BABI BERANTING Kisah Ranti
Hembusan angin menerpa wajah, jangkrik-jangkrik sudah mulai terdengar menunjukkan eksistensinya sebagai hewan malam. daun-daun melambai seperti sedang menari, menyaksikan keindahan sore. dari arah Lembah terdengar suara gemuruh air yang mengalir di sungai, air yang terus mengalir ke sebelah Hilir tanpa ada Satu tetes pun yang melawan arus.
Keadaan waktu itu sudah menunjukkan waktu sore, matahari sudah tak terlihat, awan-awan putih menggumpal seperti sedang menonton Ranti yang sedang ditandu mau dibawa ke rumah Surya Jaya.
Kedua Laki-laki yang memikul babi terlihat nafasnya sangat memburu, keringat bercucuran membasahi seluruh tubuh. namun mereka tidak mengeluh, karena harapan mereka sangat besar, setelah menyelesaikan pekerjaannya mereka akan menerima gaji yang lumayan menggiurkan.
Sedangkan Surya Jaya Dia berjalan di belakang, mengiringi tukang pikul, hatinya penuh dengan kebahagiaan, dengan harapan-harapan yang begitu indah yang akan mendatangkan hasil, Karena dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, Bahwa babi itu adalah babi yang sangat aneh bin ajaib.
Langkah yang pasti, membawa Harapan yang tak tergoyahkan, membulatkan keyakinan, membesarkan tekad dan cita-cita. Surya Jaya mau mencoba lagi pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan, berharap usahanya kali ini mendatangkan hasil yang sangat melimpah.
Berbeda dengan perasaan yang sedang dirasakan oleh Ranti sang babi ngepet, yang sedang berada di dalam tandu. Awalnya dia sudah merasa bahagia, awalnya Ranti merasa yakin bahwa Mas sujiman akan menolong dirinya, sekarang dia mulai ragu dan mulai merasa khawatir, dia takut kalau kehidupannya akan semakin sengsara, soalnya sekarang Ranti sudah pindah tangan, bukan berada di genggaman Mbah Turo, bukan ada di genggaman Mas sujiman, tapi sudah berpindah sama Surya Jaya.
Perasaan Ranti sangat sedih, karena sekarang dia yakin tidak ada orang yang bisa dipercaya, tidak ada orang yang bisa dimintai tolong, karena orang yang satu-satunya dia anggap bisa menolongnya, sekarang malah pergi entah ke mana. hanya deraian air mata yang membasahi pipi babi itu, sebagai bentuk ungkapan kesedihan.
"Boleh istirahat dulu kang?" tanya orang yang memikul kandang, mungkin mereka sudah tidak kuat lagi.
"Boleh, tapi cari tempat yang agak hantar, agar babinya juga bisa istirahat!" jawab Surya Jaya yang sebenarnya dia pun sudah merasa capek.
Akhirnya mereka pun tiba Di pelataran Yang agak luas, dengan perlahan kandang babi pun diturunkan. mereka berdua terlihat mengatur nafas yang memburu, agar capek yang ada cepat hilang, begitupun dengan Surya Jaya dia pun menyandarkan tubuh di bawah pohon yang agak besar, sambil mengipasi dadanya yang terbuka.
Sedangkan keadaan waktu semakin lama, semakin maju ke waktu maghrib, belalang belalang yang biasa bersuara malam hari sudah mulai terdengar, burung-burung pun berkicau saling sahut menyahuti dengan burung lainnya, sambil loncat-loncat di ranting ranting pohon mencari tempat untuk menginap. hingga akhirnya Lembayung Senja pun terlihat menyinari Buana Panca Tengah. sawah-sawah, tumbuh-tumbuhan, bukit-bukit dan gunung-gunung berubah warna menjadi kuning keemasan, tersinari oleh Sinar Lembayung senja.
Setelah orang yang memikul rasa capekmya menghilang, Mereka pun melanjutkan perjalanan, Ranti terlihat bergelayun di dalam tandu yang berbentuk kandang, dia tengkurap sambil memikirkan nasib, menerka-nerka kejadian yang akan datang, membayangkan kalau dia sudah menjadi alat usaha Surya Jaya, pasti dia akan semakin merasa sedih, lebih susah daripada harus diadukan dengan anjing.
Selama di perjalanan, Surya Jaya terus berpikir mencari cara agar babi yang ia miliki menjadi jalan usaha yang terbaik dan bisa menghasilkan untung, dia berpikir mencari cara bagaimana cara menggunakan babi ngepet itu agar bisa mendatangkan uang yang banyak.
Sedangkan waktu, semakin lama semakin gelap, karena cahaya Lembayung mulai sirna, walaupun cahayanya sangat terang, namun itu tidak terlalu lama. seperti mau memberikan kebahagiaan terlebih dahulu, sebelum malam datang.
Kelelawar kelelawar sudah keluar dari tempat persembunyiannya mulai mencari kehidupan, karena mereka bekerja ketika malam datang. dari atas bukit terdengar suara burung hantu yang terdengar menakutkan, apalagi kalau di Sahuti oleh burung gagak, semakin membuat orang yang mendengarnya akan merinding.
