Dendam Sang Mantan Suami

Dendam Sang Mantan Suami

Pengkhianat di Atas Ranjang

"Karena tidak mau melayani aku, kau aku pecat, Rigel!"

Rigel pria berusia 26 tahun itu harus menerima kenyataan pilu sekarang. Hanya karena Rigel tidak menuruti permintaan boss-nya, dia harus dipecat dari pekerjaannya sebagai bartender di club tersebut.

Boss wanitanya yang berusia 40 tahunan itu meminta Rigel untuk melayaninya di atas ranjang. Dia mengiming-imingi Rigel sejumlah uang asal Rigel bisa memuaskannya.

"Maaf, Madam. Aku tidak bisa mengkhianati istriku," tolak Rigel dengan cukup sopan. "Tapi, aku mohon, jangan pecat aku. Karena kalau aku dipecat, aku dan istriku akan semakin kesusahan."

Ya, Rigel menolak tawaran itu. Dia begitu mencintai istrinya, maka tidak mungkin dia bisa tidur dengan wanita lain. Terlebih, itu adalah boss-nya sendiri.

"Keluar kau sekarang juga! Jangan injakkan kakimu di dalam club ku lagi!"

Padahal Rigel sudah menurunkan harga dirinya untuk memohon pada wanita itu, tapi tetap saja Rigel harus dipecat dan diusir dari sana. Sebab Rigel masih mempertahankan keputusannya untuk tetap menolak permintaan sang boss.

"Baik, Madam. Tapi, setidaknya berikan aku gaji selama dua minggu ini," ucap Rigel dengan kepala yang menunduk.

Tanpa berbasa-basi, wanita dengan panggilan Madam itu melempar sejumlah uang pada Rigel. Dengan tatapan mata yang begitu meremehkan.

"Pungut uang itu dan pergilah! Aku tidak akan pernah menerima mu lagi sekalipun kau merangkak di bawah kakiku!"

Rigel merasa telah dihinakan. Dia ingin sekali menjunjung tinggi harga dirinya dan membalas hinaan wanita itu padanya sembari melempar kembali uang yang telah berserakan di lantai. Tapi, sayangnya Rigel tidak bisa melakukan semua itu. Dia butuh uangnya, apalagi saat dia baru saja kehilangan pekerjaannya.

Rigel tidak bisa melakukan apapun lagi selain memunguti selembaran uang itu satu persatu. Sebelum akhirnya dia harus segera pergi dari sana. Menemui istrinya dan memberitahukan kabar buruk ini.

"Erina, aku pulang," ucap Rigel begitu dia telah sampai di sebuah rumah kecil yang ditinggalinya.

Ya, jarak rumahnya itu dengan Club cukup dekat menurutnya. Rigel hanya perlu berjalan kaki selama dua puluh menit dari club untuk sampai ke sebuah rumah yang begitu jauh dari kata mewah itu.

"Ah, tidak jangan begitu!"

Bukannya sambutan hangat dari sang istri saat Rigel membuka kunci pintu rumah, dia justru malah mendengar suara wanita yang tengah terkekeh geli di dalam kamar.

Masalahnya, terdengar juga suara seorang pria yang ikut terkekeh bersamanya.

Suara yang sama-sama tidak asing di telinga Rigel.

"Sialan!" Maki Rigel pelan bersamaan dengan langkahnya yang telah berjalan tergesa-gesa menuju kamar miliknya dengan sang istri di dalam sana.

Brak!

Rigel mendorong pintu kamar itu dengan paksa. Membuat pintu yang mungkin memang tidak dikunci itu dapat Rigel buka dengan mudahnya.

"Rigel?"

"Kak Rigel?"

Nama Rigel lantas disebutkan dalam keterkejutan dari dua orang yang berbeda.

Nyatanya, dugaan Rigel memang benar sekali. Erina, istrinya tidak sedang seorang diri di dalam sana. Dimana kini Rigel dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri jika sang istri tengah berada di atas tubuh seorang pria yang tengah berbaring. Dengan tanpa busana sama sekali.

Erina segera bangkit dan juga meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Dan pria yang sebelumnya di bawah tubuh Erina juga bergerak cepat untuk meraih pakaiannya yang berserakan di lantai.

"Pakai pakaian kalian dan segera temui aku di luar. Kita harus bicara!" Tegas Rigel dengan nafas yang telah memburu.

