"Sudah bangun, Tuan?"
Rigel membuka matanya, bersamaan dengan seluruh tubuhnya yang terasa nyeri. Bahkan, dia tak mampu untuk sekadar terbangun dari ranjangnya. Kepalanya juga terasa berat sekali, sampai Rigel harus kembali berbaring.
"Jangan dulu memaksakan diri. Tubuhmu mungkin masih belum mampu untuk terbangun."
Sekali lagi suara itu terdengar. Membuat Rigel melihat pada asal suara, dimana seorang wanita tengah berdiri dengan rok span pendek di atas lutut, dan kemeja krem.
Wanita yang cantik dan seksi dengan rambut panjangnya yang tergerai.
"Tunggu, siapa kau?" tanya Rigel dengan suara yang masih terdengar lemah.
Wanita itu tersenyum dengan bibir yang terlihat merah merona. "Aku Hera," ucapnya dengan begitu lembut.
Kaki jenjangnya melangkah pelan untuk mendekat pada Rigel. Dimana dia juga lantas terduduk di samping Rigel, tepat di tepi ranjang yang sedang ditiduri oleh Rigel di sana.
Dan tanpa di duga, tangan Hera kini sudah menelusup ke dalam kemeja Rigel dan menyentuh dada bidang miliknya. Mengusapnya perlahan sembari menatap Rigel dengan senyumannya. Membuat Rigel hanya mampu membulatkan mata dan berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.
"Syukurlah kau sudah lebih baik, empat bulan kau tidak sadarkan diri. Akhirnya kau bisa membuka matamu juga," ucap Hera dan menghentikan apa yang telah dia lakukan pada Rigel.
Rigel lantas mengernyit menatap Hera. "Empat bulan?" tanyanya heran.
Sebuah anggukan di kepala Hera seolah membawa ingatan untuk Rigel. Dengan mata yang terpejam, Rigel ingat terakhir kali dia selesai menemui ibu Erina dan bertemu seorang penipu, lalu setelahnya dia tertabrak, dan— entahlah, Rigel tidak ingat apa yang terjadi selanjutnya. Dia hanya bisa merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
"Lalu? Dimana aku? Apa aku benar-benar masih hidup? Dimana istriku?" tanya Rigel dengan tubuh yang berusaha dia bangkitkan.
Meski kesulitan, dengan bantuan Hera pada akhirnya Rigel bisa terduduk dan bersandar pada tumpukan bantal. Dia menatap Hera menunggu sebuah jawaban.
"Kau masih hidup, kondisimu juga lebih baik. Dan, kau sekarang berada di rumahmu. Tidak ada istri, Tuan Rigel."
Jawaban Hera membuat Rigel terkejut. Dia melihat ruangan itu. Ruangan besar dengan ranjang king size yang dia tempati. Jelas sekali ini bukanlah rumahnya.
"Tidak, apa aku sedang berhalusinasi? Dimana Erina? Istriku."
Hera lantas mendekat pada Rigel. Dimana dia sudah meletakan satu tangannya pada bahu Rigel, dengan wajah yang kini hanya berjarak beberapa senti saja dari wajah pria di hadapannya.
"Bukan halusinasi, Tuan. Benar-benar tidak ada istri, kau sudah bercerai dengan wanita itu. Dia bahkan sudah menikah lagi dengan adikmu," jelas Hera setengah berbisik.
Rigel kembali terdiam dan berusaha mengerti seluruh keadaan ini. Ini terasa tidak masuk akal. Ini gila.
"Tidak, bagaimana bisa juga ini rumahku? Ini sama sekali bukan rumahku! Dan bagaimana bisa aku berada di sini?"
"Tenanglah," ucap Hera yang kini sudah kembali memberi jarak dengan Rigel. "Kau diselamatkan. Kau sekarat di pinggir jalan, dan ditemukan oleh Big boss."
"Big boss?"
Hera mengangguk. "Pria yang menyelamatkanmu."
"Tidak, siapa dia? Apa itu pria bertopi yang sempat aku lihat?" tanya Rigel.
Hera mengangguk dan mengiyakan. "Ya, sayangnya dia sudah meninggal sejak satu bulan lalu. Sebelum kau tersadar."
Rigel kembali diam. Jelas Rigel akan teramat berterima kasih pada pria itu karena telah menolongnya saat sedang sekarat kala itu. Sayangnya, Rigel tidak akan bertemu dengannya kalau seperti ini.
"Aku harus pulang," ucap Rigel kemudian.
Jujur saja, dia merindukan Erina. Dia ingin mengetahuinya sendiri bagaimana keadaan Erina sekarang.
"Tidak bisa. Kau tinggal di sini sekarang. Lagipula rumahmu mungkin sudah rata dengan tanah sekarang," ucap Hera dengan senyumannya.
"Apa yang sebenarnya kalian lakukan? Kalian, tidak hanya menolongku saja bukan?"
Rigel tidak bisa kalau hanya berpikir positif saja sekarang. Ini terasa janggal. Bagaimana mungkin seseorang yang menolongnya dari kematian malah membuat Rigel harus tunggal di tempat ini dan tak boleh kembali ke tempatnya sendiri.
"Kau sudah membuat perjanjian dengan Big Boss," ucap Hera.
"Perjanjian apa?! Aku bahkan tak sadarkan diri selama empat bulan katamu. Mana mungkin aku membuat perjanjian?!" seru Rigel tak terima.
Hera terkekeh pelan. "Memangnya kau tidak ingat sebelum Big boss menyelamatkanmu? Kau bahkan menerima uluran tangannya."
Rigel kembali mengingat apa yang terjadi hari itu. "Dia hanya mengatakan padaku untuk memegang tangannya," ucap Rigel dengan ingatan yang dia miliki.
"Ya, dan kau meraih tangannya. Di saat dia juga mengucapkan hal lain padamu. Sebelum akhirnya kau benar-benar kehilangan kesadaranmu," jelas Hera.
Rigel berusaha mengingat lagi. Tapi nihil, dia hanya ingat sampai dia mencoba meraih uluran tangan pria itu. Dia tidak ingat lagi segalanya karena semuanya telah menggelap. Dia tidak ingat apapun lagi.
Hera mengangkat kedua bahunya kemudian. "Intinya kau tetap di sini. Ini adalah tempat tinggalmu mulai sekarang."
Sungguh, ini benar-benar membuat kepala Rigel sakit. Tempat itu memang besar dan bagus, tapi Rigel sama sekali tidak bisa mengiyakan begitu saja. Tanpa dia tahu siapa dan bagaimana orang-orang yang ada di sana.
"Apa yang sebenarnya kalian inginkan?" tanya Rigel kemudian.
Hera terdiam, dia menatap Rigel dengan lekat. Sebelum akhirnya senyum itu telah tersungging sekarang dengan cukup tipis.
"Kau. Kau yang diinginkan," ucap Hera dengan keseriusannya.
Dia menatap Rigel dengan begitu lekat. Hingga akhirnya dia kini kembali mendekatkan wajahnya pada Rigel di sana. Dan tanpa di duga, Hera justru malah memberikan satu kecupan pada pipi Rigel, kecupan yang begitu lembut yang mampu membuat Rigel terpaku di tempatnya.
Bohong kalau Rigel tidak merasakan sesuatu yang membuat jantungnya berdebar. Diberikan kecupan oleh wanita cantik dan seksi seperti Hera, Rigel sebagai pria normal jelas bisa merasakan desiran dalam dirinya. Tapi, dia segera mengenyahkannya, dia tidak ingin begitu saja terpesona pada wanita lain.
Hera terkekeh saat mendapati respon Rigel di sana. "Tetaplah di sini, kau akan mendapatkan semua hal luar biasa yang tidak pernah kau dapatkan dalam hidupmu," ucap Hera yang kini sudah bangkit dari duduknya.
"Mau kemana kau?" tanya Rigel penasaran.
"Kenapa? Mau tetap aku di sini menemanimu? Atau ada sesuatu yang ingin kau lakukan padaku, Tuan Rigel?" tanya Hera setengah berbisik dengan mencondongkan tubuhnya pada Rigel.
Suaranya bahkan terdengar begitu sensual.
'Sial!' maki Rigel dalam hati.
Pun begitu, Rigel tiba-tiba menarik pergelangan tangan Hera dan membuat wanita itu semakin mendekat ke arahnya.
"Katakan padaku segalanya. Semua hal yang seharusnya kau jelaskan padaku!" Tegas Rigel dengan sorot mata yang sudah menajam.
Bukan lagi Rigel yang mencoba bersikap lembut dan sopan. Bukan lagi Rigel yang hanya bisa tergugup dalam kebingungan, kini Rigel justru menunjukan tatapan mata yang begitu tajam pada Hera. Bahkan, Rigel mencengkeramkan tangannya begitu erat di pergelangan tangan Hera.
Dengan rahang yang kembali mengeras, Rigel kembali berucap, "Katakan sebelum aku melakukan hal buruk padamu!"
Meski sempat ketakutan akan sikap Rigel yang tiba-tiba berubah, Hera justru tersenyum beberapa saat kemudian.
"Here we go. The devil's coming."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments