Anak Kembar CEO Kaya
"Saya pergi ke kota untuk bekerja dengan tetangga saya, tapi mana saya tahu kalau ternyata pekerjaan yang dia tawarkan itu untuk menjadi pelacur."
\*
Panas terik, jalanan yang ramai, dan debu yang berhambur di depan wajahnya. Gadis yang tengah terbengong di depan sebuah toko itu bahkan tak lagi peduli dengan semua itu. Ia hanya melihat ke depan, menatap kosong pada jalanan yang ramai karena alasan yang tak diketahui orang-orang.
"Dompetku ..." Lirihnya.
Beberapa orang mungkin terlihat acuh, namun beberapa orang lainnya tentu memandang aneh gadis itu. Bagaimana tidak? Ia tidak berpindah sedikitpun dari tempatnya berdiri dan terus menggumamkan kata yang sama sedari tadi. Apa yang sebenarnya terjadi? Tak seorangpun bertanya meski sebenarnya mereka penasaran pada gadis itu.
Ciiiittt
Gesekan ban mobil yang berhenti mendadak di area parkir yang tak jauh darinya itu membuat suara yang cukup keras. Gadis itu menoleh, menemukan seorang pria berkulit eksotis dengan wajah yang terlihat garang turun dari sebuah mobil mewah berwarna hitam. Pria itu, yang tidak ia ketahui namanya berjalan masuk ke sebuah coffee shop tanpa melirik sedikitpun ke arahnya. Penampilannya rapi, dengan setelan jas dan dasi yang membuatnya terlihat berwibawa.
Orang kantoran, ya.
Gadis itu membatin. Ia masih terus menatap ke arah pintu masuk coffee shop, melihatnya dengan tatapan kosong. Pria tadi sangat tampan, namun aura garangnya begitu kentara. Meski wajah dan penampilannya mendukung untuk menjadi incaran wanita, orang lain pasti akan merasa terintimidasi jika tatapannya selalu seperti itu. Dan entah mengapa, rasanya dia mirip dengan seseorang.
Ya, kupikir dia memang mirip dengan orang itu.
Ia akhirnya bisa sedikit tersenyum. Ia yang sibuk dengan pemikirannya tadi menjadi sedikit lupa dengan penderitaannya hari ini. Yah, meski hanya untuk sesaat. Karena tak lama setelah itu, pria yang belum lama masuk ke dalam coffee shop tadi kembali keluar sembari membawa satu cup minuman yang wanginya hampir saja membuat gadis itu menjatuhkan air liur.
Ah, tentu saja. Apalagi tiba-tiba saja pria itu menghentikan langkahnya di depan dirinya yang sibuk melamun. Dan sekarang di depan gadis yang masih menatapnya, dia, pria yang tak dikenalnya itu tiba-tiba berbicara dengan kasar, "Apa yang kau lihat?" Matanya melotot. Dia sudah menyadari bahwa gadis itu terus memperhatikannya sedari tadi, karena itu pria itu mendatanginya.
Apa dia memiliki niat buruk?
Pria itu menatap lekat penampilan gadis itu, menilainya di dalam hati.
Gadis itu mendongak perlahan, tiba-tiba sadar bahwa tinggi mereka ternyata sangat jauh berbeda, "Bapak tanya saya?" Tanyanya seperti anak kecil. Ia berusaha mengalihkan pandangannya saat tanpa sengaja matanya bertemu dengan cup minuman dingin di tangan pria itu yang terlihat menggoda. Gadis itu hanya bisa menelan air liurnya sendiri, berusaha menahan diri.
"Ba---" dia berusaha menahan amarahnya. Gadis yang terlihat seperti anak SD di hadapannya tersebut bahkan tak punya hak untuk memanggilnya dengan asal seperti itu, "Saya tidak merasa punya urusan dengan Anda!"
"Saya juga tidak punya urusan dengan bapak, sih." Jawab gadis itu acuh tak acuh. Hal itu tentu saja membuat pria dihadapannya itu tercengang. Dia bahkan membuka matanya lebar-lebar, tak percaya bahwa gadis itu akan melawan. Semua orang tahu bahwa wajahnya terlihat menyeramkan, namun mengapa gadis itu bahkan tak berkedip saat menjawabnya?
Tak memedulikan pria di hadapannya, gadis itu tiba-tiba menoleh saat seseorang kembali masuk ke dalam coffee shop. Ekspresi wajahnya terlihat menyedihkan. Antara bingung, sedih, dan juga berharap. Setetes air pun tak ada masuk ke dalam mulutnya sedari pagi. Ia tahu dirinya sangat kehausan, tapi ia tak tahu harus melakukan apa dalam keadaannya yang menyedihkan saat ini.
Dan hanya dengan sekali lihat, pria dihadapannya ini langsung mengerti dengan apa yang dirasakan oleh gadis itu.
"Kau haus?" Tanyanya. Kali ini, dengan suara yang sedikit lembut.
Gadis itu menoleh lalu menggeleng dengan cepat. Ah, tentu saja ia sangat kehausan. Sedari tadi dirinya terus-menerus berdiri di bawah terik matahari yang panas tanpa berpindah. Ia bahkan terlihat sangat lesu dan tak bertenaga dengan wajahnya yang pucat. Dan meskipun keadaannya sudah seperti itu, mengapa dirinya masih menjawab dengan hal yang sangat berlainan?
Aku rasa aku hanya akan menjadi bahan ejekan jika mengaku. Orang-orang seperti mereka kan sangat suka mengatai orang dari kelas bawah, jadi mereka ---
"Nah!" Suara pria itu membuatnya berhenti berbicara dalam hati.
Pria itu menyodorkan minuman yang baru dibelinya pada gadis itu, "Aku rasa aku tidak terlalu haus, jadi ini untukmu saja!" Katanya.
Awalnya ia terlihat ragu, tak yakin juga mengapa pria itu memberikannya minuman secara cuma-cuma. Bukankah mereka tak saling kenal? Dan lagi, sepertinya ia telah mengatakan sesuatu yang membuat pria itu menjadi kesal. Lalu, mengapa pria itu tiba-tiba bersikap baik padanya?
Mengesampingkan semua pertanyaan, tiba-tiba saja gadis itu merebut minuman dingin yang ada di tangan pria itu dan meminumnya sampai habis sebelum sang pemberi berubah pikiran. Bahkan mungkin, sebelum pria itu benar-benar sadar bahwa minumannya kini telah berpindah ke tangannya. Ia sangat kehausan hingga tak lagi punya waktu bahkan hanya untuk sekedar melihat ekspresi wajah pria itu yang terkejut dengan gerakannya yang tiba-tiba.
Bagaimana lagi, ia yang tak mempunyai sepeserpun uang ini tak akan mungkin bisa membelinya sendiri jika tiba-tiba pria itu menarik tawarannya!
Dan orang yang baru saja memberikannya minuman itu lagi-lagi tercengang, tak menyangka akan melihat sosok gadis yang tak sungkan-sungkan untuk terlihat rakus di depan pria.
"Kau sangat kehausan, ya?" Dahinya berkerut dengan suara yang sedikit melemah. Orang yang dimaksud hanya diam sembari menikmati minumannya yang tersisa. Didengar bagaimanapun juga, kesan galak dari pria itu masih tetap terasa meski dia berusaha berbicara dengan selembut mungkin. Gadis itu menatap ke arahnya, terlihat serius.
"Bapak kalau bicara memang pakai nada galak seperti itu?" Tanyanya, "Kalau orang yang tidak terbiasa, mungkin mereka pikir bapak sedang memarahi mereka." Ujarnya kelewat jujur.
Pria itu mengerutkan dahinya saat mendengar penuturan gadis itu. Meski panggilan 'bapak' cukup membuat terganggu, namun sekarang dia justru penasaran pada hal lain.
"Memangnya kau terbiasa?"
Dia tiba-tiba sadar bahwa sepertinya baru kali ini ada orang yang pertama kali berbicara dengannya namun justru terlihat santai-santai saja. Bahkan gadis dihadapannya ini tidak terlihat ketakutan sama sekali.
"Hihi," gadis itu tergelak pelan. Tampaknya tenaganya telah kembali terisi setelah diberi segelas minuman dingin, "Bapak saya galak." Katanya kemudian.
Meski gadis itu tak mengatakan hal itu kepadanya, namun secara tersirat dapat diartikan bahwa gadis itu terbiasa dengan cara bicaranya karena dirinya sama galaknya dengan ayah sang gadis.
"Dasar stress!" Maki pria itu kemudian.
Pria berkulit eksotis itu berniat untuk segera pergi dari sana, tapi gadis yang baru dimatanya stress tersebut tiba-tiba saja menarik lengannya dengan cepat, "Pak, tunggu!" Panggilnya.
"Apalagi?!" Jawabnya dengan kesal.
Gadis itu tampak tersenyum malu-malu, lalu menatap pria di hadapannya dengan memelas, "Anu, bapak bisa pinjamkan saya uang?" Tanyanya yang semakin membuat sang kawan bicara tak habis pikir.
Mata pria itu bahkan sampai berkedut saat melihat keberanian gadis di depannya yang bahkan tidak dirinya ketahui namanya itu.
Benar-benar stress rupanya.
***
"Sial!"
Bannya bocor di tengah malam. Padahal sebelumnya dia yakin telah memastikan semuanya baik-baik saja, lalu mengapa mobilnya berulah di waktu dan tempat yang sepi seperti ini?
Pria itu keluar dari mobilnya dengan kesal. Dengan kondisi bannya yang bocor parah seperti ini, sangat tidak mungkin baginya untuk kembali sesuai jadwal. Mobil itu harus segera diperbaiki. Namun karena hari sudah malam seperti ini, paling tidak dia harus menemukan seseorang untuk membantunya. Pria itu pun mencari ponselnya, berencana untuk menghubungi sekretarisnya agar menjemput.
"Kemana ponsel itu."
Ia mencari ke segala tempat, namun tak juga ia temukan ponsel hitam miliknya. Lagi, ia mencoba mencarinya di dalam mobil. Namun seperti yang telah dirinya lakukan, tak sedikitpun ia temukan tanda-tanda keberadaan ponsel tersebut. Apa mungkin ponselnya hilang?
"Bapak juga kecopetan?" Suara tersebut membuat dirinya berbalik. Di halte yang tak jauh dari tempatnya saat ini, sesosok gadis yang terlihat familier itu menatap dirinya dengan wajah serius.
"Hm, sepertinya benar." Gumam gadis itu. Pria itu kemudian mengarahkan tubuhnya ke arah gadis tersebut, merasa heran bagaimana mereka bisa bertemu dua kali.
"Kau mengikuti aku?" Tanyanya.
"Mana mungkin." Gadis itu menjawab dengan cepat, "Saya juga heran bagaimana kita bisa bertemu dua kali dalam sehari." Ucapnya dengan terang-terangan. Seperti tidak terima jika dituduh yang tidak-tidak. Lagipula, bagaimana dirinya bisa tahu jika pria itu akan melewati jalan ini setelah mereka berjumpa siang tadi?
Pria itu menyipitkan matanya, merasa tak percaya akan kebetulan aneh saat ini, "Bagaimana bisa aku percaya padamu? Jelas-jelas ini bukan kebetulan." Tuduhnya.
"Hah ... " gadis itu mendekat sembari menghela napas panjang. Ia tak lagi bersedia untuk mendengarkan tuduhan-tuduhan tersebut hanya dari tempatnya duduk, "Bagaimana saya harus membuktikan? Saya terus ada disini sepanjang hari hingga malam karena tidak berani untuk pulang." Jelasnya. Gadis itu jelas berbicara dengan jujur. Namun apapun yang dirinya katakan, tentu saja tak cukup untuk menghapus semua kecurigaan yang telah dilayangkan pria itu padanya.
Gadis itu kemudian terduduk di pinggir jalan, memeluk lututnya sendiri di depan pria itu, "Saya pergi ke kota untuk bekerja dengan tetangga saya, tapi mana saya tahu kalau ternyata pekerjaan yang dia tawarkan itu adalah untuk menjadi pelacur." Jelasnya.
Bahkan meski pada awalnya dia merasa curiga pada gadis itu, tetap saja pada akhirnya dia terkejut setelah mendengar cerita singkat yang gadis itu bagikan. Kasihan, pria itu percaya bahwa gadis itu pasti telah melewati hari yang buruk. Tanpa ada keluarga maupun uang, gadis itu memang terlihat kebingungan siang tadi. Dan dia percaya itu tidak dibuat-buat sama sekali.
Pria itu menunduk, ingin melihat ekspresi gadis itu sekarang. Ada sedikit rasa tidak tega saat mendengar cerita singkatnya barusan. Sudah banyak kasus pendatang baru yang ditipu seperti itu, tapi syukurlah tampaknya gadis itu berhasil melarikan diri sebelum terjadi suatu hal yang tak diinginkan.
"Siapa namamu?" Tanya pria itu. Gadis itu menoleh, memastikan apakah benar pria itu yang baru saja menanyakan namanya.
"Zoya. Lalu bapak? Siapa nama Anda?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
LISA
Halo Kak..aq mampir nih
2023-01-13
0
Malam. udah makpir ya
2023-01-06
0
flutter.shi
hai kak.. bisa mampir ga? ke CS ku..
Shinbi House: misi menyelamatkan kekaisaran
Shinbi House: menjadi adik Kanglim
Terimakasih, salam kenal, aku Tia kak😄
2023-01-05
0