SEMILIR Angin pagi dari arah puncak gunung itu berhembus pelan menerpa dedaunan-dedaunan diantara ranting-ranting pohon yang telah basah oleh embun dipagi hari itu. Pemandangan alam yang asri dan sejuk itu berada disebuah kaki pegunungan yang berada di Jawa bagian kulon. Gunung yang ditutupi oleh hijau nya pepohonan yang tumbuh disekitar dinding-dinding batu cadas nya itu bernama Gunung Persik. Dinamakan Gunung Persik karena dahulu nya dihutan kaki pegunungan tersebut banyak sekali pohon Persik yang tumbuh secara liar. Entah siapa yang menanam nya, sampai saat itu masih menjadi misteri dari nama gunung tersebut pun konon katanya sudah dari zaman dahulu disebut dengan nama Gunung Persik oleh nenek moyang yang tinggal dikaki gunung tersebut.
Dikaki gunung tersebut, nampak berbaris rapi rumah-rumah penduduk yang masih terlihat kumuh. rumah-rumah penduduk tersebut rata-rata masih terbuat dari bilik bambu dan papan sebagai dinding rumah nya. Keramaian para warga dikampung tersebut biasanya terlihat ramai sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing ketika pagi menjelang siang.
Namun kali ini keramaian itu nampak sirna. Hanya beberapa orang saja yang terlihat beraktivitas dan rata-rata hanya terlihat beberapa ibu-ibu yang sedang menyapu halaman rumah nya dan beberapa anak-anak kecil sedang bermain kelereng didepan rumah nya. Disalah satu depan rumah berdinding bilik bambu itu, nampak seorang lelaki muda terlihat sedang duduk di kursi dipan kayu di depan rumah nya yang terbuat dari bilik bambu juga itu. Anak muda itu terlihat sedang asyik berkemas mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa untuk ia berburu hewan ke hutan.
Anak muda itu sehari-sehari pekerjaan nya memang berburu hewan ke hutan dan sekalian pulang dengan membawa kayu bakar untuk keperluan memasak ibu nya. Hasil buruan nya tak menentu, terkadang ia mendapatkan burung dalam jumlah banyak. terkadang ia mendapatkan tupai, kancil, bebek Hutan, ayam Hutan dan kambing Hutan jika ia sedang mujur menemukan Kambing Hutan tersebut ketika berburu. Terkadang jika ia tak mendapatkan apa-apa ketika berburu, ia langsung pergi memancing di sungai yang berada agak jauh dari rumah nya.
Anak muda itu dengan piawai nya memasang karet gelang yang disambungkan menjadi empat pasang untuk ia talikan di kedua ujung kayu pendek yang bercabang. Anak muda itu ternyata sedang membuat Katapel yang baru, sebab Katapel milik nya yang sebelum nya telah putus karet nya karena sudah lama tidak pernah ia ganti.
Kali ini ia mengganti karet Katapel nya dengan yang baru, setelah ia selesai membuat Katapel nya. Kini ia memegang anak panah yang terbuat dari rusuk tulang kambing yang ditajamkan ujung nya. tetapi ia terlihat sedikit bingung. ketika ia ingin menajamkan mata anak panah nya itu, ia memalingkan kepala nya ke kiri dan ke kanan seolah-olah sedang mencari sesuatu yang telah hilang.
'Dimana pisau berburu ku? bukankah tadi aku menaruh nya di dekat tas kulit ini?' ujar anak muda itu dalam hati nya disela ia mencari barang nya yang hilang itu. ia lalu turun dari dipan dan masuk ke dalam rumah nya seraya berteriak memanggil ibu nya.
"Mak..., maaaaak!"
"Ada apa kau teriak-teriak begitu Rangkas!?" Jawab ibu nya sedikit kesal yang saat itu sedang ada didapur.
"Mak lihat pisau berburu ku tidak?" Tanya Rangkas sembari berjalan menuju dapur.
"Mana Emak tahu! bukankah itu pisau mu sendiri!? mengapa bertanya kepada Emak?" Sahut sang Emak masih dengan rasa kesal nya.
Rangkas tak menjawab ucapan ibu nya karena ia menemukan pisau yang ia cari itu tertancap berada di Tengkorak Kepala Kambing yang dipajang diatas pintu menuju dapur. Posisi pisau itu tertancap disela lubang kepala tengkorak kambing yang sudah diambil daging nya itu. Rasa heran dan bingung menjadi satu, Rangkas terdiam dengan kebingungan nya menatap ke atas.
Ibu nya yang sedang menggoreng singkong itu menatap ke arah pintu dapur yang tanpa daun pintu itu. Disana ia melihat anak nya dengan raut wajah heran seraya bertanya,
"Apa yang sedang kau lakukan Rangkas? mengapa kau berdiam diri situ nak?" Tanya sang ibu yang merasa heran melihat tingkah anak nya. Rangkas tetap tak menyahut ucapan ibu nya, ia masih berdiri tak bergeming menatap tengkorak kepala kambing itu dengan tatapan kosong. Ibu nya segera mengangkat singkong goreng itu karena takut gosong, lalu ia berjalan mendekati anak nya.
"Kau kenapa diam saja nak? kau sedang lihat apa?" tanya sang ibu bertanya terus hingga akhirnya ia menatap ke arah atas daun pintu tersebut dan langsung terperanjat.
"Ya Tuhan!! kenapa mata tengkorak kambing itu menyala merah!?" Sentak ibu nya Rangkas kaget setengah mati dan ketika ia ingin menyentuh anak nya. Tiba-tiba Rangkas langsung jatuh pingsan dilantai dan ibu nya berteriak histeris sembari mencoba menyadarkan anak nya.
Kepala tengkorak kambing itu tiba-tiba memancarkan sinar merah menyilaukan dalam sekejap dan tak lama kemudian sinar tersebut hilang bersamaan dengan pisau yang tertancap di kepala tengkorak kambing tersebut. Ibu Rangkas tak memperdulikan hal itu, ia langsung membawa anak nya itu ke dalam kamar anak nya. Setelah ia membaringkan Rangkas dipembaringan, ia segera pergi ke dapur untuk mengambil air hangat beserta beberapa lembar daun sirih.
Entah apa yang akan dilakukan oleh ibu nya Rangkas itu kepada anak nya, ia segera mencelupkan selembar daun sirih itu dan menempelkan nya di dahi Rangkas. ia terus melakukan nya hingga wajah Rangkas tertutup daun sirih yang sudah dicelupkan didalam baskom berisi air hangat tersebut. Setelah selesai, ibu nya Rangkas langsung membiarkan anak nya seperti itu. Kemudian ia merenung mengingat kejadian sebelum nya yang dulu juga pernah terjadi seperti itu kepada anak nya.
'Apa maksud dari semua ini??? sudah dua kali Rangkas mengalami kejadian hal yang sama! tapi yang membuatku heran, mengapa mata tengkorak kambing itu menyala merah? sudah jelas itu hanyalah tengkorak kambing gunung biasa.' Gumaman dalam hati ibu nya Rangkas yang bernama Suminah itu terus saja mencari arti dari kejadian tersebut. Hingga ia teringat akan kejadian lama yang telah terjadi, kejadian tersebut berawal ketika suami nya masih hidup.
Saat itu sang suami yang bernama Rusdi itu baru saja pulang dari hutan. Seperti biasa, ia pulang membawa seonggok kayu bakar dan beberapa ayam hutan hasil buruan nya. Sang istri sangat senang sekali melihat suami nya mendapatkan buruan yang lumayan banyak. Saat itu Rangkas masih berumur sepuluh tahun, Rangkas saat itu hanya terdiam murung tak seperti ibu nya yang riang gembira.
"Kau kenapa murung begitu nak?" Tanya sang Ayah kepada Rangkas.
"Aku ingin makan daging kambing pak, bosan aku jika terus-menerus makan daging ayam." jawab Rangkas disela murung nya. Sang ayah hanya tersenyum saja sembari mengusap rambut anak nya itu, kemudian ia berkata.
"Nanti akan bapak usahakan ya nak, sekarang kita makan yang ada dulu saja."
"Janji ya pak?" tanya Rangkas kepada ayah nya. Sang Ayah hanya mengangguk saja dengan senyuman khas nya dan membuat Rangkas akhirnya membuang sikap murung nya. Hal itu membuat sang ibu yang sejak tadi memperhatikan kedua nya hanya bisa tersenyum bahagia saja.
RENUNGAN Ibu Suminah masih berlanjut, ia teringat kembali ketika disuatu hari suami nya akan pergi berburu ke Hutan. Rangkas saat itu merengek ingin ikut Ayah nya berburu, namun Ibu nya melarang nya dengan alasan di Hutan sangat berbahaya bagi anak seusia Rangkas.
"Bapak, Rangkas ikut ya?!" Ujar Rangkas kepada Ayah nya dan Ibu nya yang saat itu sedang menyapu halaman rumah segera berkata.
"Jangan ikut Nak! di Hutan sangat berbahaya sekali!" Tegas sang Ibu kepada Rangkas dan Ayah nya Rangkas yang saat itu sedang berkemas akan berangkat ke Hutan pun menyahut.
"Tak apa Bu, biarkan Rangkas ikut. lagi pula Rangkas sudah cukup umur untuk ikut berburu bersama Bapak."
"Tapi Pak, jika nanti di Hutan bertemu dengan Harimau atau Hewan buas lain nya bagaimana??? Ibu takut Rangkas kenapa-kenapa." Sang Ibu sangat cemas sekali, namun Suami nya tetap tersenyum seraya berkata.
"Tak usah cemas Bu, Bapak akan menjaga Rangkas. lagi pula dihutan tak ada hewan buas seperti Harimau, yang sering Ayah temui hanya Babi Hutan saja."
"Babi Hutan juga termasuk binatang buas Pak." Ujar Ibu nya Rangkas lagi dan ayah nya Rangkas hanya menepiskan tangan nya seraya berkata.
"Sudah tak perlu takut Bu, Rangkas akan baik-baik saja. Ayo nak cepat berkemas."
"Baik pak." Jawab Rangkas dan sang ibu hanya bisa pasrah saja melihat anak nya ikut bersama ayah nya pergi ke hutan untuk berburu. Sang ibu hanya bisa mendoakan keselamatan anak dan suaminya itu dalam hati agar suami dan anak nya bisa pulang kembali ke rumah dengan selamat.
Sore hari telah menjelang, Suminah yang sudah mengerjakan pekerjaan rumah pun segera pergi keluar rumah. ia terlihat cemas menunggu kepulangan anak dan suami nya dari hutan. ia nampak gugup setelah berkali-kali mondar-mandir didepan rumah nya.
"Petang sebentar lagi akan menjadi malam, mengapa mereka belum pulang juga? biasa nya suamiku sudah pulang sebelum petang menjadi malam." Ujar Suminah berkecamuk berbicara sendirian. Ia memalingkan wajah nya ke arah hutan yang berada agak jauh dari belakang rumah nya. agak lama ia menunggu kepulangan anak dan suami nya, muncul rasa nekat untuk menyusul mereka pergi ke dalam hutan.
Sesaat Suminah akan pergi ke dalam hutan, ia melihat dari kejauhan dua orang yang ia kenali pulang dengan membawa hasil buruan mereka. Raut wajah Suminah yang awal nya cemas dan gundah gulana, kini berganti menjadi senang dan haru. Ia segera menyambut kedatangan suami dan anak nya itu dengan pelukan penuh keharuan.
"Mengapa kalian lama sekali pulang nya? apa kalian baik-baik saja?" Tanya Suminah kepada suami dan anak nya. Lalu suami nya yang bernama Rusdi itu menjawab.
"Kami berdua baik-baik saja bu. Maaf Bu, kami pulang terlambat karena membawa hasil buruan kambing besar ini. Jadi wajar kami diperjalanan terhambat, iya kan nak?"
"Iya Pak." Jawab Rangkas dengan senyum gembira nya.
"Oh begitu, syukurlah kalau kalian baik-baik saja." Suminah lalu mengantar suami dan anak nya masuk ke dalam rumah dengan membawa hasil buruan mereka, yakni kambing gunung yang berukuran lumayan besar.
Renungan Suminah berhenti sampai disitu karena ia tergugah dari lamunan nya. Rangkas terdengar mengerang kecil seraya memanggil Ayah nya.
"Pak..., Bapaak......" Suminah segera mengambil lembaran daun sirih diwajah anak nya itu.
"Nak bangun Nak..." Ucap Suminah kaget dan Rangkas pun terkejut dan langsung bangun dari tidur nya.
"Bapaaak! hah! hah! hah!" Teriak Rangkas disela napas sesak nya.
"Kamu kenapa Nak? apa yang kamu mimpikan itu???" Rangkas segera menatap wajah ibu nya yang tegang dan Rangkas berkata,
"Bapak Mak, Rangkas lihat Bapak dipenggal oleh sekelompok orang-orang jahat!" Ibu nya mengerutkan dahi nya seraya bertanya.
"Maksud mu Nak? kau bermimpi melihat bapak mu seperti itu???"
"Iya Mak, Rangkas tak kuat melihat nya." Ujar Rangkas dengan raut wajah sedih bercampur dengan napas memburu.
"Sudahlah Nak, itu hanyalah sebuah Mimpi Buruk mu Nak. Lagi pula Bapak mu sudah lama meninggal ketika kamu masih berumur dua belas tahun. Sekarang umur mu sudah mendekati dua puluh tahun, sudah delapan tahun lama nya sejak Bapak mu meninggal dan lagipula Bapak mu meninggal karena sakit keras Nak."
"Tapi Mak..." Ucapan Rangkas terhenti karena Ibu nya berkata.
"Sudah lupakan itu Nak, hari sudah siang sekarang kamu pergi mencari kayu bakar untuk memasak. Kayu bakar persediaan kita sudah menipis."
"Baiklah Mak." Ujar Rangkas sedikit murung, tapi ia segera teringat akan kejadian sebelumnya.
"Oh iya Mak, Rangkas mau bertanya."
"Apa yang ingin kau tanyakan lagi Nak?"
"Seingat Rangkas, tadi Rangkas melihat mata tengkorak kambing yang ada disana itu menyala merah. kemudian tiba-tiba pandangan mata Rangkas gelap, entah mengapa tak lama Rangkas terbangun berada disebuah lapangan cukup luas. lalu setelah itu, Rangkas lupa secara jelas nya. Tahu-tahu Rangkas melihat kejadian Bapak dipenggal oleh orang-orang jahat yang kepala nya memakai kain putih." Ibu nya merenung membayangkan cerita Rangkas tersebut.
Kemudian Ibu nya Rangkas berkata,
"Apa yang kau alami itu sebenarnya hanya halusinasi dalam mimpi mu saja Nak. Sudah jangan kau pikirkan hal itu lagi Nak, Ibu mau pergi mencuci pakaian dulu. Oh iya, singkong goreng yang sudah ibu masak untuk bekal mu ke hutan ada di dapur Nak. Ibu pergi dulu."
"Baik Mak." Jawab Rangkas sembari melihat ibunya pergi keluar dari kamar nya, Kemudian Rangkas pun ikut keluar juga dan menatap ke arah tengkorak kepala kambing yang masih berada diposisi sebelumnya.
Agak lama Rangkas memperhatikan nya, akhirnya ia pun segera menepis kejadian yang ia alami sebelum nya karena ia telah sadar bahwa bukan sekali ia mengalami hal seperti itu. Ia segera pergi ke dapur untuk mengambil singkong goreng untuk bekal nya nanti dihutan. Kemudian menemui ibu nya untuk pamit, setelah itu ia pergi keluar rumah dan mengemas barang-barang berburu nya. Disana ia menemukan sebuah pisau yang sebelum nya hilang.
'Perasaan ku, tadi pisau ini hilang dan aku mencari nya ke dalam rumah. hmm, mengapa hari ini aku banyak sekali mengalami kejadian aneh? yang membuat aku pusing, mengapa aku tak mengingat secara jelas kejadian aneh ini?' Ujar Batin Rangkas berbicara penuh tanda tanya. Rangkas kemudian segera bersiap-siap untuk pergi berburu ke hutan dan kini ia melangkahkan kaki nya di jalan setapak menuju hutan rimba yang berada di kaki pegunungan itu.
Diperjalanan menuju tempat ia sering menemukan berbagai hewan buruan nya, ia masih merenungkan kejadian hal aneh itu diperjalanan nya. hingga suatu ketika ia kaget bukan main, didepan nya melintas seekor ular cukup besar tapi tak terlalu panjang ukuran badan nya. sontak Rangkas meloncat mundur ke belakang, ia segera mengambil busur panah nya dengan tangan gemetar. Namun, ular berwarna putih keperakan itu sudah lenyap dibalik rumput ilalang yang tumbuh cukup tinggi itu.
"Ular macam apa itu tadi? mengapa warna nya mengkilap sekali seperti besi?" Gumam Rangkas disela rasa kaget nya. Rangkas masih berdiam diri ditempat nya, Ia mengingat-ingat kembali jenis ular apa yang tiba-tiba melintas didepan nya dengan cepat itu. Namun ia justru tak pernah sekalipun melihat jenis ular seperti itu, walaupun ia seringkali menemukan berbagai macam ular dihutan rimba itu sekalipun. Tetapi tak ada sekalipun Jenis ular yang sama dengan apa yang ia lihat barusan itu.
...*...
...* *...
AKHIRNYA Rangkas pun segera melupakan hal itu dan berjalan melanjutkan langkah nya. Agak jauh langkah nya menjauhi kebun-kebun pemukiman penduduk, kini Rangkas sudah memasuki kawasan Hutan Belantara. Suara nyaring burung bersiul cukup jelas didengar oleh Rangkas dari arah samping kiri nya. Ia mengentikan langkah kaki nya dan menatap ke arah sebuah pohon cukup tinggi dan juga besar. Jarak pohon tersebut cukup jauh dari tempat Rangkas berdiri, namun Rangkas tetap berdiam diri menunggu suara burung itu bersiul lagi.
'Seperti nya suara burung tadi berasal dari dahan pohon besar itu. hmm, mengapa aku ragu untuk pergi ke arah sana? ada baik nya aku tunggu saja sejenak. Jika burung itu bersiul lagi, sudah jelas itu burung biasa. Tapi jika burung itu tak bersiul lagi, kemungkinan itu adalah sosok siluman yang menyamar menjadi seekor burung.' Gumam hati Rangkas meragukan suara burung tadi. Kemudian ia teringat kembali ketika melihat jenis ular aneh yang ia lihat sebelumnya melintas didepan nya.
'Apakah ular aneh yang aku temui itu juga sebenarnya hanyalah perwujudan dari siluman ular? jika benar, apa maksudnya ia tiba-tiba menampakan wujud nya dihadapan ku? meskipun hanya dalam bentuk ular, tapi aku merasakan bahwa ular itu memang bukan ular sembarangan alias ular siluman.' Rangkas termenung dengan bisikan hati nya, kemudian ia pun segera teringat bahwa diri nya sedang buru-buru.
Akan tetapi, ketika Rangkas mulai jenuh menunggu suara burung itu bersiul lagi dan akan pergi melanjutkan langkah nya. Tiba-tiba suara burung nyaring itu terdengar lagi, kali ini cukup ramai. Bahkan bukan hanya satu suara burung yang bersiul, mungkin ada sekelompok burung yang sedang bernyanyi riang diranting dahan-dahan pohon besar dan cukup rimbun itu.
Rangkas segera memantapkan langkah nya pergi mendekati pohon besar itu dengan cara mengendap-endap dibalik rumput ilalang yang tumbuh cukup tinggi itu. Ia segera mengambil Katapel dan peluru nya yang terbuat dari batu kerikil yang di asah runcing memakai besi asahan. Rangkas memperhatikan ke salah satu dahan, disana ia melihat ada beberapa ekor burung Sarang Gunting. Burung tersebut hampir sama besar nya dengan burung perkutut, warna nya hitam dan memiliki corak jalak di bagian dada dan leher nya. Yang membuat unik burung tersebut adalah, bulu ekor nya yang menyerupai Gunting. Dua bulu ekor terpisah itu menandakan bahwa itu adalah jenis burung bernama Sarang Gunting.
Rangkas mulai membidik sasaran burung tersebut memakai Katapel nya dan melesat lah satu peluru dengan cepat hingga mengenai dada seekor burung itu. Satu ekor burung jatuh melayang karena terkena peluru Katapel nya Rangkas. Senyum gembira terpancar diwajah Rangkas, kemudian ia membidik ke arah burung lain nya yang tak kabur. Kali ini bidikan nya mengenai sasaran lagi dan satu burung jatuh lagi, tetapi serombongan burung itu segera pergi menjauh karena ketakutan melihat kawan nya mati diburu oleh manusia.
Rangkas tak memperdulikan hal itu, ia segera mendekati ke arah dimana jatuh nya dua burung buruan nya itu. Ia menemukan dua burung itu, yang satu sudah mati dan yang satu lagi ternyata masih hidup menggelapar-gelepar. Rangkas segera mengambil pisau berburu nya dan menyembelih leher burung itu. Ketika Rangkas selesai menyembelih burung itu, Ia sontak kaget bukan main. Apa yang ia lihat ternyata bukan seekor burung yang mati, melainkan wujud seorang manusia yang ia kenali yakni ayah nya.
"Ayah!? mengapa begini??? apa yang sedang terjadi sebenarnya!?" Ujar Rangkas seperti orang linglung. Tangan nya gemetaran karena bersimbah darah cukup banyak dan pisau berburu nya itu terlepas dari tangan nya.
'Ini tidak mungkin terjadi!' Celoteh Isi hati Rangkas karena mulut Rangkas sudah tak bisa berkata-kata lagi karena lidah nya bagai Kelu. Ia langsung mengucek-ucek mata nya karena kejadian aneh itu hanyalah halusinasi nya saja. Dan tiba-tiba saja sosok Ayah nya yang ia lihat sebelumnya itu telah berubah menjadi seekor burung lagi.
Rangkas pun jatuh terduduk sembari menghempaskan napas sesak nya, keringat dingin sudah jelas membasahi pakaian nya. Rangkas masih terdiam mengingat-ingat hal aneh dan membingungkan itu. Agak lama ia terdiam, akhir nya ia pun berusaha untuk membiasakan diri akan kejadian aneh yang akhir-akhir ini meneror nya terus menerus. Rangkas segera memasukan dua ekor burung buruan nya itu ke dalam tas kain nya. Dibawah pohon besar berukuran tiga orang dewasa berpelukan itu, Rangkas menyipitkan pandangan mata nya ke arah batang pohon itu.
Ia kemudian mendekati nya dan melihat jelas ada sebuah goresan di batang pohon itu. Goresan itu seperti sebuah simbol Illuminati dengan sebuah lubang ditengah simbol nya (🔯). Rangkas masih memperhatikan lambang itu dan kemudian ia membatin.
'Siapa yang membuat lambang ini? seperti nya ada orang yang sengaja membuat nya untuk hal tertentu atau sebagai pertanda jalan agar orang itu tak tersesat dihutan belantara ini.' Hanya itu saja ucapan batin Rangkas tanpa ada nya rasa curiga akan LAMBANG **SIMBOL** MISTERIUS itu. Rangkas segera pergi meninggalkan pohon itu dan lanjut berburu lagi. Agak jauh Rangkas pergi dari pohon besar itu, tiba-tiba seberkas sinar merah menyala dibagian lubang simbol misterius itu.
Rangkas tak merasakan hal aneh itu, ia segera melangkahkan kaki nya hingga tiba ditempat ia menemukan banyak kayu bakar. Rangkas segera mengumpulkan kayu-kayu kering dan ranting-ranting yang sudah mengering. Ia kumpulkan semua nya menjadi satu dan mengikat nya dengan tali yang ia bawa dari rumah. Satu ikat kayu bakar sudah Rangkas dapatkan, kini ia lanjut mencari hewan buruan nya lagi.
Suasana dihutan belantara itu cukup gelap, meskipun cuaca dalam keadaan cerah. Gelap nya hutan belantara itu karena banyak nya tumbuh pohon-pohon besar dan berdaun lebat. Entah itu pohon apa, tak ada yang memiliki nya dan tak ada yang menanam nya karena dihutan belantara tak ada orang yang memiliki nya. Berbagai pohon yang tumbuh dihutan belantara itu semuanya tumbuh secara liar, akan tetapi mitos dari cerita nenek moyang yang tinggal dikaki Gunung Persik itu. Dahulu nya disana banyak ditumbuhi pohon Persik karena awal nya sengaja ditanam oleh para nenek moyang penduduk kaki gunung itu agar buah tersebut tidak langka dan punah. Tetapi kini, tak ditemukan satu pun pohon Persik yang sedang berbuah ataupun yang masih hidup.
Rangkas terlihat cukup lelah karena ia belum menemukan hewan buruan nya lagi. Kini ia sudah berada didekat kubangan mata air yang terpancar dari mata air gunung tersebut. Mata air tersebut cukup jernih dan Rangkas lah yang membuat kubangan itu untuk ia pakai membasuh muka dan minum. Kini Rangkas istirahat sejenak untuk minum dan makan bekal singkong goreng nya. Siang hari sudah tiba, Rangkas ingin bersantai dahulu sebelum ia melanjutkan langkah untuk berburu nya lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!