Keesokan harinya, Annisa datang ke rumah Azzam tampak rumah tersebut sepi karena tak ada asisten rumah tangganya.
Pagi-pagi sekali kedua orang tuanya Azzam dan ART yang mereka bawa pulang ke rumahnya.
Azzam baru saja selesai sarapan dan telah memakai pakaian kerja. Pria itu tampak begitu tampan karena tubuhnya yang tinggi serta kulitnya yang putih.
Annisa berdiri tak jauh dari meja makan.
Azzam lalu mendekat dan memberikan selembar kertas berwarna putih. "Ini daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan selama menjadi pengasuh kedua putri saya."
Annisa meraihnya, matanya membulat ketika membaca isi daftar yang diberikan Azzam.
"Saya tidak mau kamu melakukan kesalahan, di rumah ini telah di pasang kamera pengawas. Saya harap kamu bekerja dengan baik."
Annisa mengangguk pelan.
"Tiap hari kecuali Sabtu dan Minggu, saya akan pergi bekerja dari pukul delapan pagi dan pulang pada jam tujuh malam. Berhubung jarak rumah ini ke kantor memakan waktu satu hingga satu setengah jam perjalanan, Saya harap kamu pulang setelah saya tiba di rumah," jelas Azzam.
Annisa mengangguk lagi.
"Jatah libur kamu hanya hari Minggu, jadi Sabtu tetap masuk bekerja."
"Iya, Pak."
Azzam mengarahkan pandangannya kepada Zania, "Papa berangkat kerja, kamu jangan berbuat yang macam-macam."
"Iya, Papa. Aku akan menjadi anak yang baik," celetuknya.
"Kalau begitu Papa pergi bekerja," pamitnya pada putrinya. Ia lalu kembali berujar, "Zadya belum bangun, dia ada dikamarnya," ucap Azzam.
"Iya, Pak. Hati-hati," Annisa tersenyum agar akrab.
Azzam hanya diam kemudian ia pergi.
Annisa memasukkan kertas ke dalam tas kecil yang ia selempangkan lalu kemudian bertanya, "Di mana kamar Zadya?"
"Di kamarku."
"Kamarmu di mana?"
"Cari sendiri, Bibi."
"Bibi tidak tahu," ujar Annisa.
Zania lantas turun dan berjalan mendekati Annisa, "Merepotkan saja!" omelnya.
Annisa hanya melemparkan senyum.
Zania berjalan di depan Annisa lalu memasuki kamarnya.
Zadya tersenyum ke arah Annisa dengan cepat gadis itu menggendongnya. "Ayo kita mandi!"
Annisa meletakkan tasnya di atas meja lalu pergi ke kamar mandi, membersihkan balita 8 bulan itu.
Selesai memandikannya, Annisa membuat susu buat Zadya sesuai peraturan yang dibuat Azzam.
Zadya menyedot susu dalam botol, sementara Zania sibuk dengan mainannya.
Selesai memberikan Zadya susu, Annisa segera mencuci botolnya. Lalu mengajak balita itu bermain.
Setengah jam memberantakin mainan, Zadya buang air kecil di celana. Dengan cepat Annisa membuka celana yang basah dan berlari ke kamar untuk mengambil celana yang bersih.
Baru beberapa detik di tinggal, Zadya asyik memainkan air kotorannya. Annisa menarik nafasnya perlahan ia hembuskan.
Annisa berlari mengambil gagang pel dan membersihkan kencing Zadya di lantai berulang kali agar tidak berbau.
Setelah itu ia membawa balita itu ke kamar mandi dan memandikannya kembali.
"Bibi!" teriak Zania.
Annisa yang hendak memakai baju buat Zadya berlari ke arah ruang tengah menghampiri Zania. "Ada apa?" tanyanya selembut mungkin.
"Tolong pakaikan bajunya!" menyerahkan sebuah mainan boneka barbie dan potongan kain kecil berbentuk pakaian.
"Bibi akan memakaikannya setelah Zadya berpakaian, ya."
"Ya."
Annisa gegas memakaikan pakaian Zadya, lalu membantu Zania.
Kedua bocah itu kembali bermain, Annisa hanya mengawasinya.
Sejam lelah bermain, Zadya mulai menangis dan meminta gendong. Annisa lantas berdiri, menggendongnya. Berjalan ke dapur kemudian membuatkan susu.
"Bibi, aku lapar!" Zania menghampiri Annisa yang sedang memberikan susu pada adiknya.
"Kamu ingin Bibi buatkan apa?"
"Goreng nugget ayam."
"Sebentar, ya."
"Jangan lama, aku sudah sangat lapar!"
"Astaghfirullah, ini bocah cerewet banget. Ya Allah, kuatkan hamba!" Annisa membatin.
