He'S Beautiful
Tap tap tap ...
Suara langkah kaki terdengar kuat dan jelas, makin lama makin dekat lalu berhenti tepat di depan Jeny yang tengah duduk bersila di pojok ruangan sembari memejamkan matanya.
Klek! Bunyi suara pintu dibuka, membuat Jeny membuka matanya dan menoleh perlahan lalu mengangkat wajahnya.
“Saudari Jeny Aurora, silah kan ikut dengan Saya.”
Jeny memicingkan mata, menatap pada wanita berperawakan tinggi besar berseragam lengkap yang semalam menahannya di tempat ini. Sarah! Sekilas Jeny melirik name tage di dada wanita itu.
“Oke!” sahutnya singkat seraya mengulas senyum tipis.
Jeny meraih jaketnya yang tergeletak di sampingnya, bergegas ia bangkit berdiri lalu berjalan cepat keluar dari dalam sana. Sarah kembali mengunci pintu dan memasukkan anak kunci ke dalam saku celana panjangnya. “Mari ikut ke ruangan Saya sekarang!” ucapnya kemudian.
“Sebentar!” potong Jeny seraya menahan lengan Sarah, membuat wanita itu mengernyitkan alisnya.
“Ada apa lagi. Bukankah Kamu sudah tidak sabar ingin secepatnya keluar dari tempat ini?” tanya Sarah, menatap tajam tangan Jeny yang memegang lengannya.
“Oh, maaf!” Jeny meringis, lalu melepas pegangan tangannya. “Dua menit saja,” pintanya mengangkat dua jari, lalu balik badan kembali menatap ruangan di depannya itu untuk terakhir kalinya.
“Hem!” Sarah melipat tangan di dada, memberikan kesempatan pada Jeny untuk melakukan apa yang diinginkannya.
Sejenak Jeny menghela napas, lalu mengangkat dua tangan dengan posisi terbalik membentuk persegi.
“Empat tiga dua ...” Jeny fokus, memusatkan pandangannya pada satu titik. “Cekrek!”
Sarah mengerutkan dahi, kedua tangannya kini berada di pinggang menatap Jeny heran.
“Buat kenang-kenangan,” kata Jeny tersenyum tipis, sambil menyembunyikan tangan di balik punggungnya.
“Aku bahkan tidak berkeinginan untuk melihatnya!” balas Sarah lalu menarik lengan Jeny. “Cepat pergi dari tempat ini sebelum Aku berubah pikiran!”
“Siap!” Jeny terkekeh pelan, menatap wanita yang kini berjalan di sampingnya itu. “Terima kasih,” gumamnya pelan.
Sarah hanya diam, mereka melangkah dalam keheningan dan Jeny tidak tahan dengan suasana seperti itu. “Sepertinya lampu di area jalan ini harus segera diganti,” ucap Jeny disela langkahnya.
Lampu yang menyala redup di atas sana, menghalangi pandangannya. Tiba-tiba saja matanya melihat sebuah kaleng kosong bekas minuman tergeletak di tengah jalan. Iseng, Jeny berlari kecil dan menendangnya ke samping.
“Aduh!” terdengar suara mengaduh kesakitan. Seorang lelaki muncul dari balik rimbunnya tanaman di sekitar lapangan sembari memegangi kepalanya.
“Kamu lagi” serunya marah melihat Jeny, sambil terus mengusap rambut kepalanya. “Kamu sengaja kan, Kamu mau balas dendam sama Saya karena sudah menghukum Kamu dengan menyuruhmu berlari keliling lapangan. Iya kan!”
“Ups, sorry Bapak! Gak Pak, beneran tadi itu gak sengaja. Niatnya sih mau nyingkirin sampah kaleng di jalan, gak taunya ketendang malah kena Bapak.” Jeny beralasan, lalu bersembunyi di balik punggung Sarah.
“Halah, lagakmu!” sahut bapak itu emosi.
“Ekhem!” Sarah berdeham, menghentikan keributan kecil di depannya.
“Ibu Sarah?” Lelaki itu membuang begitu saja rokok di tangannya yang masih menyala. “Ada apa malam-malam datang ke tempat ini?”
“Matikan!” perintah Sarah seraya mengarahkan telunjuknya pada benda yang masih menyala dan mengeluarkan asap di atas lantai itu. “Dan buang benda itu ke tempatnya!”
“Siap!” lelaki itu menginjak puntung rokok dengan ujung sepatunya, lalu membuangnya ke tempat sampah dan langsung memasang sikap badan tegap.
“Hem! Jeny, ayo jalan.” Sarah berbalik, kembali melanjutkan langkahnya diikuti Jeny dari belakang.
“Bukankah itu perempuan yang waktu itu ikut balap liar di daerah Selatan dan berhasil dibubarkan oleh anggota kita?” ucap salah satu polisi yang duduk berjaga di depan berbisik pada temannya, saat melihat kedatangan Jeny di kantor bersama dengan Sarah.
Polisi satunya menoleh, menatap pada Jeny dan membenarkan ucapan rekannya. “Ya, benar. Itu memang dia. Parahnya lagi, setelah dibubarkan anggota. Mereka bukannya pergi malah masuk ke perumahan warga dan membuat keributan di sana. Aku curiga, perempuan itu salah satu anggota geng motor dan ikut terlibat keributan dengan warga Selatan. Ada saksi yang melihat dia berada di lokasi kejadian dan ikut dalam rombongan geng motor.”
Jeny melengos mendengar pembicaraan dua anggota polisi yang terdengar jelas olehnya, yang terang-terangan membicarakan dirinya. Ia duduk sambil memperhatikan Sarah membuka laci besar di bawah meja kerjanya dan mengemasi barang-barang miliknya lalu memasukkannya ke dalam tas ransel.
“Terima kasih,” ucap Jeny pada Sarah saat menerima tas ranselnya dan langsung memeriksa isinya. Ia mengeluarkan ponselnya dan segera menyalakannya.
“Seperti biasa, Kamu bisa datang kapan saja ke rumah itu. Aku menaruh kuncinya bersama dengan barang milikmu yang lain,” ucap Sarah tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang ada di depannya.
Jeny tertawa tanpa suara, diraihnya tasnya lalu bangkit berdiri. “Aku pergi,” ucapnya kemudian, menunggu Sarah melihat ke arahnya.
Sarah bergeming, ia masih sibuk membolak-balik berkas di depannya. “Jangan bergaul dengan mereka lagi, Aku harap ini yang terakhir kalinya.”
Jeny meringis mendengarnya, “Ehm, bagaimana ya?” Jeny menekan kedua tangannya ke atas meja, “Hanya itu satu-satunya cara agar Aku bisa mengetahui keberadaan laki-laki itu!”
“Jen! Jaga ucapanmu.” Sarah mengangkat wajahnya, menatap tajam wajah Jeny. Ia melihat sorot mata lelah terlihat jelas di sana. “Aku tidak bisa terus-terusan melindungimu seperti ini kalau Kamu masih tetap bersikeras dengan rencanamu semula.”
Wajah Jeny mendadak kaku, sinar matanya menyorot tajam dengan kedua tangan yang mengepal kuat di sisi tubuhnya.
“Pulanglah Jen, temui dia. Jangan terus menyalahkan dirimu sendiri, katakan padanya kalau Kamu sudah berusaha mencarinya selama ini,” bujuk Sarah dengan nada suara melemah.
“Maaf, Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku akan pulang kalau sudah mengetahui pasti kabar orang itu!” Jeny berbalik dan pergi meninggalkan Sarah yang hanya bisa mengembuskan napas gusar.
“Keras kepala,” bisiknya pelan, ditatapnya punggung Jeny yang berjalan semakin menjauh.
Di ambang pintu, Jeny menghentikan langkahnya lalu berbalik dan melambaikan tangannya pada Sarah sebelum ia menghilang di balik pintu besi setinggi empat meter yang mengelilingi tempat itu.
“Ibu Sarah, bagaimana perempuan itu bisa bebas secepat itu. Bukankah ia salah satu anggota geng motor yang sering meresahkan warga dan waktu itu berbuat onar di daerah Selatan?” tanya kedua polisi yang tadi berada di depan dan sekarang berdiri menghadap Sarah.
“Tidak cukup bukti kuat untuk terus menahannya tetap berada di sini. Menurut penyelidikan dan berdasarkan kesaksian warga Selatan lainnya, Jeny sedang dalam perjalanan pulang bersama rekannya saat peristiwa itu terjadi. Dan kebetulan sekali, rumah rekannya itu berada tepat di depan lokasi kejadian. Intinya saat itu Jeny sedang berusaha untuk melerai keributan dan bukan berbuat onar seperti yang dituduhkan padanya,” jelas Sarah.
Kedua polisi itu manggut-manggut setelah mendengar penjelasan Sarah, dan langsung pamit kembali ke mejanya.
Sementara di luar sana, Jeny sedang menimang-nimang kunci di tangannya. Lalu mengembuskan napas, merogoh ponsel dari saku jaketnya dan mulai menghubungi seseorang.
••••••••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
R.A
Wahhhh, ngak terasa udh 1 tahun lebih.. Risfa, sampaikan salam ku pada WINA. TANYAKAN PADANYA JANGAN COBA KABUR. DI MASIH PUNYA UTANG.
2023-06-25
2
Wendy putri
Hadir
2023-01-08
1
chaira rara
Hadir kak risfa
2023-01-08
1