Setiap perjuangan akan membuahkan hasil, jangan pernah menyesal untuk lelah yang sudah lewat
-Takdir Mentari-
...****************...
Cahaya matahari membias ke dalam lubang-lubang dinding kamar Tari. Tidur siangnya cukup lelap bersama Senja. Hari yang melelahkan tapi masih banyak tanggung jawab yang harus dikerjakan. Tari menyapu di kamarnya, tanah coklat itu cukup bersih. Jadi Tari tidak memerlukan banyak waktu untuk membersihkan kamarnya. Di Kamar kecil itu ada 2 dipan, 1 untuk orang tuanya dan di sebelahnya Tari dan Adiknya. Kasurnya tidak empuk tapi lumayan nyaman.
Kemudian dia menyapu halaman rumah, halaman rumahnya cukup luas, sampah dari daun pohon nangka dan pohon jambu air memenuhi halaman rumah Mentari. Tetapi kedua pohon besar itu membuat halaman menjadi rindang dan tidak panas. Mentari mengumpulkan dedaunan itu dan Senja mengambilnya memasukkan ke dalam ember tempat sampah. Mereka berdua menyapu halaman bersama. Dilanjutkan menyapu di sanggah turus lumbung (tempat sembahyang umat Hindu dari batang pohon dadap).
Setelah itu mengambil air ke sumur di sungai. Di sungai ada tempat untuk mengambil air bersih seperti sebuah mata air di sumur alami. Mereka harus mengambil air untuk digunakan oleh Bu Murni memasak dini hari.
Untuk mencari air Tari harus menyeberangi sungai. Sumur itu kadang airnya sangat sedikit karena terlalu banyak yang mengambil air disana. Kadang Tari harus menunggu cukup lama sampai air sumur terisi. Tari selalu mengajak adiknya, Senja hanya bisa mengikutinya, dan menunggu di sebrang sungai sambil melihat Tari mengambil air dengan ember hitam kecil. Ember itu ditaruh di kepalanya. Kalau goyang airnya akan tumpah dan membasahi tubuhnya.
Tari mengambil air cukup 2-3 ember sehari, tergantung seberapa banyak ibunya menggunakan air di dapur.
Kehidupan seperti ini sudah biasa dilakukan oleh anak-anak kampung Karet. Mereka biasa berduyun duyun membawa ember mencari air bersih, sambil mandi di sungai. Tari biasanya langsung mandi di pengambilan air terakhir.
Setelah mandi, barulah dia bisa beristirahat di kamar sambil belajar. Jika Tari belum mandi sampai orang tuanya datang, sudah pasti ibunya akan marah-marah. Jadi dia berusaha untuk menyelesaikan semua pekerjaan tepat waktu, sebelum orang tuanya datang.
Tari mendengar keributan di luar, lagi-lagi pertengkaran orang tuanya. Entah apa yang mereka ributkan, pertengkaran ini sudah biasa di dengar oleh Tari.
"Uang, uang, dan uang saja yang kamu permasalahkan!" bentak Pak Dana kepada istrinya.
"Uangku sudah habis, kamu tidak punya uang? kita sudah tidak dikasi lagi ngutang di warung" jawab Bu Murni dengan suara gemetar
"Kalau tidak ada uang tidak usah belanja, masak yang ada saja, kalau ke Pura tidak perlu yang mewah, bawa canang sari saja kalau tidak ada uang" sahut Pak Dana ketus.
Terdengar suara tangisan Bu Murni.
Mentari kemudian menutup telinga adiknya.
" Kak, ibu kenapa?" Senja bertanya sambil memandangi kakaknya yang juga ikut menangis.
"Sudah malam, ayo tidur" Kata Tari sambil mengusap air matanya, kemudian menyelimuti adiknya dan memeluknya. Tari berusaha menutup mata dan telinganya, tidak mau melihat dan mendengar apa yang terjadi di luar sana.
Bu Murni dan Pak Dana memang pasangan yang aneh. Mereka bertengkar malam ini dan besok paginya seolah tidak ada masalah.
****
Tari sedang belajar di sebuah meja kecil dengan cahaya lampu minyak. Pak Dana mendekatinya dan membawa sepasang sepatu berwarna hitam dengan hak sekitar 3cm.
"Tari besok pake ini ya" bapak Tari menyodorkan sepasang sepatu baru.
Baru kemarin malam Tari mendengar orang tuanya bertengkar karena masalah uang. Tari menjadi berpikir dialah penyebab uang bapaknya habis, ternyata untuk membeli sepatu baru buat dirinya.
"Makasi Pak" Tari memeluk bapaknya dengan penuh kebahagiaan. Tari tidak mau bertanya tentang pertengkaran orang tuanya. Baginya itu adalah masalah orang dewasa.
Sepatunya memang sudah tidak layak dipakai, apalagi besok Tari ada pentas membaca puisi di hari perpisahan anak kelas 6.
Walaupun kurang perhatian dengan anak-anaknya ketika di rumah, tapi bapak Tari sangat sayang pada anak-anaknya. Kalau masalah belajar Tari memang lebih suka bercerita dengan sang bapak. Apalagi waktu Tari bercerita akan pentas membaca puisi, bapak Tari sudah mempersiapkan sepatu baru untuk Tari. Bapaknya hanya perlu mengukur kaki Tari dengan Jarinya, dan ya "Sepatunya pas pak" kata Tari sambil berjalan berlenggak lenggok di depan bapaknya. "Udah jangan kebanyakan gaya" kata Ibu Tari tersenyum sambil sibuk membuat canang sari. (Sarana persembahyangan umat Hindu).
****
Mentari datang lebih awal, ibu Guru merias wajahnya dengan make up tipis. Dia sudah siap di belakang panggung menunggu giliran. Atasan putih dengan rompi merah lengkap dengan dasi dan rok merah selutut membalut tubuhnya yang kurus. Sepatu baru hadiah dari bapaknya dengan hak 3cm itu serta kaos kaki putih menghiasi kakinya yang panjang membuat Mentari menjadi lebih percaya diri. Rambut panjang dikepang dengan pita merah putih membuat gadis dengan kulit sawo matang itu tampak cantik.
Mentari berdiri di depan, di belakangnya para penyanyi kur lagu Terima kasih Guruku ciptaan Sri Widodo itu sudah siap. Tari membacakan puisi dengan hikmat. Murid kelas 6 banyak yang terlihat menangis dan ada yang saling ejek karena menangis mendengar lagu perpisahan dengan puisi itu.
Para guru juga tampak berkaca kaca, karena anak didiknya yang mereka ajak selama 6tahun akan segera meninggalkan sekolah.
Trima kasihku ku ucapkan pada guruku yang tulus
Ilmu yang berguna slalu di limpahkan
Untuk bekalku nanti
Setiap hari ku di bimbingnya
Agar tumbuhlah bakatku
Kanku ingat slalu nasehat guruku
Trima kasihku guruku
Hu
Hu
Setiap hariku di bimbingnya
Agar tumbuhlah bakatku
Kanku ingat slalu nasehat guruku
Trima kasihku ku
Mentari membungkukkan badannya, riuh penonton bersorak memberikan tepuk tangan. Penampilan Mentari sangat memuaskan.
Para guru juga memberikan tepuk tangan yang meriah, mereka semua tersenyum puas menyaksikan penampilan Mentari dan teman-temannya.
Selanjutnya dibacakan pengumuman kejuaraan di setiap kelas. Mentari dengan bangga menerima peringkat pertama di kelas 4SD. Kepala sekolah menyerahkan piagam penghargaan.
"Selamat ya Tari, dipertahankan ranking kelasnya" kata Bu Kepsek sambil memberikan hadiah yang dibungkus kertas coklat itu. Isinya 3 buku tulis dan sebuah pulpen. Sedangkan juara 2 akan mendapat 2 buah buku, dan juara 3 mendapat 1 buah buku.
Mentari selalu menantikan hadiah juara kelas karena dengan hadiah buku dan pulpen setidaknya untuk tahun ajaran baru berikutnya Mentari tidak perlu membeli banyak buku.
Dengan hadiah dari sekolah ini dia merasa bisa meringankan beban orang tuanya.
"Selamat ya Tari, kamu hebat" puji dirinya sendiri
1997
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments