TerSesat
SEMILIR Angin pagi dari arah puncak gunung itu berhembus pelan menerpa dedaunan-dedaunan diantara ranting-ranting pohon yang telah basah oleh embun dipagi hari itu. Pemandangan alam yang asri dan sejuk itu berada disebuah kaki pegunungan yang berada di Jawa bagian kulon. Gunung yang ditutupi oleh hijau nya pepohonan yang tumbuh disekitar dinding-dinding batu cadas nya itu bernama Gunung Persik. Dinamakan Gunung Persik karena dahulu nya dihutan kaki pegunungan tersebut banyak sekali pohon Persik yang tumbuh secara liar. Entah siapa yang menanam nya, sampai saat itu masih menjadi misteri dari nama gunung tersebut pun konon katanya sudah dari zaman dahulu disebut dengan nama Gunung Persik oleh nenek moyang yang tinggal dikaki gunung tersebut.
Dikaki gunung tersebut, nampak berbaris rapi rumah-rumah penduduk yang masih terlihat kumuh. rumah-rumah penduduk tersebut rata-rata masih terbuat dari bilik bambu dan papan sebagai dinding rumah nya. Keramaian para warga dikampung tersebut biasanya terlihat ramai sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing ketika pagi menjelang siang.
Namun kali ini keramaian itu nampak sirna. Hanya beberapa orang saja yang terlihat beraktivitas dan rata-rata hanya terlihat beberapa ibu-ibu yang sedang menyapu halaman rumah nya dan beberapa anak-anak kecil sedang bermain kelereng didepan rumah nya. Disalah satu depan rumah berdinding bilik bambu itu, nampak seorang lelaki muda terlihat sedang duduk di kursi dipan kayu di depan rumah nya yang terbuat dari bilik bambu juga itu. Anak muda itu terlihat sedang asyik berkemas mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa untuk ia berburu hewan ke hutan.
Anak muda itu sehari-sehari pekerjaan nya memang berburu hewan ke hutan dan sekalian pulang dengan membawa kayu bakar untuk keperluan memasak ibu nya. Hasil buruan nya tak menentu, terkadang ia mendapatkan burung dalam jumlah banyak. terkadang ia mendapatkan tupai, kancil, bebek Hutan, ayam Hutan dan kambing Hutan jika ia sedang mujur menemukan Kambing Hutan tersebut ketika berburu. Terkadang jika ia tak mendapatkan apa-apa ketika berburu, ia langsung pergi memancing di sungai yang berada agak jauh dari rumah nya.
Anak muda itu dengan piawai nya memasang karet gelang yang disambungkan menjadi empat pasang untuk ia talikan di kedua ujung kayu pendek yang bercabang. Anak muda itu ternyata sedang membuat Katapel yang baru, sebab Katapel milik nya yang sebelum nya telah putus karet nya karena sudah lama tidak pernah ia ganti.
Kali ini ia mengganti karet Katapel nya dengan yang baru, setelah ia selesai membuat Katapel nya. Kini ia memegang anak panah yang terbuat dari rusuk tulang kambing yang ditajamkan ujung nya. tetapi ia terlihat sedikit bingung. ketika ia ingin menajamkan mata anak panah nya itu, ia memalingkan kepala nya ke kiri dan ke kanan seolah-olah sedang mencari sesuatu yang telah hilang.
'Dimana pisau berburu ku? bukankah tadi aku menaruh nya di dekat tas kulit ini?' ujar anak muda itu dalam hati nya disela ia mencari barang nya yang hilang itu. ia lalu turun dari dipan dan masuk ke dalam rumah nya seraya berteriak memanggil ibu nya.
"Mak..., maaaaak!"
"Ada apa kau teriak-teriak begitu Rangkas!?" Jawab ibu nya sedikit kesal yang saat itu sedang ada didapur.
"Mak lihat pisau berburu ku tidak?" Tanya Rangkas sembari berjalan menuju dapur.
"Mana Emak tahu! bukankah itu pisau mu sendiri!? mengapa bertanya kepada Emak?" Sahut sang Emak masih dengan rasa kesal nya.
Rangkas tak menjawab ucapan ibu nya karena ia menemukan pisau yang ia cari itu tertancap berada di Tengkorak Kepala Kambing yang dipajang diatas pintu menuju dapur. Posisi pisau itu tertancap disela lubang kepala tengkorak kambing yang sudah diambil daging nya itu. Rasa heran dan bingung menjadi satu, Rangkas terdiam dengan kebingungan nya menatap ke atas.
Ibu nya yang sedang menggoreng singkong itu menatap ke arah pintu dapur yang tanpa daun pintu itu. Disana ia melihat anak nya dengan raut wajah heran seraya bertanya,
"Apa yang sedang kau lakukan Rangkas? mengapa kau berdiam diri situ nak?" Tanya sang ibu yang merasa heran melihat tingkah anak nya. Rangkas tetap tak menyahut ucapan ibu nya, ia masih berdiri tak bergeming menatap tengkorak kepala kambing itu dengan tatapan kosong. Ibu nya segera mengangkat singkong goreng itu karena takut gosong, lalu ia berjalan mendekati anak nya.
"Kau kenapa diam saja nak? kau sedang lihat apa?" tanya sang ibu bertanya terus hingga akhirnya ia menatap ke arah atas daun pintu tersebut dan langsung terperanjat.
"Ya Tuhan!! kenapa mata tengkorak kambing itu menyala merah!?" Sentak ibu nya Rangkas kaget setengah mati dan ketika ia ingin menyentuh anak nya. Tiba-tiba Rangkas langsung jatuh pingsan dilantai dan ibu nya berteriak histeris sembari mencoba menyadarkan anak nya.
Kepala tengkorak kambing itu tiba-tiba memancarkan sinar merah menyilaukan dalam sekejap dan tak lama kemudian sinar tersebut hilang bersamaan dengan pisau yang tertancap di kepala tengkorak kambing tersebut. Ibu Rangkas tak memperdulikan hal itu, ia langsung membawa anak nya itu ke dalam kamar anak nya. Setelah ia membaringkan Rangkas dipembaringan, ia segera pergi ke dapur untuk mengambil air hangat beserta beberapa lembar daun sirih.
Entah apa yang akan dilakukan oleh ibu nya Rangkas itu kepada anak nya, ia segera mencelupkan selembar daun sirih itu dan menempelkan nya di dahi Rangkas. ia terus melakukan nya hingga wajah Rangkas tertutup daun sirih yang sudah dicelupkan didalam baskom berisi air hangat tersebut. Setelah selesai, ibu nya Rangkas langsung membiarkan anak nya seperti itu. Kemudian ia merenung mengingat kejadian sebelum nya yang dulu juga pernah terjadi seperti itu kepada anak nya.
'Apa maksud dari semua ini??? sudah dua kali Rangkas mengalami kejadian hal yang sama! tapi yang membuatku heran, mengapa mata tengkorak kambing itu menyala merah? sudah jelas itu hanyalah tengkorak kambing gunung biasa.' Gumaman dalam hati ibu nya Rangkas yang bernama Suminah itu terus saja mencari arti dari kejadian tersebut. Hingga ia teringat akan kejadian lama yang telah terjadi, kejadian tersebut berawal ketika suami nya masih hidup.
Saat itu sang suami yang bernama Rusdi itu baru saja pulang dari hutan. Seperti biasa, ia pulang membawa seonggok kayu bakar dan beberapa ayam hutan hasil buruan nya. Sang istri sangat senang sekali melihat suami nya mendapatkan buruan yang lumayan banyak. Saat itu Rangkas masih berumur sepuluh tahun, Rangkas saat itu hanya terdiam murung tak seperti ibu nya yang riang gembira.
"Kau kenapa murung begitu nak?" Tanya sang Ayah kepada Rangkas.
"Aku ingin makan daging kambing pak, bosan aku jika terus-menerus makan daging ayam." jawab Rangkas disela murung nya. Sang ayah hanya tersenyum saja sembari mengusap rambut anak nya itu, kemudian ia berkata.
"Nanti akan bapak usahakan ya nak, sekarang kita makan yang ada dulu saja."
"Janji ya pak?" tanya Rangkas kepada ayah nya. Sang Ayah hanya mengangguk saja dengan senyuman khas nya dan membuat Rangkas akhirnya membuang sikap murung nya. Hal itu membuat sang ibu yang sejak tadi memperhatikan kedua nya hanya bisa tersenyum bahagia saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments