Hembusan angin menerpa wajah, jangkrik-jangkrik sudah mulai terdengar menunjukkan eksistensinya sebagai hewan malam. daun-daun melambai seperti sedang menari, menyaksikan keindahan sore. dari arah Lembah terdengar suara gemuruh air yang mengalir di sungai, air yang terus mengalir ke sebelah Hilir tanpa ada Satu tetes pun yang melawan arus.
Keadaan waktu itu sudah menunjukkan waktu sore, matahari sudah tak terlihat, awan-awan putih menggumpal seperti sedang menonton Ranti yang sedang ditandu mau dibawa ke rumah Surya Jaya.
Kedua Laki-laki yang memikul babi terlihat nafasnya sangat memburu, keringat bercucuran membasahi seluruh tubuh. namun mereka tidak mengeluh, karena harapan mereka sangat besar, setelah menyelesaikan pekerjaannya mereka akan menerima gaji yang lumayan menggiurkan.
Sedangkan Surya Jaya Dia berjalan di belakang, mengiringi tukang pikul, hatinya penuh dengan kebahagiaan, dengan harapan-harapan yang begitu indah yang akan mendatangkan hasil, Karena dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, Bahwa babi itu adalah babi yang sangat aneh bin ajaib.
Langkah yang pasti, membawa Harapan yang tak tergoyahkan, membulatkan keyakinan, membesarkan tekad dan cita-cita. Surya Jaya mau mencoba lagi pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan, berharap usahanya kali ini mendatangkan hasil yang sangat melimpah.
Berbeda dengan perasaan yang sedang dirasakan oleh Ranti sang babi ngepet, yang sedang berada di dalam tandu. Awalnya dia sudah merasa bahagia, awalnya Ranti merasa yakin bahwa Mas sujiman akan menolong dirinya, sekarang dia mulai ragu dan mulai merasa khawatir, dia takut kalau kehidupannya akan semakin sengsara, soalnya sekarang Ranti sudah pindah tangan, bukan berada di genggaman Mbah Turo, bukan ada di genggaman Mas sujiman, tapi sudah berpindah sama Surya Jaya.
Perasaan Ranti sangat sedih, karena sekarang dia yakin tidak ada orang yang bisa dipercaya, tidak ada orang yang bisa dimintai tolong, karena orang yang satu-satunya dia anggap bisa menolongnya, sekarang malah pergi entah ke mana. hanya deraian air mata yang membasahi pipi babi itu, sebagai bentuk ungkapan kesedihan.
"Boleh istirahat dulu kang?" tanya orang yang memikul kandang, mungkin mereka sudah tidak kuat lagi.
"Boleh, tapi cari tempat yang agak hantar, agar babinya juga bisa istirahat!" jawab Surya Jaya yang sebenarnya dia pun sudah merasa capek.
Akhirnya mereka pun tiba Di pelataran Yang agak luas, dengan perlahan kandang babi pun diturunkan. mereka berdua terlihat mengatur nafas yang memburu, agar capek yang ada cepat hilang, begitupun dengan Surya Jaya dia pun menyandarkan tubuh di bawah pohon yang agak besar, sambil mengipasi dadanya yang terbuka.
Sedangkan keadaan waktu semakin lama, semakin maju ke waktu maghrib, belalang belalang yang biasa bersuara malam hari sudah mulai terdengar, burung-burung pun berkicau saling sahut menyahuti dengan burung lainnya, sambil loncat-loncat di ranting ranting pohon mencari tempat untuk menginap. hingga akhirnya Lembayung Senja pun terlihat menyinari Buana Panca Tengah. sawah-sawah, tumbuh-tumbuhan, bukit-bukit dan gunung-gunung berubah warna menjadi kuning keemasan, tersinari oleh Sinar Lembayung senja.
Setelah orang yang memikul rasa capekmya menghilang, Mereka pun melanjutkan perjalanan, Ranti terlihat bergelayun di dalam tandu yang berbentuk kandang, dia tengkurap sambil memikirkan nasib, menerka-nerka kejadian yang akan datang, membayangkan kalau dia sudah menjadi alat usaha Surya Jaya, pasti dia akan semakin merasa sedih, lebih susah daripada harus diadukan dengan anjing.
