Suara sirine mobil ambulans terdengar memenuhi ruas-ruas jalanan kota. Suaranya yang memekakkan telinga seakan memecah keheningan malam di mana para penduduk bumi tengah larut dalam lautan mimpi mereka. Lajunya yang begitu kencang seolah menjadi pertanda bahwa saat ini, kendaraan khas rumah sakit itu sedang berada dalam situasi genting. Bagaimana tidak genting jika di dalam sana terbaring seorang laki-laki yang sedang bergelut dengan maut setelah mengalami tragedi kecelakaan.
"Ayah .... Hana mohon bertahanlah. Jangan tinggalkan Hana sendirian, Ayah. Hana masih membutuhkan Ayah!"
Laksana sebuah tanggul yang jebol setelah dihantam oleh banjir bandang, air mata Hana tiada henti mengalir deras dari bingkai matanya. Air mata dengan dipenuhi oleh duka dan lara setelah sang ayah menjadi korban kecelakaan.
Hana masih saja menangis tergugu sembari menggenggam erat jemari tangan sang ayah yang terbaring di atas brankar. Tubuh lelaki ini bersimbah darah, karena baru saja mengalami kecelakaan hebat di pinggir kota.
Wajahnya pun semakin memucat seakan tidak ada aliran darah yang mengalirinya. Lelaki itu masih berada dalam posisi sadar meskipun tidak sepenuhnya. Lelaki itu masih berusaha keras untuk tetap berada di dalam alam sadarnya. Meski rasanya ingin sekali ia memejamkan mata, menyerah, dan mengaku kalah.
"Jangan menangis, Hana. Ayah baik-baik saja!"
Dengan terbata-bata, Ndaru mencoba untuk berkomunikasi dengan sang putri. Menenangkan serta menyakinkan Hana bahwa keadaannya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan ataupun ditakutkan.
"Bagaimana Hana tidak menangis, Ayah? Keadaan Ayah seperti ini. Hana takut jika sampai hal buruk menimpa Ayah. Hana takut, Yah!"
"Ayah tidak akan kemana-mana Han. Ayah akan tetap berada di sini untuk menemanimu. Hapus air matamu Nak. Jika kamu menangis, hati Ayah serasa berdenyut nyeri. Luka yang ada di sekujur tubuh Ayah ini tidak ada apa-apanya daripada Ayah harus melihatmu meneteskan air mata seperti ini."
"Tapi Yah ..." Suara Hana terpangkas kala melihat kelopak mata Ndaru perlahan mulai mengatup. Hingga pada akhirnya, lelaki itu memejamkan mata.
"Ayah!!!" pekik Hana. Ia pun menautkan pandangannya ke arah perawat yang ikut di dalam mobil ambulans ini. Ia mengguncang-guncang tubuh perawat ini. "Sus, apa yang terjadi dengan ayah saya Sus? Mengapa dia memejamkan mata? Kenapa Sus?"
Hana meracau seperti seseorang yang kehilangan kendali. Ia teramat takut jika sampai terjadi hal serius terhadap sang ayah. Pikirannya tiba-tiba saja tertuju pada satu sesuatu yang buruk. Ia takut apabila keadaan ayahnya ini tidak bisa terselamatkan.
Perawat itu mulai memeriksa keadaan Ndaru dengan memeriksa denyut jantung pasien. Ia sedikit lega karena pasien masih bernyawa.
"Tenang ya Mbak. Ayah Anda hanya hilang kesadaran untuk sementara waktu. Setelah tiba di rumah sakit akan langsung kami tangani."
"Tapi Ayah saya baik-baik saja kan Sus? Tidak ada luka serius kan?"
Mungkin bagi siapapun yang mendengar pertanyaan Hana di situasi seperti ini akan tergelak. Dengan keadaan Ndaru yang sudah bersimbah darah sudah barang tentu lelaki paruh baya itu dalam keadaan luka yang cukup serius. Namun suster yang tengah berkomunikasi dengan Hana hanya bisa tersenyum simpul. Ia sangat paham akan kekalutan yang dirasakan oleh wanita ini.
"Kita sama-sama berdoa ya Mbak, semoga ayah Anda baik-baik saja serta bisa melewati masa-masa sulitnya ini."
Hana menyenderkan bahunya di kaca mobil khas rumah sakit ini. Derai air matanya tiada henti mengalir memikirkan kondisi sang ayah. Ia merasa akan sangat berdosa sekali jika impiannya untuk membahagiakan Ndaru dengan menjadi penulis novel terkenal belum sempat terealisasi dan sang ayah lebih dulu berpulang ke pangkuan Tuhan.
Ya Tuhan ... Tolong beri aku kesempatan untuk membahagiakan ayah terlebih dahulu.
***
Dengan langkah tergesa-gesa, Hiro memasuki kawasan apartemen milik Nara pagi ini. Kali ini ada hal penting yang harus ia bicarakan dengan Nara tentang permintaan sang kakek yang menginginkannya untuk segera menikah.
Lift yang berada di apartemen ini membawa tubuhnya tiba di lantai dua puluh. Ia menyusuri lorong-lorong unit apartemen hingga tiba di depan milik sang kekasih.
Tak perlu permisi ataupun mengetuk pintu, dengan accses card yang ia miliki, ia bisa dengan mudah dan bebas melakukan apapun di apartement milik kekasihnya ini.
"Astaga, sudah jam delapan dia masih bergelung di bawah selimut? Ya Tuhan, calon istri macam apa ini!"
Hiro mendengus kesal kala melihat Nara masih tertidur lelap di bawah selimut tebal. Gegas, ia mendekat ke arah tempat tidur sang kekasih dan ia tarik selimut itu.
"Ra, bangun. Ini sudah siang! Hei, ayo bangun!"
Ia bangkit dari posisinya. Sembari menyibak tirai warna putih yang masih menutupi jendela-jendela apartement, Hiro belum menyerah juga untuk membangunkan Nara.
Merasakan sedikit hawa dingin yang berasal dari pendingin ruangan, tubuh Nara menggeliat. Dalam keadaan mata masih terpejam ia meraba-raba untuk mencari di mana selimutnya. Ketika sudah berhasil ia dapatkan, ia tarik kembali selimut itu dan kembali terlelap.
"Ya Tuhan, tidak bangun juga?" ucap Hiro dengan sedikit kesal. Ia mengguncang-guncang tubuh Nara. "Hei Ra, bangun! Aku ingin bicara serius kepadamu!"
Merasakan seperti ada guncangan tremor, kedua bola mata milik Nara yang sebelumnya terpejam, perlahan terbuka. Ia mengerjapkan mata kala sinar matahari terasa begitu menusuk kornea mata.
"Apa sih Ro? Pagi-pagi seperti ini sudah membangunkan aku. Aku masih ngantuk!" protes Nara tidak terima jika waktu tidurnya diganggu oleh Hiro. Bahkan ia bermaksud untuk melanjutkan tidurnya lagi.
Hiro bergegas naik ke atas ranjang. Ia tarik lengan tangan Nara agar bisa menggeser tubuhnya untuk bersandar di head board ranjang.
"Bangun Ra! Aku ingin bicara kepadamu. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan. Bangunlah!"
"Hal penting? Nanti saja lah Ro. Beri aku setengah jam lagi untuk kembali melanjutkan tidurku. Setelah itu baru kita bicara. Sumpah, aku ngantuk sekali. Baru subuh tadi aku tidur!"
Hiro kembali membuang napas kasar. Jika sudah seperti ini, ia hanya bisa menuruti kemauan sang kekasih. Karena akan percuma jika dalam posisi ngantuk, ia membicarakan hal penting seperti ini bersama Nara. Pastinya ia tidak akan fokus dalam mendengarkan dan tidak akan menemukan jalan keluar tapi bisa jadi malah menemukan kebuntuan.
Hiro turun dari ranjang. Ia berjalan menuju balkon untuk menikmati hiruk pikuk jalanan kota di pagi hari ini. Dari tempatnya terduduk saat ini bisa ia lihat dengan jelas lalu lalang kendaraan bermotor yang memenuhi setiap ruas jalan raya.
***
Hana terduduk lemas di samping tubuh sang ayah yang tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Sejak mendapatkan pertolongan medis, ayahnya masih belum juga sadar. Dan dokter pun juga masih belum mengatakan apapun tentang tindakan apa yang harus diambil setelah ini. Ia hanya bisa menunggu sampai dokter menemuinya kembali.
Suara daun pintu yang dibuka dari arah luar, membuyarkan lamunan Hana. Ia menoleh ke arah sumber suara dan terlihat seorang dokter dan seorang perawat memasuki ruangan ini.
"Selamat pagi Mbak. Apa Anda ini keluarga pasien?" ucap dokter itu membuka pembicaraan.
Hana bangkit dari posisi duduknya dan sedikit menundukkan badan sebagai bentuk rasa hormat kepada yang lebih tua.
"Selamat pagi Dok. Iya benar Dok, saya anak dari pasien ini. Bagaimana keadaan ayah saya ini Dok?"
Dokter itu tersenyum tipis seolah memberikan sugesti agar Hana tidak terlalu khawatir. Meskipun mungkin nantinya kabar yang akan ia bawa cukup membuat Hana shock.
"Ada benturan yang cukup keras di bagian kepala pasien sehingga membuat pasien terkena gegar otak. Oleh karena itu kita harus segera melakukan tindakan operasi untuk bisa menyelamatkan nyawa pak Ndaru."
"Apa Dok? Gegar otak? Dokter ssrius?"
Kedua bola mata Hana membulat penuh. Jantungnya terasa berdenyut nyeri saat mendengar sang ayah mengalami gegar otak.
"Seperti itulah kondisi pasien Mbak. Di samping itu tulang kaki ayah Anda juga patah jadi harus segera kita lakukan tindakan operasi."
Hana semakin dibuat lemas tiada berdaya dengan berita yang disampaikan oleh dokter. Tidak ia sangka jika kondisi sang ayah benar-benar parah.
"Lakukan apapun yang terbaik untuk kesembuhan ayah saya Dok. Lakukan sesegera mungkin agar beliau bisa selamat."
Dokter itu mengangguk pelan. "Baik Mbak, kami akan segera melakukan tindakan operasi. Namun sebelumnya, silakan selesaikan administrasi terlebih dahulu di bagian kasir!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
s3moga dapat jln keluar..... 🤲🤲🤲🤲🤲🤲🤲🤲
2023-01-05
0
candra rahma
aduh sedih bnr dah ,kecelakaan yg menimpa,ayahnya sdh pasti merubah kehidupan hana sabar ya hana
2022-12-31
1
Lia Yulia
sabar ya Han....
2022-12-30
1