Akhirnya sayap-sayap siang tertutup sempurna digantikan oleh sayap malam yang memeluk Bukit, menyelimuti gunung. hingga keadaan pun gelap gulita, tak ada bintang yang terlihat karena terhalang oleh awan hitam, sehingga membuat Surya Jaya harus membuat obor dadakan dari bambu kering, hingga akhirnya jalan yang mereka lalui menjadi terang meski tidak benderang.
Mereka terus berjalan sambil ditemani obrolan obrolan ringan, agar rasa capek mereka sedikit teralihkan. dengan perjuangan yang begitu gigih dan semangat juang yang begitu membara, akhirnya Ketiga orang itu sampai di kampung cipelang, kemudian mereka menuju ke rumah Surya Jaya.
"Hamidah....! Hamidah....! Hamidah Buka pintu, Akang datang nih!" teriak Surya Jaya memberitahu istrinya.
Ceklek!
Pintu rumah pun terbuka, Hamidah pun keluar menampakan batang hidungnya, sambil membawa lampu Damar.
"Kok mainnya anteng banget Kang Surya, Bagaimana hasilnya, hasil?" tanya Hamidah menatap ke arah sang suami yang terlihat samar, karena hanya diterangi oleh lampu Damar.
"Hasil dong Dah! tuh dipikul oleh dua orang. sudah Jangan banyak bertanya dulu, sekarang kamu Siapkan air minum, sama makanannya! kasihan orang yang memikul, mereka sangat kecapean."
"Iya sebentar...!" jawab Hamidah sambil masuk kembali ke dalam rumah, langsung menuju dapur untuk menyiapkan air teh serta makanannya.
Sedangkan Surya Jaya dia menyimpan dulu babinya di samping rumah, Karena dia sudah punya kandang khusus buat babi peliharaan, kandang yang aman dan kokoh, tidak akan ada yang mengganggu.
Selesai menyimpan babi, Surya Jaya pun mengajak kedua orang yang tadi memikul babinya untuk masuk ke teras rumah, dari arah dalam Hamidah pun datang dengan membawa air beserta makanan-makanan lainnya. bahkan Surya Jaya mengeluarkan rokok putih, mungkin sebagai bentuk Terima kasih atas hasil kinerjanya. Bahkan tak sampai di situ, jamuan pun terlihat sangat mewah, karena Surya Jaya bukan orang yang biasa-biasa saja, sehingga jamuan pun tidak seadanya, membuat kedua tukang pikul itu dengan lahap menyantap makanan yang ada di hadapannya.
Sedangkan Hamidah, dia pun duduk di samping suaminya, dia masih penasaran karena suaminya belum bercerita tentang pekerjaannya hari itu.
"Bagaimana hasilnya usaha tuh, Kang Surya?" tanya Hamidah sambil menatap ke arah suami yang sedang menghisap asap.
"Apa-apa yang dibicarakan oleh Mas sumijan, itu semua benar adanya, Akang sepenuhnya percaya!"
"Sebabnya?"
"Sebabnya Akang melihat dengan mata kepala Akang sendiri, tidak meminjam mata atau telinga orang lain, akang melihat sejelas-jelasnya bahwa babi itu sangat istimewa."
"Ah, masa iya?"
"Yeyy! Kalau kamu nggak percaya, tanya aja kedua orang ini!" Jawab Surya Jaya sambil menunjuk ke arah tukang pikul.
"Iya benar juragan..! ini babi nya babi yang sangat istimewa, aneh bin ajaib. kayaknya babi ini tidak akan ada duanya, apalagi tiganya. Saya yakin orang-orang yang sudah melihatnya mereka akan terkaget-kaget, terheran-heran." jawab salah seorang tukang pikul, sehabis menghempaskan asap yang ada di mulutnya.
"Ah....!"
"Ah kenapa?" Tanya Surya Jaya,
"Saya masih nggak percaya, kalau saya tidak melihat sendiri!"
"Sudah sana Kamu lihat sendiri!" Seru Surya Jaya.
Hamidah pun mengambil senter, kemudian dia turun dari rumahnya menuju ke arah samping, di mana kandang babi berada. Hamidah ingin lebih jelas Melihat babi yang dibilang sangat aneh.
Hamidah tidak takut dengan babi hutan, karena dulu dia pernah memelihara hewan buas itu. setelah sampai di dekat kandang, Hamidah menerangi kandang itu menggunakan senter, bagian tubuh yang pertama dilihat dari babi itu, adalah telinganya, karena bagian tubuh yang lainnya sama saja dengan babi pada umumnya.
Setelah diperhatikan ternyata benar apa yang dikatakan oleh suaminya, bahwa babi itu memakai anting. "kayaknya, ini antingnya anting emas, soalnya beda warnanya!" gumam Hamidah sambil terus memperhatikan telinga sang babi.
Dia terus menatap ke arah anting sang babi, seperti orang yang kehilangan kesadaran, karena matanya seolah berhenti berkedip. berbeda dengan orang yang disinari oleh senter, matanya mengkerayap karena silau dengan cahayanya senter. lama-kelamaan Ranti pun mulai memejamkan mata, tidak mau memperhatikan orang yang sedang menatapnya.
Ranti terus berdoa dan memohon agar diberikan perlindungan dari segala marabahaya yang akan datang, karena sekarang dia akan memulai cerita baru yang belum tentu ceritanya seperti apa, bisa-bisa di tempat itu ceritanya akan terputus karena kehilangan nyawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments