kamu dan anak-anak akan pindah ke sini?" tanya Harja.
"Besok, Pa. Tapi kalian juga harus menginap di sini beberapa hari, aku ingin membuat acara sebagai perkenalan kepada tetangga," ungkap Azzam.
"Baiklah, Papa setuju," ucap Harja dan diiyakan Lita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Mami AL
terima kasih, selamat datang kembali 🤗
2023-01-05
0
LISA
Aq mampir Kak..keliatannya bagus nih ceritanya
2023-01-05
1