Jeny menunggu di pinggir jalan sambil memainkan ponselnya. Ia mengetik asal saja sebuah nama dalam kolom pencarian dan tersenyum miring saat menatap beberapa foto gadis muda anak pengusaha ternama negeri ini yang terpampang di sana.
‘Salah satu pengusaha sukses di negeri ini tengah berbahagia, karena sang putri tercinta kini telah berusia tujuh belas tahun. Sebagai bentuk rasa sayangnya pada putrinya itu, ia mengadakan pesta mewah di salah satu hotel bintang lima dan mengundang banyak ... bla bla’
Jeny melewatkan berita itu, dan hanya membaca sekilas saja. Tangannya kini bergerak turun secara perlahan membaca judul lainnya, lalu terpaku pada salah satu foto yang menampilkan gambar sang pengusaha dengan putrinya itu.
Deg! Wajah itu mirip sekali dengan seseorang yang dicarinya, hanya saja punya latar belakang pekerjaan yang berbeda.
Apa mereka kembar atau memang satu orang yang sama, tapi bagaimana mungkin? Karena berdasarkan informasi yang ia terima, laki-laki itu hanya seorang office boy di sebuah perusahaan pengembang perumahan dan juga telah memiliki seorang istri.
Tapi itu sudah lama sekali, hampir dua puluh tahun yang lalu. Dan lelaki yang mirip dengannya ini adalah seorang pengusaha kaya.
Sementara di foto lainnya, tampak sang pengusaha tengah tertawa lebar sambil merangkul bahu putra pertamanya yang juga seorang pengusaha muda. Dan di sebelah mereka berdua, ada wanita cantik yang bergelayut manja di lengan masing-masing.
Gambar itu diambil dua Minggu yang lalu, dan Jeny ingat saat itu ia tengah berada di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan karena jatuh dari motornya. Jeny mencoba merangkai semua info yang ia punya dan menghubungkannya dengan berita yang baru ia baca, tapi nihil dan hanya membuat kepalanya pening.
Tidak lama berselang, sebuah motor besar datang berikut pengendaranya yang memakai pakaian serba hitam dan berhenti tepat di depan Jeny yang sedang berdiri menunggu.
Pengendara motor itu turun dan melepas helmnya, lalu menaruhnya di atas motor. Seketika, rambut panjang hitam yang terbungkus rapi dibalik penutup kepala yang digunakannya tadi terurai di bahunya. Ia menggoyangkan kepalanya sejenak, lalu jemarinya terulur merapikan helai rambutnya.
Jeny tersenyum melihat kedatangannya. Wanita yang tengah berjalan ke arahnya itu mengenakan pakaian ketat warna hitam yang melekat pas di tubuhnya, menonjolkan lekuk tubuhnya yang padat berisi.
“Jeny!” panggilnya sembari merentangkan kedua tangan dan merangkum Jeny masuk ke dalam pelukannya.
“Thank’s ya Ra,” ucap Jeny menyambut pelukan Sora. “Hanya nama Kamu yang terlintas dalam pikiranku saat ini.”
“It’s oke, Jen.” Sora mengusap bahu Jeny, lalu perlahan melepaskan pelukannya. “Setelah keluar dari tempat itu, apa rencanamu selanjutnya. Apa yang ingin Kamu lakukan, Jen?”
Jeny meringis, menggaruk alisnya. “Kembali ke rumah lamaku, atau mencari penginapan yang layak huni untuk sementara waktu. Istirahat, setelah itu ...” Jeny mengedikkan bahunya. “Ya, setelah itu mungkin Aku harus mencari pekerjaan baru. Karena bos lamaku tidak mungkin mau menerimaku bekerja di tempatnya lagi setelah mengetahui kejadian malam itu.”
“Tapi itu kan bukan kesalahanmu, Jen.”
“Tetap saja ia tidak mau mendengar alasanku. Lagi pula Aku juga tidak berminat lagi lanjut kerja di sana.”
“Kamu bisa tinggal di rumahku dan ikut bergabung kerja di perusahaan papaku.”
Jeny menggeleng, “Gak, Ra. Kamu sudah terlalu banyak membantuku selama ini, dan Aku tidak bisa terus-terusan merepotkanmu. Aku akan berusaha mengatasi masalahku sendiri dan melakukannya dengan caraku.”
“Hem, boleh Aku tahu cara seperti apa itu?”
Jeny hanya tersenyum tipis tanpa berniat menjawab pertanyaan Sora. Ia meraih helm di atas motor dan segera memakainya. “Jika Aku butuh bantuanmu, Aku pasti akan langsung menghubungimu.”
“Oke, Aku tunggu kabar darimu.”
Jeny memutar kunci dan menghidupkan mesin motornya. Sejenak ia menoleh pada Sora, mengangguk kecil lalu menutup kaca helmnya dan dengan cepat melesat pergi meninggalkan tempat itu.
“Good luck Jen,” bisik Sora pelan menatap kepergian Jeny.
Beberapa saat kemudian sebuah mobil mewah warna hitam berhenti di dekat Sora berdiri. Kaca mobil itu terbuka, menampilkan sosok lelaki tampan yang berada di dalamnya. Tersenyum lebar menatap Sora, siap menebar pesonanya.
“Kita ke tempat biasa, Jack!” ucap Sora pada lelaki di sampingnya, setelah ia berada di dalam mobil.
“Oke.”
•••••
Jeny menatap bangunan tua di depannya itu, sekian lama kosong ditinggalkan dan tidak berpenghuni. Letaknya yang sendiri dan terpisah jauh dari bangunan rumah penduduk lainnya membuatnya merasa lebih tenang.
Meski terlihat kotor di bagian depan karena banyak ditumbuhi rumput dan tanaman liar lainnya, namun rumah ini masih layak huni. Hanya perlu perbaikan sedikit di beberapa tempat, membersihkan sekeliling, dan mengganti warna cat dinding yang sudah mengelupas dengan warna yang lebih fresh akan membuatnya tampak indah.
Kriet!
Jeny mendorong pagar besi yang sudah berkarat itu, mengesah pelan menatap ujung jarinya yang berubah warna kecoklatan.. “Huh! Sepertinya Aku tidak bisa bersantai-santai lebih lama lagi,” gumamnya pelan, kembali menatap sekelilingnya.
“Oke, kita akan lakukan besok! Malam ini Aku hanya perlu beristirahat dan memejamkan mata saja.”
Jeny menepikan motornya ke teras rumah, membuka pintu dan menaruh tas ranselnya di sofa yang ada di ruang tamu. Ia mulai memeriksa kamarnya dan mendapati pakaian dan barang-barangnya yang lain masih tersimpan rapi di tempatnya.
Setelah membersihkan diri, Jeny memeriksa lemari pendingin dan tersenyum kecut melihat isinya yang kosong. “Untung saja tadi sempat mampir beli makanan dan air minum. Kalau gak, bisa puasa malam ini.”
Malam makin larut, hanya suara binatang malam yang terdengar. Tubuhnya yang lelah membuatnya cepat terlelap. Hingga pagi menjelang, Jeny terbangun dengan tubuh yang jauh lebih segar.
Seperti rencananya semula, Jeny sudah bersiap dan segera memulai pekerjaannya. Dimulai dengan membersihkan ruangan di dalam rumah, lalu membuang semua benda yang tidak layak pakai.
Siangnya Jeny berniat membeli bahan cat dan keperluan lainnya, ia mampir di salah satu toko yang letaknya cukup jauh dari rumahnya. Hanya ada beberapa orang saja yang berbelanja, salah satunya Jeny yang mulai memilah apa-apa saja yang dibutuhkannya.
“Mau beli apa, Mas?” tanya salah satu karyawan toko yang datang mendekatinya. Jeny tak menggubris ucapannya, ia terus sibuk memilah barang di depannya.
“Kalau ada barang yang diperlukan tapi tidak ada di rak, Mas bisa langsung tanya pada kami di sini.”
Jeny mendongak, menatap sekitarnya lalu beralih menatap karyawan di depannya itu. “Ehm, Mas barusan bicara sama Saya?”
“Memang ada orang lain selain kita berdua?” Lelaki di depannya itu balik bertanya.
“Iya juga sih.” Jeny meringis, mengusap tengkuknya.
“Saya Arif,” ucap lelaki itu ramah mengenalkan diri seraya mengulurkan tangannya.
Jeny menegakkan tubuhnya, mengusap telapak tangannya di pakaian coverall yang dikenakannya. “Saya Zayn. Tapi biasa dipanggil Zen,” jawab Zen terlontar begitu saja. “Ya, panggil saja Saya Zen!”
••••••••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
chaira rara
semangat ya zen
2023-01-08
1
Shanty
semangat zen
2023-01-08
1
Yeni Nuril
😅😅😅😅
2023-01-03
1