Zania kembali bermain, Zadya tertawa riang ketika melihat kakaknya mengobrol dengan Annisa.
"Kamu main dengan Kak Nia, ya. Bibi mau masakin kakakmu makanan," meletakkan botol susu lalu berjalan ke ruang tengah. "Duduk sini, ya. Jangan ke mana-mana, anak baik!" Annisa mengelus rambut Zadya.
Balita itu menunjukkan giginya yang beberapa baru tumbuh.
Annisa melangkah cepat ke dapur membuka lemari es dan mencari nugget ayam yang diminta Zania.
Annisa mencari setiap rak lemari es namun makanan yang diinginkan Zania tak ada. Ia lalu kembali menghampiri balita 4 tahun itu dan mengatakan jika nugget ayamnya tak ada.
"Aku maunya itu!" ucapnya tanpa menatap dan terus bermain.
Annisa menarik nafasnya dan ia hempaskan, ia lalu berjalan mengambil tas miliknya di kamar Zania kemudian menghubungi ibunya untuk dibelikan nugget ayam.
Yuni pun mengiyakan dan akan membelikan nugget ayam pesanan Zania.
Selesai menelepon ibunya, Annisa kembali bersama kedua putrinya Azzam.
"Mana nugget aku, Bibi?" tanya Zania.
"Sebentar, ya. Tadi Bibi minta Nek Yuni tuk belikan nugget kamu," jawab Annisa.
Zania lantas diam dan tak bertanya lagi.
Dua puluh menit kemudian, terdengar suara bel berbunyi. Annisa gegas berlari ke arah pintu utama dan membukanya setelah Yuni mengucapkan salam dan dijawab Annisa.
"Ada nuggetnya 'kan, Bu?" tanyanya.
"Ada, tapi cuma satu merek. Semoga dia suka," Yuni menyodorkan kantong plastik.
"Terima kasih, Bu."
"Ya, boleh Ibu masuk?"
"Masuk saja, Bu. Temani anak-anak, ku mau menggoreng ini," jawabnya menunjukkan kantong plastik.
"Ya sudah, Ibu akan menjaga mereka. Kamu pergilah ke dapur!"
"Baik, Bu." Annisa melangkah cepat ke dapur.
Yuni kini mengganti menjaga Zania dan Zadya.
Tak lama kemudian Annisa datang membawa piring berisi beberapa potong nugget.
Zania memperhatikan makanan yang ia inginkan, "Aku mau yang biasa!"
"Biasa yang bagaimana?" tanya Annisa lembut.
"Biasa yang sering di beli Papa, aku tidak mau memakannya!" Zania menolak dengan tegas.
Annisa dan Yuni saling pandang, mata Annisa menyiratkan jika dirinya ingin menyerah.
"Nia cantik, Nenek tidak tahu seperti apa nugget yang sering kamu makan. Tadi di sana, cuma tersisa satu bungkus nugget daripada kamu tidak makan makanya Nenek beli," Yuni berusaha membujuk dengan hati-hati dan lembut.
"Aku tetap tidak mau!"
"Nanti akan tanyakan kepada papa kamu, nugget yang seperti apa yang Nia mau," ujar Yuni.
"Tapi, aku mau makan nugget yang biasa sekarang!" rengeknya.
"Papa kamu lagi bekerja, bagaimana Nenek menelponnya?" tanya Yuni.
Zania tampak berpikir.
"Nanti kalau papa kamu pulang, Bibi Annisa akan menanyakannya," tutur Yuni.
Tanpa penolakan, Zania lantas dengan cepat mengambil nugget dan melahapnya.
Yuni tersenyum melihat wajah putrinya yang menatapnya.
Annisa tersenyum tipis.
Yuni dengan cepat mengelus paha putrinya, "Harus sabar!"
Annisa menggerakkan dagunya pelan.
Hampir sejam berada di rumah Azzam untuk membantu putrinya mengurus kedua balita itu, Yuni pun pamit pulang.
"Bu, terima kasih membantuku hari ini!"
"Jangan sungkan meminta bantuan pada Ibu yang penting kamu sabar dan tetap lemah lembut," nasehat Yuni.
"Ya, Bu."
"Ibu pulang dulu, nanti ayahmu nyariin," ucap Yuni.
Annisa pun mengiyakan.
Zania berteriak memanggil pengasuh, "Bibi!"
Annisa berbalik dan mendekati asal suara. "Ada apa?"
"Lihatlah dia pipis!" Zania menunjuk celana Zadya yang telah basah.
"Bibi akan menggantinya," ujar Annisa.
"Mainan aku jadi bau pipis!" omelnya.
"Nanti Bibi akan cuci," ucap Annisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments