Gaatfhan Shauki Benzami, lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu masih bergeming di kursinya. Menatap tak berkedip pada layar pipih milik Sean yang berada dalam genggaman tangannya.
“Siapa dia, Sean. Siapa laki-laki yang sedang bersama dengan Hana ini?” tanya Gaafhi, seraya mengangkat wajah menatap lurus pada Sean yang tengah berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada meja di depannya.
“Lama-lama Gue kasihan sama Lo, Gaaf. Bolak-balik dibohongin sama itu cewek. Jelas-jelas di duain, masih saja percaya sama mulut manisnya. Itu cewek cuman mau manfaatin Lo doang. Sadar gak sih, Lo!”
Sean menarik kursi di sampingnya, mendengkus kesal menatap wajah tampan di hadapannya itu yang dinilainya terlalu dibutakan oleh cintanya.
“Jaga ucapanmu, Sean. Jawab saja pertanyaanku dengan benar, siapa laki-laki yang sedang bersama dengan Hana dalam rekaman video ini!” desisnya dengan suara bergetar, mengulang ucapannya seraya balas menatap tajam Sean.
Sean menelan ludah, nyalinya menciut seketika. Ia kemudian menurunkan pandangannya. Meskipun selama ini mereka bersahabat dekat dan Sean menempati salah satu jabatan penting di perusahaan, namun Gaafhi tetaplah atasannya.
Saat ini Gaafhi bersikap dan bicara pada Sean seperti yang dilakukannya pada bawahannya, galak seperti biasanya. Wajah tampan itu memerah, seperti berusaha menahan emosi. Tampak dari buku-buku jarinya yang memutih, mengepal kuat menggenggam ponsel milik Sean.
“Waduh!” Sean menahan napas, lalu bergumam dalam hati. “Harusnya Gue kasih lihat itu video sore nanti, jadi emosi kan. Dasar Gue aja yang gak sabaran. Moga aja gak dibanting itu hp.”
Brakk!
“Sean!” seru Gaafhi nyaring di telinga Sean, ia berdiri sambil menggebrak meja membuat Sean terkejut dan berjengkit dari kursinya. “Lo dengar Gue nanya apa. Lo jelasin semuanya sama Gue sekarang juga.”
“Anjir Lo, Gaaf!” teriak Sean tak kalah nyaring sembari mengarahkan telunjuknya ke wajah Gaafhi. Sean bangkit dari kursinya. Dengan tangan terkepal bersiap dalam posisi menyerang, melupakan dengan siapa saat ini dirinya sedang berhadapan.
Gaafhi mendelik murka dan balas menunjuk wajah Sean. “Berani Lo pukul Gue, habis Lo!” ujar Gaafhi, lalu membuat garis tegas di lehernya.
“Gue gak peduli. Lo duluan yang mulai, ngagetin Gue!” tantang Sean tak mau mengalah.
“Cih, ketahuan asli Lo. Gertak dikit doang langsung main pukul.” Gaafhi berdecih sambil berkacak pinggang.
Gaafhi dan Sean sama-sama berdiri saling berhadapan, aura di dalam ruangan itu terasa menegangkan.
Hakim yang sedari tadi duduk mengawasi dari balik meja kerjanya, menggelengkan kepala menatap tak percaya pada dua orang lelaki dewasa di depannya itu. Bekerja sama sedemikian lama dengan mereka berdua, tak menjamin jantungnya akan tetap aman berada di tempatnya. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu, sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.
Kedua laki-laki yang berdiri saling menatap tajam itu dikenal sangat dekat, namun tidak berarti hubungan keduanya adem ayem seperti orang kebanyakan. Keduanya sering kali bersitegang hanya karena berbeda pendapat tentang masalah perempuan yang selama ini dekat dengan Gaafhi.
Bukan maksud Sean berniat mencampuri hubungan asmara sahabat sekaligus atasannya itu, tapi ia hanya mengingatkan Gaafhi untuk tidak mudah terperdaya oleh kata-kata manis perempuan yang dekat dengannya.
Gaafhi dikenal galak pada bawahannya di kantor, tapi mudah luluh saat berhadapan dengan perempuan cantik. Berbeda dengan Sean, lelaki itu memiliki kepribadian yang hangat. Tapi hal itu tidak berlaku saat Sean berhadapan dengan wanita cantik, terlebih lagi mereka yang mencoba-coba dan berniat ingin mendekati dirinya.
Hakim perlahan berjalan mendekat, lalu berdiri di tengah-tengah keduanya. Untuk yang ke sekian kalinya ia harus menjadi penengah dan mengurai ketegangan yang terjadi di antara dua sahabat itu.
“Tuan-tuan sekalian, izinkan Saya bicara kali ini. Saya pikir masalah ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin, jangan terbawa emosi sesaat yang pada akhirnya hanya akan merugikan persahabatan kalian nantinya. Kalian berdua sudah sama-sama dewasa, bicara baik-baik. Tidak perlu saling berteriak, malu kalau sampai didengar ...”
“Diam Lo, Kim!” teriak Gaafhi dan Sean bersamaan, dan sontak membuat Hakim langsung terdiam sembari mengurut dada. “Gak usah ikut campur urusan kita!” sentak Gaafhi lagi.
“Baik, Saya akan diam. Silah kan kalian lanjutkan, Saya hanya akan berdiri di sana dan menonton kalian saling serang.” Hakim mengangkat tangan lalu mundur dua langkah dan merapatkan kakinya, menarik garis lurus dengan jarinya dan mengunci rapat bibirnya.
Beberapa saat kemudian tidak ada yang bersuara, kedua lelaki itu diam. Hanya tatapan mata tajam saja yang saling dilontarkan, dan Hakim terjebak di tengahnya.
Tidak berapa lama keheningan itu pecah oleh suara tawa yang keluar dari mulut Gaafhi dan Sean. Mereka menatap lucu pada Hakim yang berdiri bingung melihat keduanya tertawa bersamaan.
“Hahaha, sori Kim. Kita berdua gak bermaksud bicara kasar sama Lo tadi.” Sean menepuk bahu Hakim.
“Santai saja, Kim. Sudah biasa kali lihat kita berdua ribut kayak gini,” sambung Gaafhi. “Sudah, sana balik kerja lagi”
“Astaga! Mereka pikir yang barusan tadi itu hanya lelucon biasa, candaan doang. Bagaimana kalau tadi ada setan lewat, lalu berbisik jahat di telinga mereka berdua. Terus beneran adu jotos, gimana?” Hakim berjalan kembali ke mejanya dengan wajah masam.
Sean masih tertawa-tawa melihat Hakim, ia lalu berpaling menatap ke arah Gaafhi yang sudah duduk kembali di kursinya. Seketika wajahnya berubah serius kembali.
“Gaaf, kali ini Lo harus dengarin omongan Gue. Gue gak mau lihat sahabat Gue patah hati lagi, Lo harus tegas. Lo putusin Hana, gak usah berurusan lagi sama itu cewek. Dia bukan pasangan yang tepat buat Lo, Gaaf. Hana cuma mau manfaatin harta yang Lo punya. Percaya sama omongan Gue,” ucap Sean panjang lebar.
Gaafhi menghela napas dalam, ia menatap Sean dan mulai bertanya dengan sikap yang sudah jauh lebih tenang. “Bagaimana rekaman video itu bisa sampai ke tangan Lo. Dari mana Lo dapetinnya?”
“Lo ingat Dika, sahabat kita waktu kuliah dulu. Yang papanya waktu itu kasih kita menginap gratis dua malam di hotelnya pas acara ulang tahun Dika?” tanya Sean.
Gaafhi mengerutkan keningnya, mencoba mengingat-ingat nama Dika. “Maksud Lo Mahardika? Ya, Gue ingat. Lo ketemuan sama Dika di mana, terus apa hubungannya Dika sama video Hana yang Lo dapat ini?”
“Gue jelasin, tapi Lo harus janji mesti tahan emosi Lo sampai Gue selesai cerita. Awas aja kalau sampai Lo gebrak meja lagi,” ujar Sean mengingatkan.
“Iya, Gue janji. Udah buruan jelasin!” sahut Gaafhi tak sabar.
“Gue ketemu sama Dika semalam di kafe biasa, kita bicara banyak. Sampai akhirnya Gue gak sengaja lihat foto Hana sama Andre di hp Dika. Gue penasaran kan, ya Gue tanya sama Dika soal kedekatan Hana sama Andre. Awalnya Gue gak cerita sama Dika kalau Hana pacar Lo, Gaaf.”
“Hmm, lanjutkan!” kening Gaafhi mulai berkerut.
“Semua informasi Gue dapat dari Dika. Nah, papanya Dika itu ternyata rekanan bisnis bokapnya si Andre. Waktu mereka lagi ngadain acara, Hana datang bareng Andre dan dikenalkan sebagai pacarnya di hadapan semua orang. Dan menurut penuturan Dika, dalam waktu dekat rencananya mereka berdua mau tunangan.”
“Tunangan Lo bilang?” kerutan di kening Gaafhi semakin dalam.
“Iya, tunangan. Lo boleh gak percaya, tapi Lo bisa tanyakan langsung sama Dika. Dia beneran gak tahu kalau Hana itu cewek Lo, Gaaf. Mereka mau tunangan, saat Hana masih berstatus sebagai pacar Lo!”
“Gue minta nomor hp Dika sekarang!” pinta Gaafhi tegas.
Tak ingin membuang waktu, beberapa menit kemudian Gaafhi sudah berada di dalam mobilnya bersama Hakim, meluncur menuju tempat Dika berada.”
••••••••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
chaira rara
sabar bos 🤭
2023-01-08
3
Shanty
siap siap pala lo pusing pak hakim 🤣🤣🤣
2023-01-08
4
Maya
😅😅😅
2023-01-05
3