Bab 4. Siapa dia

Zen melihat dari seberang jalan, ramai orang berkumpul di depan rumah makan bu Nyoto. Setelah melihat pencopet yang terkapar itu sudah ditangani polisi yang kebetulan melintas di sana, Zen pun bergegas pergi meninggalkan tempat itu.

Sepanjang jalan menuju toko tempat motornya berada, tak henti-hentinya Zen merutuk dalam hati mengingat peristiwa yang baru saja dialaminya itu. Meski hanya mengalami luka kecil di bagian telapak tangan karena tergores batu kerikil dan nyeri di bagian bahu juga pinggulnya, tak urung membuat Zen meringis menahan sakit.

Tiba di depan toko, Zen bergegas memeriksa motor juga barang belanjaannya. Aman, Zen tersenyum lega.

“Mas Arif!” seru Zen memanggil Arif, seraya mengacungkan kunci motornya. “Pamit dulu, Mas. Terima kasih ya sudah jagain motor Saya.”

“Oh, iya Mas Zen. Sama-sama,” sahut Arif berjalan keluar mendatangi Zen. “Kalau ada barang yang dibutuhkan lagi, silah kan hubungi kami di sini. Bisa melalui telepon ke nomor WA toko atau langsung japri Saya, kami siap mengantar sampai tujuan.”

“Siap, Mas! Kalau ada yang kurang, Saya pasti akan langsung menghubungi Mas di sini.” Zen tersenyum, lalu berubah menjadi seringai kesakitan saat ia hendak naik ke atas motornya.

“Loh, loh Mas Zen. Tangannya kenapa, apa tadi waktu makan kecokot atau gimana sampai luka seperti itu?” tanya Arif setengah bercanda. “Lah, pinggangnya juga kenapa itu? Tadi pamit makan baik-baik saja, lah kok wayahe muleh malih loro koyok ngene Mas. Opo yo mau nang dalan sampeyan jempalitan, rak mlaku sing tenanan.” (waktunya pulang kok malah sakit seperti ini. Apa tadi di jalan masnya jumpalitan, gak jalan yang benar)

Zen bengong, ia bingung Arif bicara apa. “Maaf, Mas barusan bicara apa? Suer, Saya gak ngerti.”

Arif meringis sembari menggaruk tengkuknya, “Gini loh Mas Zen, kenapa dari tadi Saya perhatikan kok kayak orang kesakitan gitu jalannya. Ada apa? Itu tangannya biar diobati dulu, Saya ambilkan betadin ya.”

“Oh, ini.” Zen memperlihatkan telapak tangannya, “Jatuh tadi di depan warung bu Nyoto. Luka kecil doang, gapapa. Nanti biar Saya obati sendiri di rumah. Pengaruh lapar kali, jadi jalannya gak konsen.” Zen tertawa kecil.

“Oh, begitu.” Arif membulatkan bibirnya, manggut-manggut mengerti.

“Ya sudah, Saya pamit ya Mas.”

“Oh, monggo. Silah kan, Mas Zen.” Arif melangkah mundur, menjauh ketika Zen memutar kunci motornya dan berlalu meninggalkan Arif yang masih terus mengawasi kepergiannya.

“Heii, siang-siang malah bengong!” suara cempreng seseorang di belakangnya mengejutkan Arif.

“Ish, Kamu ini Put. Kebiasaan bikin kaget orang saja!” ucap Arif, menoleh pada Putri yang sedang menurunkan kotak makanan dari motornya.

“Liatin apa sih, sampai bengong kayak gitu?”

“Kepoo! Rahasia dong.”

“Hillih! Koyok opo wae rahasia-rahasiaan segala.” Putri mencebikkan bibirnya, dan Arif tertawa melihatnya.

“Ojo ngambek koyok ngono to Put, mengko ilang ayune.” Arif menjawil dagu Putri. ( jangan ngambek seperti itu Put, nanti hilang ayunya)

Putri meringis, “Pasti Mas Arif liatin cowok yang barusan pergi tadi kan?”

Arif hanya mengangguk, “Iya, dia belanja banyak tadi di toko. Lumayan uang cash, bisa buat bayar gaji anak buah.”

“Mas tahu gak, itu cowok asli keren banget.” Putri mengacungkan jempolnya di depan wajah Arif.

“Maksudmu, si Zen?” Arif menepis tangan Putri. “Sok tahu Kamu, Put.”

“Oh, namanya Zen. Barusan tuh ya, si Zen itu berhasil mengalahkan pencopet yang bawa kabur tas ibu-ibu. Dan dia tadi bikin keok itu copet sampai gak bisa bangun lagi,” tutur Putri.

“Serius Kamu, Put. Zen bikin keok copet sampai klenger gak bisa bangun lagi?” Arif mengulang ucapan Putri, sembari menerima bungkusan kotak makanan dari tangannya.

“Serius, Mas. Putri lihat sendiri, kok. Kejadiannya kan persis di depan warung emak,” jelas Putri.

“Gak nyangka, ya. Padahal cilik ae wonge,” sahut Arif. (Kecil aja orangnya)

“Kecil-kecil cabe rawit, Mas. Padahal kalau itu cowok bisa kerja bareng kita di kantor, seru kali ya. Jadi berasa aman,” gumam Putri sambil terkikik geli.

“Giliran Kamu sekarang yang bengong, pakai ketawa-ketawa segala. Sudah balik sana, Aku mau makan dulu.”

‘Sebentar to Mas, sudah gak ada tugas lagi juga.”

“Lah, memang Kamu gak kerja?” tanya Arif heran.

“Off, Mas. H1,” sahut Putri enteng.

“H1 apaan, Put?”

“Ish, begitu saja gak tau. H1 itu cuti haid, Mas.”

“Etdah, kirain apaan.” Arif menggaruk rambut kepalanya.

“Makanya buruan nikah, Mas. Biar tau H1.”

“Memang ada hubungannya, Put. H1 sama Aku nikah?”

“Ya ada lah, Mas pikir aja sendiri. Kalau lagi dapet H1 kan gak bisa di apa-apain,” sahut Putri seraya menahan senyum.

“Puyeng ah, sudah sana Aku mau makan dulu, Put. Kalau Kamu gak pergi-pergi, Aku juga gak makan-makan dari tadi.”

Putri tertawa mendengarnya, “Ya sudah, Aku balik dulu. Tapi nanti kalau mas Zen balik ke sini lagi, Mas Arif kabari Aku ya. Siapa tahu dia mau kerja di tempat bos. Kebetulan perusahaan lagi cari tenaga keamanan.”

“Sekuriti maksudmu?”

“Bukan, Mas. Pengawal alias bodyguard pak bos!”

“Memangnya pengawal yang ada sekarang masih kurang, pakai buka lowongan lagi?”

“Regenerasi, Mas. Sudah pada tua, perusahaan butuh tenaga yang lebih muda dan strong kayak mas Zen tadi.”

“Bisa aja, Kamu Put. Ya sudah, nanti Aku bilang ke Zen. Kali aja dia minat.”

“Oke, Mas. Makasih ya, Aku balik dulu,” pamit Putri.

“Monggo Jeng Putri,” sahut Arif yang dibalas senyum lebar oleh Putri.

•••••

Perusahaan Benzami Petra Corp.

Gaatfhan Shauki Benzami, atau yang biasa dipanggil Gaafhi. Presdir perusahaan Benzami Petra Corp, sedang duduk di kursi kebesarannya sambil terus memeriksa dengan teliti berkas data pelamar yang menumpuk di atas meja kerjanya.

“Kim, apa Kamu yakin dengan orang-orang ini?” tanyanya sembari mengangkat salah satu berkas di tangannya pada Hakim asisten pribadinya yang sedari tadi berdiri menunggu perintah di sampingnya.

“Masih ada waktu tiga hari lagi sebelum seleksi pemilihan calon pengawal Presdir ditutup,” jawab Hakim hati-hati. Ia sudah bisa menebak kalau berkas data pelamar yang ada di atas meja kerja bosnya itu tidak ada yang cocok dan sesuai dengan keinginan Gaafhi.

“Ini bahkan sudah masuk hari ke empat,” ucap Gaafhi gusar. “Mereka lebih cocok jadi model iklan ketimbang pengawal.”

“Ada sebagian pelamar yang berbadan besar dan terlihat tangguh,” ucap Hakim lagi. “Mungkin salah satu dari mereka ada yang sesuai dengan kriteria Tuan.”

“Ck, apa Kau tidak melihatnya.” Gaafhi menunjukkan foto pelamar yang otot bisepnya menonjol dan besar. “Mereka lebih cocok jadi atlet binaraga ketimbang jadi bodyguard.”

“Oh Tuhan.” Hakim memijit keningnya, dari ratusan pelamar satu pun tidak ada yang pas di mata bosnya itu.

Tok tok!

“Masuk!”

Gaafhi mengangkat wajahnya, menatap Sean yang berjalan ke arahnya.

“Aku mau menunjukkan sesuatu sama Kamu, Gaaf.” Ucap Sean, lalu meletakkan ponselnya di hadapan Gaafhi.

Gaafhi menautkan alisnya, meraih ponsel di depannya itu. Matanya tak berkedip menatap rekaman video di dalam ponsel milik Sean itu.

“Siapa dia, Sean?”

••••••••

Terpopuler

Comments

anita

anita

yg pas itu cwek boss..pas untuk sgalanya,masak,beranak,jd pngawal jg lain2

2024-04-12

0

chaira rara

chaira rara

semua harus pas sama seleranya si bos

2023-01-08

1

Shanty

Shanty

si bos banyak maunya, semua gak ada yg pas 🤣🤣🤣

2023-01-08

3

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Bebas
2 Bab 2. Panggil Saya Zen
3 Bab 3. Insiden kecil
4 Bab 4. Siapa dia
5 Bab 5. Kabar mengejutkan
6 Bab 6. Misi pengejaran
7 Bab 7. Tak bisa tinggal diam
8 Bab 8. Pertengkaran
9 Bab 9.Tawaran pekerjaan
10 Bab 10. Rencana Sora
11 Bab 11. Seleksi pemilihan pengawal Presdir
12 Bab 12. Salah kamar
13 Bab 13. Aksi laga Zen
14 Bab 14. Berbagi itu indah
15 Bab 15. Terkesima
16 Bab 16. Menu spesial
17 Bab 17. Rusuh!
18 Bab 18. Hadiah
19 Bab 19. Mimpi itu datang lagi
20 Bab 20. Tugas pertama
21 Bab 21. Menuju Yogyakarta
22 Bab 22. Undangan makan malam
23 Bab 23. Klien potensial
24 Bab 24. Cerita kita
25 Bab 25. Barang berharga Zen
26 Bab 26. Sabar menunggu
27 Bab 27. Lelah
28 Bab 28. No debat!
29 Bab 29. Siap, Tuan!
30 Bab 30. Bertemu rival lama
31 Bab 31. Salah paham
32 Bab 32. Tugas berat
33 Bab 33. Berlatih menjadi seorang Shima
34 Bab 34. Hanya semalam
35 Bab 35. Terkesima
36 Bab 36. Perfect
37 Bab 37. Protes Zen
38 Bab 38. Kemarahan Gaafhi
39 Bab 39. Bersenang-senang?
40 Bab 40. Menyelamatkan bos Gaafhi
41 Bab 41. Tak berkutik
42 Bab 42. Memangnya punya kita beda?
43 Bab 43. Terima kasih untuk Zen
44 Bab 44. Pulang
45 Bab 45. Apa kabar, Ma.
46 Bab 46. Bukan satu-satunya
47 Bab 47. Pingsan
48 Bab 48. Ada yang menarik perhatian Zen
49 Bab 49. Penasaran
50 Bab 50. Sebuah pilihan
51 Bab 51. Buat dia jatuh cinta padamu!
52 Bab 52. Sandiwara cinta Gaafhi
53 Bab 53. Ulah Gaafhi yang meresahkan
54 Bab 54. Ketahuan
55 Bab 55. Hanya bagian dari tugas
56 Bab 56. Gara-gara lampu padam
57 Bab 57. Crazy for you
58 Bab 58. Jatuh pingsan
59 Bab 59. Sebuah rahasia
60 Bab 60. Jawaban rasa penasaran
61 Bab 61. Sebuah ultimatum
62 Bab 62. Skorsing
63 Bab 63. Ada apa dengan Sora?
64 Bab 64. Misi baru Zen
65 Bab 65. Go to the kafe
66 Bab 66. Selamatkan Sora
67 Bab 67. Zen mengamuk
68 Bab 68. Misteri sebuah foto usang
69 Bab 69. Ada potongan foto lainnya
70 Bab 70. Hanya ingin memastikan
71 Bab 71. Sangat mirip dengannya
72 Bab 72. Panggil Aku Oma
73 Bab 73. See you again, Mom
74 Bab 74. Aku sayang Mama
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Bab 1. Bebas
2
Bab 2. Panggil Saya Zen
3
Bab 3. Insiden kecil
4
Bab 4. Siapa dia
5
Bab 5. Kabar mengejutkan
6
Bab 6. Misi pengejaran
7
Bab 7. Tak bisa tinggal diam
8
Bab 8. Pertengkaran
9
Bab 9.Tawaran pekerjaan
10
Bab 10. Rencana Sora
11
Bab 11. Seleksi pemilihan pengawal Presdir
12
Bab 12. Salah kamar
13
Bab 13. Aksi laga Zen
14
Bab 14. Berbagi itu indah
15
Bab 15. Terkesima
16
Bab 16. Menu spesial
17
Bab 17. Rusuh!
18
Bab 18. Hadiah
19
Bab 19. Mimpi itu datang lagi
20
Bab 20. Tugas pertama
21
Bab 21. Menuju Yogyakarta
22
Bab 22. Undangan makan malam
23
Bab 23. Klien potensial
24
Bab 24. Cerita kita
25
Bab 25. Barang berharga Zen
26
Bab 26. Sabar menunggu
27
Bab 27. Lelah
28
Bab 28. No debat!
29
Bab 29. Siap, Tuan!
30
Bab 30. Bertemu rival lama
31
Bab 31. Salah paham
32
Bab 32. Tugas berat
33
Bab 33. Berlatih menjadi seorang Shima
34
Bab 34. Hanya semalam
35
Bab 35. Terkesima
36
Bab 36. Perfect
37
Bab 37. Protes Zen
38
Bab 38. Kemarahan Gaafhi
39
Bab 39. Bersenang-senang?
40
Bab 40. Menyelamatkan bos Gaafhi
41
Bab 41. Tak berkutik
42
Bab 42. Memangnya punya kita beda?
43
Bab 43. Terima kasih untuk Zen
44
Bab 44. Pulang
45
Bab 45. Apa kabar, Ma.
46
Bab 46. Bukan satu-satunya
47
Bab 47. Pingsan
48
Bab 48. Ada yang menarik perhatian Zen
49
Bab 49. Penasaran
50
Bab 50. Sebuah pilihan
51
Bab 51. Buat dia jatuh cinta padamu!
52
Bab 52. Sandiwara cinta Gaafhi
53
Bab 53. Ulah Gaafhi yang meresahkan
54
Bab 54. Ketahuan
55
Bab 55. Hanya bagian dari tugas
56
Bab 56. Gara-gara lampu padam
57
Bab 57. Crazy for you
58
Bab 58. Jatuh pingsan
59
Bab 59. Sebuah rahasia
60
Bab 60. Jawaban rasa penasaran
61
Bab 61. Sebuah ultimatum
62
Bab 62. Skorsing
63
Bab 63. Ada apa dengan Sora?
64
Bab 64. Misi baru Zen
65
Bab 65. Go to the kafe
66
Bab 66. Selamatkan Sora
67
Bab 67. Zen mengamuk
68
Bab 68. Misteri sebuah foto usang
69
Bab 69. Ada potongan foto lainnya
70
Bab 70. Hanya ingin memastikan
71
Bab 71. Sangat mirip dengannya
72
Bab 72. Panggil Aku Oma
73
Bab 73. See you again, Mom
74
Bab 74. Aku sayang Mama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!