Terpaksa Menikahi Kekasih Sahabatku

Terpaksa Menikahi Kekasih Sahabatku

TMKS 01. Permintaan

Harum aroma khas kaldu ayam kampung yang bercampur dengan olahan mie menguar memenuhi indera penciuman. Suara spatula yang terbuat dari stainless yang beradu dengan penggorengan seakan memanggil para pelanggan untuk berdatangan. Bara api yang berasal dari batu arang di dalam anglo pun juga turut membuat siapapun penasaran. Hingga membuat siapapun yang melintas, menghentikan kendaraan mereka untuk melihat ada apa gerangan.

"Mbak, aku mau dua porsi bakmi godog ya. Dimakan di sini. Tidak usah pakai micin dan garamnya sedikit saja!"

"Mbak, aku tiga porsi nasi goreng magelangan. Dibungkus. Pedas banget ya!"

"Mbak, aku lima porsi bakmi goreng dibungkus ya. Jangan lupa acarnya."

"Baik Pak, Bu, Mbak, Mas. Mohon ditunggu ya. Maaf ini antreannya lumayan banyak jadi mohon bersabar."

Hana Makaira, gadis berusia dua puluh delapan tahun itu tiada henti menyunggingkan senyum kala melihat kumpulan orang-orang yang memesan makanan di warung tenda tempat ia bekerja. Meskipun tubuhnya sedikit lelah, namun sama sekali tidak ia hiraukan. Ramainya warung Bakmi Jawa tempat ia bekerja ini sudah cukup mengobati rasa lelah yang memeluk raga.

"Mas Taka, ini daftar pesanannya ya. Aku mau bikin minuman dulu untuk yang makan di tempat!"

Hana menyerahkan lembaran panjang yang bertuliskan daftar pesanan para pelanggan. Taka merupakan pemilik warung tenda Bakmi Jawa ini. Untuk mempertahankan cita rasa warung tenda yang sudah satu tahun berdiri, dari awal buka pemuda berusia tiga puluh tahun yang masih lajang itu memilih terjun langsung untuk menjadi juru masaknya.

"Oke Han. Pelan-pelan saja. Tidak perlu tergesa-gesa," ucap Taka memberikan nasihat seraya memasukkan bihun ke dalam penggorengan.

Hana mencoba tersenyum tipis meskipun pikirannya begitu panik karena banyaknya pelanggan yang mengantre.

"Bagaimana aku bisa santai Mas? Lihatlah, para pelanggan kita yang makan di tempat masih banyak yang belum mendapatkan minuman. Aku khawatir jika sampai mereka kecewa karena pelayanan kita yang tidak maksimal."

Melihat raut kekhawatiran yang tergambar di wajah Hana, justru membuat Taka semakin gemas saja. Entah mengapa bagi dirinya, wajah Hana benar-benar cantik dan tidak membosankan untuk ditatap. Meskipun ada kacamata yang bertengger di atas hidungnya namun wajah gadis ini seakan memancarkan aura positif sehingga terlihat begitu cantik natural. Apalagi ketika terlihat begitu khawatir seperti ini. Ingin rasanya Taka mencubit hidung mancung gadis berusia dua puluh delapan tahun ini.

"Tenang, mereka pasti akan memaklumi. Kita hanya berdua di sini dan pastinya mereka paham jika kita penuh dengan keterbatasan. Oke?"

"Mungkin ada baiknya mas Taka mencari satu karyawan baru lagi. Barangkali bisa meringankan beban kita," usul Hana.

"Hal itu bisa kita bicarakan setelah ini Han!"

Hana menganggukkan kepala. Gegas, ia berjalan menuju sebuah meja yang biasa ia jadikan tempat untuk mrmbuat minuman. Dengan telaten, ia mulai membuat teh hangat, jeruk hangat, wedang uwuh, wedang jahe sesuai pesanan para pelanggan.

Sesekali Hana mengedarkan pandangannya ke arah para pelanggan yang memenuhi warung tenda ini. Gadis itu mengucapkan rasa syukur atas segala rezeki yang diberikan oleh Tuhan di hari ini.

***

Di sebuah rumah sakit yang berada di pusat kota, terlihat seorang pria berusia senja terbaring lemah di atas hospital bed. Di tubuhnya terpasang berbagai macam alat-alat penunjang kehidupan yang seakan menegaskan bahwa lelaki itu tengah bergulat dengan maut untuk tetap bertahan hidup. Bunyi alat-alat medis itu berdenging di telinga. Membuat siapapun yang mendengar pastinya akan turut tergerus batinnya.

Hiro hanya bisa menatap nanar wajah sang kakek dari luar ruang ICU. Kaca yang ada di hadapannya ini seakan menjadi sekat antara alamnya dengan alam sang kakek. Pemuda itu teramat risau jika sampai sang kakek tidak pernah bisa bangun dan kembali lagi ke dunia.

"Kamu yang tenang Ro, kakek pasti akan baik-baik saja. Dan sebentar lagi keadaannya pasti akan pulih seperti sedia kala."

Kenji, sang ayah tiada henti menenangkan hati Hiro. Berkali-kali lelaki itu menepuk-nepuk pundak sang anak untuk memberikan kekuatan serta memupus rasa khawatir yang mungkin masih bersemayam dalam dada.

"Bagaimana aku bisa tenang Pa? Saat ini kakek berada diantara hidup dan mati. Aku takut jika sampai kakek tidak bisa bertahan dan ...."

Ucapan Hiro seketika tercekat di dalam tenggorokan. Lidahnya seakan begitu kelu tak mampu untuk melanjutkan kalimatnya. Keadaan sang kakek benar-benar membuatnya risau sepanjang hari.

"Percayalah, kakekmu itu merupakan salah satu lelaki yang kuat. Papa percaya jika kakek akan bertahan dan bisa kembali dari masa kritisnya. Kamu yang tenang Ro!"

"Tapi Hiro benar-benar takut Pa. Hiro takut!"

"Lihatlah, dokter sedang mengupayakan yang terbaik. Papa yakin setelah ini kondisi kakek pasti akan kembali pulih seperti sedia kala."

Hiro mencoba mencerna serta meresapi setiap kata yang diucapkan oleh sang papa. Ia kembali menegakkan wajah, menatap sang kakek yang sedang ditangani oleh tim dokter terbaik di rumah sakit ini.

Hiro sedikit terhenyak kala melihat tim dokter di dalam sana mulai berjalan pelan ke arah pintu. Gegas, Hiro mengayunkan tungkai kakinya untuk menunggu tim dokter itu di depan pintu ruang ICU. Hiro seakan sudah tidak sabar untuk segera mengetahui bagaimana keadaan sang kakek.

Pintu ruangan terbuka, tim dokter pun berdiri di hadapan Hiro yang sudah menunggunya di depan pintu.

"Dok, bagaimana keadaan kakek saya? Kakek saya baik-baik saja kan? Dia sudah melewati masa kritisnya kan? Keadaannya sudah pulih seperti sedia kala kan?"

Hiro seakan tidak sabar untuk bisa segera mengetahui kondisi sang kakek. Oleh karenanya ia memberondong tim dokter dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedari tadi berkutat di dalam otaknya.

Kenji kembali memegang pundak sang anak. Berusaha untuk menenangkan. "Ro, tenang. Semua akan baik-baik saja, oke?" Kenji menautkan pandangannya ke arah tim dokter dengan pakaian serba putih itu. "Bagaimana keadaan papa mertua saya Dok?"

Salah satu tim dokter tersenyum penuh arti. Dari senyum yang terlukis seakan menjadi tanda bahwa semua berjalan dengan baik.

"Pak Ichiro sudah melewati masa kritisnya Pak. Saat ini, kita tinggal menunggu beliau sadar dan setelah itu bisa kita pindah ke ruang rawat biasa."

Hiro dan juga Kenji saling melempar pandangan dan sama-sama membuang napas penuh kelegaan. Akhirnya, apa yang mereka doakan dikabulkan oleh Tuhan.

"Lantas, apa yang saat ini harus kami lakukan untuk pemilihan keadaan papa mertua saya Dok?"

"Sederhana saja Pak. Jaga suasana hati pak Ichiro agar senantiasa bahagia. Jangan sampai ia mengalami hal-hal yang akan memporak-porandakan emosinya. Jika sampai hal itu terjadi, mungkin pak Ichiro akan kembali anfal."

Hiro dan Kenji sama-sama menganggukkan kepala. Mereka paham akan apa yang harus mereka lakukan.

"Dok, apakah saya boleh masuk ke dalam? Saya ingin sekali bertemu dengan kakek," ucap Hiro meminta izin untuk masuk ke dalam ruangan.

Para tim dokter saling bertatap netra dan sejenak kemudian mereka menganggukkan kepala.

"Silakan, tapi saya harap tetap menjaga ketenangan di dalam ruangan. Jangan sampai mengganggu kenyamanan pak Ichiro."

"Baik Dok, terima kasih banyak."

"Kalau begitu saya dan tim dokter mohon undur diri Pak. Jika ada sesuatu bisa langsung menghubungi perawat yang berada di nurse station."

Tiga orang dokter itu melenggang pergi meninggalkan Hiro dan juga Kenji. Sedangkan ayah dan anak itu masuk ke dalam ruangan. Keduanya menggunakan pakaian steril berwarna hijau dan mulai mendekat ke arah Ichiro yang terbaring lemah.

Hiro tak kuasa menahan air mata melihat tubuh sang kakek yang terlihat begitu lemah tiada berdaya. Air mata itu menetes satu persatu membasahi pipi. Baru kali ini ia merasakan begitu memprihatinkan keadaan kakeknya ini.

"Kek, apa kakek tidak lelah memejamkan mata terus menerus? Bangunlah Kek, Hiro merindukan Kakek!"

Meskipun Hiro tahu bahwa kakeknya ini tidak dapat merespon apa yang ia ucapkan, namun ia yakin jika sang kakek bisa mendengar setiap kata yang terucap dari bibirnya. Ia seakan tidak menyerah untuk berkomunikasi dengan Ichiro.

"Kakek masih memiliki janji kepada Hiro yang belum sempat Kakek tepati. Bangunlah Kek, setelah bangun, ajak Hiro untuk memancing di danau seperti janji kakek."

Ichiro masih setia memejamkan mata. Namun tak selang lama, jemari lelaki berusia senja itu tiba-tiba bergerak pelan. Bola matanya juga bergerak-gerak meskipun kelopaknya masih tertutup rapat.

Apa yang terjadi dengan Ichiro membuat Hiro dan Kenji terkejut setengah mati. Apa yang mereka lihat ini seakan menjadi sebuah sinyal bahwa Ichiro akan segera sadar.

"Pa, lihatlah! Jemari kakek bergerak-gerak. Kakek sadar Pa. Kakek sadar!"

"Tenang Ro, kita tunggu apa yang terjadi!"

Bola mata itu semakin bergerak cepat. Tak selang lama kelopak mata Ichiro perlahan terbuka. Kedua bola matanya bergerak-gerak untuk melihat ke semua penjuru.

"Syukurlah, Kakek sudah sadar. Hiro benar-benar bahagia Kek!"

Ichiro mengulas sedikit senyumnya kala melihat sang cucu kesayangan sudah berdiri di samping ranjangnya.

"Hiro ... Menikahlah! Kakek ingin melihatmu segera menikah!"

.

.

.

Terpopuler

Comments

DenMart

DenMart

Hallo, aku mampir. salam kenal

2023-02-13

0

maulana ya_manna

maulana ya_manna

mampir thor....

2023-01-05

1

Arthi Yuniar

Arthi Yuniar

Kayak apasih bakmi godog? baru denger namanya😃

2022-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!