Bagaimana pun, Rigel sedang mencoba menahan emosi di dalam dirinya itu. Rahangnya bahkan sudah terlihat mengeras. Akan tetapi, Rigel sedang mencoba untuk tidak tenggelam dalam emosinya dan berusaha bersikap tenang.

Butuh beberapa menit sampai Rigel menemukan Istrinya dengan pria itu berjalan ke arahnya. Dimana Rigel kini tengah terduduk di atas kursi yang sudah cukup usang.

"K–kenapa sudah pulang, Rigel? Bukankah seharusnya kau pulang pagi seperti biasanya?" tanya Erin saat dia tepat berada di hadapan Rigel.

Rigel lantas mendengus dengan kesal. Bisa-bisanya Erina bertanya seperti itu saat sudah jelas dia baru saja ketahuan saat sedang bersetubuh dengan orang lain.

Ah, ralat. Bukan orang lain. Tapi, adik kandung Rigel sendiri. Roby.

"Kalian sadar apa yang kalian lakukan, hah?! Tega sekali kalian melakukan hal itu. Sudah berapa lams?" tanya Rigel dengan begitu tegas.

Sorot matanya juga sudah menajam menatap Erina dan Roby secara bergantian. Bahunya naik turun merasakan emosi yang mulai memuncak.

Seberusaha apapun Rigel menahan diri, tetap saja Rigel merasa kesal, marah, juga kecewa yang begitu dalam. Dirinya menjaga diri mati-matian demi sang istri, tapi istrinya sendiri malah memberikan tubuhnya pada adiknya sendiri.

"Roby, spa kesalahanku sampai kau mengecewakanku seperti ini? Aku bahkan sudah selalu berusaha bersikap baik padamu selama ini!" Bentak Rigel saat dia tak mendapatkan jawaban apapun dari keduanya.

Baik Roby atau pun Erina, keduanya sama-sama menundukkan kepala. Dimana menyakitkannya lagi adalah Rigel malah mendapati tangan keduanya saling bertautan, saling menggenggam satu sama lain.

"Katakan, sudah berapa lama kalian seperti ini?!" Tegas Rigel menuntut penjelasan.

Kali ini, Erina menatap Rigel. Bukan lagi raut wajah takut yang ditunjukan, kini Erina malah menatap Rigel dengan berani. "Sejak kau bekerja di club itu," ucapnya terang-terangan.

"Sejak saat itu? Itu bahkan sudah hampir tiga bulan. Selama itu?!"

Rigel mengusap wajahnya kasar. Wajahnya sudah memerah dengan mata yang telah berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya dia merasakan sakit hati yang luar biasa sakit di dalam dadanya.

"Apa salahku, Erina?" ucap Rigel frustrasi. Dia benar-benar sudah putus asa sekali dengan segala keadaan ini.

"Kau tidak pernah ada saat malam hati, Roby juga yang selalu memberikanku uang untuk membeli riasan dan semacamnya. Kau? Bekerja siang malam tapi hanya memberikan uang yang tak seberapa!" Seru Erina memberikan perlawanan.

"Erina," ucap Roby pelan. Nyaris seperti berbisik pada Erina.

"Biarkan saja dia tahu, Roby. Aku juga lelah hidup miskin dengannya. Lebih baik aku terima saja tawaran untuk ikut tinggal di rumahmu daripada terus tinggal di dalam gubuk tua ini!" Sekali lagi Erina berucap dengan sama sekali tidak ada rasa bersalah di dalam benaknya.

"Erina, kau gila!" Tegas Rigel yang sudah bangkit dari duduknya.

Dia hendak menarik tangan Erina, akan tetapi Roby sudah menghalanginya lebih dulu.

"Kak Erina benar. Dia tak boleh terus hidup miskin seperti ini bersamamu. Aku lebih bisa membahagiakan kak Erin daripada dirimu, kak Rigel."

Kalimat yang diucapkan Roby mampu membuat luka di dalam benak Rigel semakin lebar. Pengkhianatan dari orang-orang dekatnya sekaligus. Sungguh, Rigel merasa dia begitu hancur sekarang.

"Ayo, kak Erina," ajak Roby yang sudah menarik tangan Erina untuk pergi dari sana.

Dimana saat Erina juga berjalan melewati Rigel, wanita itu berkata, "Kita bercerai saja, Rigel. Aku muak dengamu!"

Terpopuler

Comments

Abih Yana

Abih Yana

gitu y laki y bner. cwk y gilaa

2023-01-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!