Menatap pantulan dirinya sendiri dari cermin yang ada di hadapannya, kini Rigel hanya bisa terdiam dan memandanginya dengan lekat.
Beberapa luka juga masih terlihat di beberapa bagian tubuhnya saat Rigel sudah melepaskan pakaiannya. Belum lagi dengan memarnya. Beruntungnya, tidak ada luka berarti pada wajahnya. Hingga wajah tampan itu masih tetap terlihat tampan dengan luka pada dahinya.
"Kenapa? Masih merasa aneh kalau kau masih hidup?"
Suara seorang wanita terdengar di telinga Rigel. Membuat Rigel segera menoleh pada asal suara. Ya, di sana jelas sudah ada Hera yang baru saja masuk ke dalam kamar itu.
"Kenapa balik lagi?" tanya Rigel pada Hera.
Pasalnya baru beberapa menit lalu Hera keluar dari sana setelah pembahasan soal 'Devil' di sana. Pembahasan yang masih tidak dapat Rigel mengerti dengan baik. Saat Hera juga mengatakan 'Iblis dalam dirimu, akan segera keluar' sebelumnya.
"Aku ingin mengajakmu untuk menunjukan sesuatu," ucap Hera dengan tubuh yang bersandar pada sisi pintu.
Dia menatap Rigel sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Menunjukan apa?" tanya Rigel dengan kening yang sudah berkerut.
"Bukankah kau juga penasaran bagaimana istrimu sekarang? Ah, ralat, mantan istri, maksudku. Kau sudah bercerai dengannya bagaimana pun," jelas Hera dengan senyumannya.
Terdiam sejenak, Rigel tidak tahu harus bagaimana sekarang. Dia memang merindukan Erina, dia ingin membuktikan kebenaran dari apa yang dikatakan oleh Hera sebelumnya. Tapi, Rigel meragu sebab dis takut jika Hera benar. Dia pasti akan semakin kecewa lagi.
"Kenapa? Takut?" tanya Hera seolah menantang Rigel.
Lantas Rigel menggelengkan kepalanya. Dia menunjukan keyakinannya di sana. Baiklah, mungkin Rigel tak harus tenggelam di dalam keterpurukannya terus soal Erina. Dia hanya ingin memastikan.
"Tidak. Ayo pergi," ajak Rigel dengan kaki yang sudah melangkah sembari memakai kembali kaus yang sebelumnya dia kenakan.
Sebenarnya, Rigel masih merasa ngilu di seluruh tubuhnya. Tapi, dia sedang berusaha menguatkan diri untuk melakukan semuanya seperti biasa. Dia tidak ingin hanya terbaring di atas ranjang seperti orang yang lemah.
"Baguslah," ucap Hera dengan helaan nafas leganya.
Pun begitu, keduanya sudah berjalan keluar. Mendekat pada mobil sport putih dengan bagian atap yang sudah terbuka.
Dan Hera kini sudah duduk di belakang kemudi, bersamaan dengan Rigel yang sudah duduk di sampingnya.
***
"Berhenti di sini saja, aku akan menemui mereka sendiri. Aku tidak ingin membuat mereka salah paham saat melihatku bersamamu," ucap Rigel.
Hera menepikan mobilnya, dia menuruti perintah Rigel tanpa membantah sedikit pun.
"Sepuluh menit. Aku akan menyusulmu ke sana kalau kau tidak kembali dalam waktu sepuluh menit," ujar Hera pada Rigel.
Mengabaikan apa yang dikatakan Hera, Rigel kini sudah terlebih dahulu untuk keluar dari mobil wanita itu. Dimana dia langsung berjalan menuju sebuah rumah yang hanya terhalang dua rumah lain dari tempatnya berada sekarang.
Jujur saja, jantung Rigel berdetak dengan begitu cepat. Tangannya mengepal untuk beberapa kali menunjukan kegugupannya sekarang.
Bukan rumahnya atau pun rumah Erina, sekarang dia justru sedang berjalan menuju rumah Roby.
"Oke, tenangkan dirimu, Rigel," ujar Rigel pada dirinya sendiri.
Saat dia sudah melangkahkan kakinya melewati halaman rumah yang luas. Nyatanya, rumah adiknya itu memang jauh lebih baik daripada rumah Rigel sebelumnya yang telah usang.
"Sayang, hati-hati. Kau bisa terjatuh."
Langkah Rigel terhenti tepat beberapa meter dari pintu rumah Roby. Sebab, suara itu telah terdengar bersamaan dengan dua orang yang terlihat keluar dari rumah tersebut.
Ya, tentu saja Roby dan Erina.
"Kak Rigel?" ucap Roby saat dia menatap Rigel di sana.
"Mau apa kau kemari?" tanya Erina begitu ketus saat menatap Rigel.
Dengan terang-terangan, Erina telah menunjukan ketidaksukaannya akan kehadiran Rigel, sang mantan suami.
"Apa kalian benar-benar sudah menikah?" tanya Rigel dengan raut wajah yang datar.
Roby mengangguk. Begitu juga dengan Erina yang mengangguk dengan cepat dan menatap Rigel sinis.
"Kenapa? Mau mencoba mengganggu kehidupan kami? Atau mau meminjam uang? Kudengar, rumahmu terkena gusuran," ucap Erina dengan nada yang merendahkan.
Sungguh rasanya Rigel ingin sekali menampar pipi wanita itu atau bahkan memukul Roby, sang adik. Tapi, bagaimana mungkin? Saat mereka sudah resmi menikah dan dirinya hanyalah mantan suami. Rigel hanya mampu mengepalkan tangannya dengan kuat di sisi tubuhnya.
"Kalian benar-benar mengkhianati aku," ujar Rigel penuh kekecewaan.
Sekarang, Roby nampak menunjukan senyumannya. Senyuman miring yang dia tunjukan pada Rigel. "Kak, sadarlah. Aku hanya menyelamatkan Kak Erina dari penderitaannya hidup bersamamu. Kau terlalu melarat untuk mendapatkan wanita cantik seperti kak Erina," ucap Roby yang kini meraih dagu Erina. Dia memberikan pagutan singkat pada bibir wanita itu.
Mengepalkan tangannya semakin kuat, kini Rigel telah menunjukan tatapan yang tajam pada keduanya. Dia menunjukan bagaimana marahnya dia saat ini. Bahkan rahangnya juga terlihat mengeras.
"Kau akan selalu melarat. Lelah aku hidup denganmu. Untuk makan saja harus meminjam ke sana kemari, apalagi untuk membiayaiku. Untung saja aku selalu minum pil anti hamil. Kalau tidak, tak sudi sekali aku mengandung anak dari pria miskin sepertimu," jelas Erina sekali lagi merendahkan Rigel.
Demi tuhan, Rigel benar-benar marah sekali sekarang. Erina benar-benat mengkhianatinya. Pantas saja Erina tak pernah hamil, padahal Rigel selalu mendambakan buah hati dari pernikahannya bersama Erina. Ternyata, karena memang wanita itu menghalangi keinginan Rigel untuk terwujud.
"Brengsek, sialan!" Seru Rigel.
Dia di puncak amarahnya. Dia menatap keduanya dengan nyalang. Seperti ada kilatan kemarahan pada sorot matanya.
Namun, dengan santainya Erina dan Roby hanya tersenyum remeh pada Rigel. Seolah mentertawakan nasib pria di hadapannya.
"Rigel!"
Rigel yang sudah mengepalkan tangan dan siap melangkah pada Roby untuk melayangkan tinjunya harus berhenti. Saat dia mendengar panggilan itu.
Dimana Hera, kini sudah berdiri dan bersandar pada mobilnya. Menatap Rigel di sana.
"Siapa dia," ucap Erina dan Roby bertanya-tanya.
Terlebih untuk Roby. Matanya hampir melotot saat melihat Hera di sana. Wajah cantik dengan tubuh yang ideal, dimana beberapa bagian tampak terlihat sekal. Jelas Hera terlihat lebih cantik dan seksi daripada Erina.
"Aku akan membuat kalian menyesal karena telah merendahkanku!" Tegas Rigel pada keduanya.
Sebelum akhirnya, Erina hanya mendecih saat mendengar hal itu. Berbeda dengan Roby yang masih terfokus pada Hera.
Sembari berbalik dan hendak menghampiri Hera, Rigel telah benar-benar bertekad di dalam hatinya untuk membalas dendam pada Erina dan Roby. Dia akan membuktikan bahwa hinaan mereka hanyalah sampah. Rigel akan membuktikan dia bisa membuat semua orang bertekuk lutut di bawah kakinya.
Tak perduli dengan dia yang mungkin akan benar-benar menunjukan dirinya yang berbeda dengan segala sisi lain dalam dirinya.
Hera tersenyum menatap Rigel yang mendekat padanya. "Tuanku," ucap Hera tanpa suara. Hanya pergerakan bibir yang dia tunjukan pada Rigel.
Sebelum pada akhirnya, tiba-tiba saja Rigel membungkam mulut Hera. Dia membungkam mulut wanita itu dengan bibirnya sendiri. Membuat Hera membulatkan matanya sempurna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments