Mengejar Restu
Namaku Mila Rahmawati, aku terlahir tanpa bersaudara. atau bisa di katakan aku adalah anak tunggal.
Suka duka menjadi anak tunggal.
kasih sayang orang tua sepenuh nya hanya untuk ku, tidak terbagi untuk siapapun. dan duka nya?
jika orang tuaku pergi bekerja, aku hanya seorang diri. tidak ada teman di rumah. tidak ada kakak yang menjaga atau adik yang ku jaga.
.Aku benar benar sendiri jika kedua orang tuaku bekerja.
Ayah ku hanya buruh Tani dengan penghasilan yang tidak menentu. jika panen sedang bagus maka Ayah ku akan mendapat upah yang banyak. jika panen sedang tidak bagus. maka upah yang Ayah dapatkan terbilang tidak sebanding dengan keringat yang keluar.
Kami tinggal di sebuah desa di pelosok kota K. desa kami masih sangat jauh dari per kota'an. hanya ada sawah dan Empang yang terbentang sejauh mata memandang.
Aku hanya lulusan sekolah menengah atas(SMP) sejujurnya aku ingin sekali melanjutkan sekolah ke jenjang SMA, namun apa mau di kata. kedua orang tuaku tidak memiliki cukup biaya untuk memenuhi keinginan ku untuk terus melanjutkan pendidikan.
Keseharian ku, aku membantu Ibu membereskan rumah. setiap Subuh aku sudah bangun untuk membereskan rumah kami. dan mencuci pakaian serta menjemurnya. ibu sudah sibuk dengan rutinitas dapur setiap pagi.
Ibu menjadi buruh ikan asin. ibu bekerja di salah satu rumah yang membuat ikan asin dan terasi di Desa tempat kami tinggal. dengan upah 40 ribu sehari.
Aku membantu membereskan rumah, di usiaku yang tidak lagi anak anak. membuat ku malas keluar rumah, berkumpul atau untuk sekedar berjumpa teman teman ku.
Aku adalah gadis yang lumayan pemalu, aku tidak mudah dekat dengan orang. namun jika sudah dekat maka aku akan memalukan. itu kata teman teman ku.
Satu tahun setelah Lulus sekolah, Ada rasa ingin bekerja di kota seperti anak anak yang lain. Namun Ayah dan Ibu belum juga memberiku ijin. mereka selalu mengatakan bahwa aku masih kecil. dan takut tidak bisa menjaga diri.
Padahal aku juga ingin membantu perekonomian keluarga. mungkin saja jika aku bekerja di kota. aku bisa mendapat gaji yang bisa membantu perekonomian Ibu dan Ayah.
Namun aku juga tidak bisa bertindak egois. Aku tak ingin memaksakan keinginan ku untuk merantau. jika mereka masih belum memberikan ku restunya.
Aku tahu alasan mereka belum memberiku ijin. mereka pasti berat melepaskan aku pergi jauh dari mereka. selain tidak bisa mengawasi. mereka juga pasti akan sangat kehilangan. karna aku adalah putri tunggal mereka.
"Nak, ibu bawa mangga buat mu" teriak ibu kala memasuki rumah.
"Wah, ibu dapat mangga dari mana" ku sambut mangga pemberian ibu setelah mencium tangan nya.
"Ini, tadi Bu Riva panen buah mangga, jadi dia bagi bagi buat karyawan nya" jawabnya.
"Kayak nya enak ya Bu" ucapku.
Ya, begini lah perlakuan yang ku dapat dari ibuku. dia masih menganggap ku anak kecil. walau usiaku sudah tidak belia lagi. Namun ibu selalu menganggap dan memperlakukan ku layak nya bayi.
"Kamu sudah masak nak?" tanya ibu seraya duduk di depan tv.
"Sudah Bu, ibu mau makan sekarang?" jawabku.
"Tidak, nanti saja kita makan bareng Ayah mu" ucapnya.
Kami pun berbincang, obrolan ku dan ibu seperti obrolan pada teman teman ku. Ya, tidak ada satu hal pun yang ku sembunyikan dari ibu.
Kedekatan ku pada kedua orang tua ku lah yang membuatnya terus menganggap ku seperti anak kecil, namun aku sangat menyukai itu. walau terkadang aku menginginkan Memiliki saudara.
melihat beberapa teman ku yang memiliki saudara kandung. membuatku juga ingin merasakan hal yang sama. kadang mereka berantem, kadang mereka akur. Melihat kakak yang dengan apik nya menjaga adik nya. dan adik yang bermanja manja dengan kakak nya. membuat ku ingin juga dapat merasakan hal tersebut.
Entah seperti apa rasanya, berantem dengan saudara sendiri? atau main dan berbagi cerita dengan saudara.
Saat tengah asik melamun. aku di kaget kan dengan suara Salam dari Ayah.
"Assalamualaikum" ucap Ayah dari luar.
"Waalaikumusallam" jawab ku dan ibu.
"Mila, lihat Ayah bawa apa?" ucapnya seraya menenteng sebuah ember kecil di tangan nya.
"Apa itu Yah?" tanya ku. seraya berjalan menghampiri Ayah.
"Wah, Ayah bawa ikan. Bu lihat Ayah bawa ikan banyak" ucap ku
Ibu pun menghampiri kami.
"Ayah dapat dari mana ikan ini? kok banyak banget?" tanya ibu.
"Tadi Sawah air nya surut, pas Ayah lihat ada banyak ikan yang kejebak. jadi Ayah ambil buat makan kita" jawabnya.
"Sini Yah, biar Mila masak. Mau di masak apa ikan nya Bu?" tanya ku pada wanita yang melahirkan ku.
"Terserah kamu saja Nak" jawab ibu dengan lembut.
Itulah ibu, dia tidak pernah marah dan membentak ku. Walau kehidupan kami yang di bawah rata-rata. namun Keharmonisan yang di perlihatkan ibu dan Ayah dapat mencairkan setiap suana.
Pernah satu hari.....
Hasil panen turun anjlok, semua petani merugi. salah satu nya pemilik sawah yang ayah garap. Ayah mendapat hasil yang jauh dari kata cukup. bahkan bisa di bilang tidak sebanding dengan jerih payah yang Ayah lakukan.
Kami bertiga termenung melihat hasil panen ayah, kala itu kami hanya mengandalkan hasil sawah yang Ayah garap untuk kebutuhan kami,
Kami semua tertunduk melihat sejumblah uang yang hanya ada beberapa lembar berwarna merah itu,
kami semua terdiam bagaimana bisa mencukupi kebutuhan sehari hari kami bertiga. jika di katakan pun uang segitu paling hanya bisa bertahan 2 Minggu dengan mengirit semua kebutuhan
Lalu, bagaimana dengan hari hari seterusnya.
sedangkan sawah akan panen dalam kurun waktu 3 bulan lebih.
Kebingungan yang melanda kami bertiga seketika ter cairkan kala ibu tiba tiba angkat bicara.
"Sudahlah syukuri saja apa yang kita punya saat ini, di luar sana masih banyak orang yang tidak punya uang. jaman dulu juga orang orang banyak yang makan singkong" ucapnya dengan wajah yang nampak begitu tenang
"Iya, Kita bisa beli singkong sebagai pengganti nasi, atau bisa beli jagung. kita jemur lalu kita tumbuk" jawab Ayah.
"Ya, kalau Mila mah ikut apa baiknya aja" ucapku meyakinkan bahwa aku baik baik saja.
Ku lihat wajah kedua nya begitu tenang, walau sebenarnya kesusahan akan kelaparan berada di hadapan mata.
dengan uang 500 ribu yang Ayah dapat sebagai upah menjadi buruh. Ibu membelikan beras setengah karung kecil. dan membeli jagung satu karung.
Sisa nya kami beli mie instan dan persediaan sabun untuk mencuci.
Kami jemur jagung yang ibu beli di pasar kala itu.
"Dulu orang orang mau makan nasi aja susah nya minta ampun, hanya kalangan orang kaya yang bisa makan nasi" ucap Ayah membantuku menjemur jagung di depan rumah.
"Lalu, bagaimana dengan nasib orang susah?" jawabku.
"Mereka hanya makan singkong sebagai mengganti nasi. dan jagung juga" ucap Ayah
"Oh" jawabku.
"Di Padang Mahsyar nanti, kita semua juga tidak akan menemukan makanan atau minuman. itu lah umat Islam di anjurkan untuk berpuasa, selain untuk bersyukur atas nikmat yang Allah beri. kita juga di ajarkan menahan hawa nafsu untuk bekal di sana nanti" ucap Ayah seraya mengelus pucuk kepala ku.
Ya, Ayah selalu menerapkan Ajaran Islam dalam diri kami. Ayah selalu menganjurkan untuk kami berpuasa Senin Kamis, dan puasa Ramadhan tidak boleh kami tinggalkan. karna kata beliau nanti kita akan merasakan lapar yang teramat sangat, dan haus yang serasa membuat tenggorokan kita kering luar biasa,.
Ayah mengatakan. di Padang Mahsyar nanti. tidak akan ada jarak dan perbedaan semua manusia, karna Manusia yang hidup di Awal jaman dan Akhir jaman akan di kumpulkan,
Jika kita sering berpuasa selama di dunia.
In shaa Allah kita akan terbiasa akan. hal tersebut....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Intan Gemilang
wah, terima kasih banyak kak🙏
2023-06-04
1
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
hai kk thor aq mampir nieh di kry kk
smgt kk
2023-06-03
1