Selama di perjalanan, Surya Jaya terus berpikir mencari cara agar babi yang ia miliki menjadi jalan usaha yang terbaik dan bisa menghasilkan untung, dia berpikir mencari cara bagaimana cara menggunakan babi ngepet itu agar bisa mendatangkan uang yang banyak.
Sedangkan waktu, semakin lama semakin gelap, karena cahaya Lembayung mulai sirna, walaupun cahayanya sangat terang, namun itu tidak terlalu lama. seperti mau memberikan kebahagiaan terlebih dahulu, sebelum malam datang.
Kelelawar kelelawar sudah keluar dari tempat persembunyiannya mulai mencari kehidupan, karena mereka bekerja ketika malam datang. dari atas bukit terdengar suara burung hantu yang terdengar menakutkan, apalagi kalau di Sahuti oleh burung gagak, semakin membuat orang yang mendengarnya akan merinding.
Akhirnya sayap-sayap siang tertutup sempurna digantikan oleh sayap malam yang memeluk Bukit, menyelimuti gunung. hingga keadaan pun gelap gulita, tak ada bintang yang terlihat karena terhalang oleh awan hitam, sehingga membuat Surya Jaya harus membuat obor dadakan dari bambu kering, hingga akhirnya jalan yang mereka lalui menjadi terang meski tidak benderang.
Mereka terus berjalan sambil ditemani obrolan obrolan ringan, agar rasa capek mereka sedikit teralihkan. dengan perjuangan yang begitu gigih dan semangat juang yang begitu membara, akhirnya Ketiga orang itu sampai di kampung cipelang, kemudian mereka menuju ke rumah Surya Jaya.
"Hamidah....! Hamidah....! Hamidah Buka pintu, Akang datang nih!" teriak Surya Jaya memberitahu istrinya.
Ceklek!
Pintu rumah pun terbuka, Hamidah pun keluar menampakan batang hidungnya, sambil membawa lampu Damar.
"Kok mainnya anteng banget Kang Surya, Bagaimana hasilnya, hasil?" tanya Hamidah menatap ke arah sang suami yang terlihat samar, karena hanya diterangi oleh lampu Damar.
"Hasil dong Dah! tuh dipikul oleh dua orang. sudah Jangan banyak bertanya dulu, sekarang kamu Siapkan air minum, sama makanannya! kasihan orang yang memikul, mereka sangat kecapean."
"Iya sebentar...!" jawab Hamidah sambil masuk kembali ke dalam rumah, langsung menuju dapur untuk menyiapkan air teh serta makanannya.
Sedangkan Surya Jaya dia menyimpan dulu babinya di samping rumah, Karena dia sudah punya kandang khusus buat babi peliharaan, kandang yang aman dan kokoh, tidak akan ada yang mengganggu.
Selesai menyimpan babi, Surya Jaya pun mengajak kedua orang yang tadi memikul babinya untuk masuk ke teras rumah, dari arah dalam Hamidah pun datang dengan membawa air beserta makanan-makanan lainnya. bahkan Surya Jaya mengeluarkan rokok putih, mungkin sebagai bentuk Terima kasih atas hasil kinerjanya. Bahkan tak sampai di situ, jamuan pun terlihat sangat mewah, karena Surya Jaya bukan orang yang biasa-biasa saja, sehingga jamuan pun tidak seadanya, membuat kedua tukang pikul itu dengan lahap menyantap makanan yang ada di hadapannya.
Sedangkan Hamidah, dia pun duduk di samping suaminya, dia masih penasaran karena suaminya belum bercerita tentang pekerjaannya hari itu.
"Bagaimana hasilnya usaha tuh, Kang Surya?" tanya Hamidah sambil menatap ke arah suami yang sedang menghisap asap.
"Apa-apa yang dibicarakan oleh Mas sumijan, itu semua benar adanya, Akang sepenuhnya percaya!"
"Sebabnya?"
"Sebabnya Akang melihat dengan mata kepala Akang sendiri, tidak meminjam mata atau telinga orang lain, akang melihat sejelas-jelasnya bahwa babi itu sangat istimewa."
"Ah, masa iya?"
"Yeyy! Kalau kamu nggak percaya, tanya aja kedua orang ini!" Jawab Surya Jaya sambil menunjuk ke arah tukang pikul.
"Iya benar juragan..! ini babi nya babi yang sangat istimewa, aneh bin ajaib. kayaknya babi ini tidak akan ada duanya, apalagi tiganya. Saya yakin orang-orang yang sudah melihatnya mereka akan terkaget-kaget, terheran-heran." jawab salah seorang tukang pikul, sehabis menghempaskan asap yang ada di mulutnya.
"Ah....!"
"Ah kenapa?" Tanya Surya Jaya,
"Saya masih nggak percaya, kalau saya tidak melihat sendiri!"
"Sudah sana Kamu lihat sendiri!" Seru Surya Jaya.
Hamidah pun mengambil senter, kemudian dia turun dari rumahnya menuju ke arah samping, di mana kandang babi berada. Hamidah ingin lebih jelas Melihat babi yang dibilang sangat aneh.
Hamidah tidak takut dengan babi hutan, karena dulu dia pernah memelihara hewan buas itu. setelah sampai di dekat kandang, Hamidah menerangi kandang itu menggunakan senter, bagian tubuh yang pertama dilihat dari babi itu, adalah telinganya, karena bagian tubuh yang lainnya sama saja dengan babi pada umumnya.
Setelah diperhatikan ternyata benar apa yang dikatakan oleh suaminya, bahwa babi itu memakai anting. "kayaknya, ini antingnya anting emas, soalnya beda warnanya!" gumam Hamidah sambil terus memperhatikan telinga sang babi.
Dia terus menatap ke arah anting sang babi, seperti orang yang kehilangan kesadaran, karena matanya seolah berhenti berkedip. berbeda dengan orang yang disinari oleh senter, matanya mengkerayap karena silau dengan cahayanya senter. lama-kelamaan Ranti pun mulai memejamkan mata, tidak mau memperhatikan orang yang sedang menatapnya.
Ranti terus berdoa dan memohon agar diberikan perlindungan dari segala marabahaya yang akan datang, karena sekarang dia akan memulai cerita baru yang belum tentu ceritanya seperti apa, bisa-bisa di tempat itu ceritanya akan terputus karena kehilangan nyawa.
Jangkrik dan ciang-ciang saling bersahutan menunjukkan eksistensi hewan malam. sesekali terdengar suara burung hantu dari arah pohon duren yang berada di belakang rumah Surya Jaya, kodok kodok pun tak tinggal diam seolah ingin memeriahkan waktu malam. begitulah keadaan di Kampung cipelang, ditambah rumah Surya Jaya yang berada di pinggir Kampung, membuatnya terasa ramai oleh hewan-hewan yang biasa bersuara malam.
Hamidah terus memperhatikan babi yang berada di dalam kandang, dia memindai seluruh tubuh babi itu dari ujung kepala sampai ujung ekor.
"Benar-benar aneh...! Kenapa ada babi pakai anting, Apakah babi siluman atau babi peliharaan yang kabur?" ujar Hamidah sambil terus memperhatikan babi itu, merasa belum puas dia pun mendekatkan senter yang dibawanya, sekarang terlihat jelas oleh mata Hamidah, babi itu memiliki bulu yang lembut tidak seimbang dengan Badannya yang sangat besar, ditambah tidak mengeluarkan bau seperti bau yang ada pada babi biasanya.
Setelah mendapat keyakinan bahwa babi yang berada di hadapannya itu adalah babi yang sangat luar biasa, Hamidah pun bangkit dari tempat jongkoknya, kemudian dia kembali ke arah surya Jaya yang sedang terlihat asik mengobrol bersama kedua tukang pikul yang mengantar babi aneh itu.
"Bagaimana aneh kan?" tanya Surya Jaya sambil menatap ke arah Hamidah yang sudah duduk di sampingnya.
"Iya Kang...! babi itu benar-benar aneh, bulunya sangat lembut, baunya tidak seperti bau babi pada umumnya, ditambah telinganya memakai anting, antingnya juga anting emas," ujar Hamidah menjelaskan penemuannya.
"Syukurlah kalau percaya...!" jawab Surya Jaya yang mengulum senyum merasa bangga dengan apa yang ia temukan.
Akhirnya mereka pun melanjutkan obrolan yang sempat tertunda, sambil melepas lelah sehabis melaksanakan perjalanan jauh, hingga akhirnya kedua tukang pikul pun meminta izin untuk pulang.
"Nggak nginep aja di sini Kang?" tawar Surya Jaya mengakui tamunya.
"Aduh...! kalau untuk nginep Saya tidak berani Kang, soalnya tadi sebelum ke sini Saya tidak meminta izin untuk menginap kepada istri. saya takut orang di rumah menunggu," jawab seorang tukang pikul.
"Ya sudah, kalau nggak mau diakui. tapi saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya karena akang-akang sudah mau membantu saya," ujar Surya Jaya sambil mengeluarkan uang Rp5.000, kemudian diserahkan ke tukang pikul.
"Terima kasih banyak Kang!" ujar tukang pikul yang terlihat bahagia, karena uang segitu setelah dibagi dua kalau kuli mencangkul harus tiga hari berturut-turut.
"Ntar dulu, itu buat buruh pikul. nah, ini bonus dari saya, karena Akang sudah mau membantu," jelas Surya Jaya sambil mengeluarkan uang Rp2.000 lagi Kemudian diserahkan ke laki-laki yang paling tua.
"Aduh...! kalau begini saya yang seharusnya mengucapkan terima kasih, karena akang memang benar-benar orang baik, kalau begitu saya pulang dulu kang!"
"Ya sudah, hati-hati di jalan! nih, bawa rokoknya ,"ujar Surya Jaya sambil memberikan sisa rokok yang masih ada di dalam bungkusan, membuat kedua tukang pikul itu mengulum senyum.
Akhirnya mereka berdua pun pergi meninggalkan rumah Surya Jaya, untuk kembali ke kampung Selakaso, sedangkan Hamidah dengan telaten Dia merapikan bekas jamuan kedua tamunya.
Selesai merapikan piring dan gelas Hamidah pun menghampiri kembali Surya Jaya yang sudah masuk ke tengah rumah, terlihat suaminya sedang meluruskan kaki dengan menyandarkan tubuh ke dinding, seperti orang yang sangat kecapean.
"Rencananya mau diapakan babi itu kang?" tanya Hamidah setelah duduk di hadapan suaminya.
"Akang sudah berencana akan membuat sirkus kecil-kecilan, di mana hewan sirkusnya adalah babi, bukan harimau atau bukan singa."
"Emang bisa babi dididik seperti hewan sirkus, apalagi babinya sudah besar seperti itu?"
"Belum tahu juga, tapi akang memiliki keyakinan seperti itu. Oh iya, Tolong babinya kasih makan dan minum!"
"Iya sebentar kang!" jawab Hamidah sambil bangkit kembali dari tempat duduk, kemudian dia masuk ke dapur lalu tak lama dia pun kembali dengan membawa wadah berisi singkong dan Ember buat minum.
Hamidah yang pernah Merawat babi, dia tidak sedikitpun ketakutan ketika dia memberikan makan, bahkan semakin lama penasarannya semakin tumbuh ingin mengenal lebih jauh dengan sosok babi yang sudah ada di rumah.
Selesai memberi makan babi, Hamidah pun kembali masuk ke rumah, kemudian duduk di samping suaminya.
"Emang nggak ada cara lain untuk mendapatkan hasil dari babi itu?" tanya Hamidah yang masih meragukan niat suaminya.
"Kayaknya nggak ada Dah! soalnya kalau diadukan sama anjing, anjingnya tidak mau menggigit, Jalan satu-satunya agar babi itu menghasilkan uang, yaitu mengadakan sirkus kecil-kecilan!"
"Terus kapan Akang mau mulai melatih babi kita?"
"Paling lusa, besok Akang mau membetulkan kandangnya terlebih dahulu, agar babi kita betah tinggal di rumah kita. karena seperti yang kamu ketahui babi kita sangat aneh, jadi kita harus memperlakukannya dengan cara yang istimewa," jelas Surya Jaya mengungkapkan niatnya.
Mendengar penjelasan suaminya, Hamidah pun hanya manggut-manggut seolah mengerti, hingga akhirnya mereka pun terlarut dengan pembahasan-pembahasan dan rencana-rencana indah yang akan mereka lalui.
Kira-kira pukul 10.00, akhirnya sepasang suami istri pun masuk ke dalam kamar untuk mengumpulkan tenaga demi menatap masa depan yang sudah terlihat sangat cerah.
Keesokan paginya, pagi-pagi sekali Surya Jaya sudah berangkat menuju ke kebun bambu, untuk memperbaiki kandang babi sesuai dengan apa yang direncanakan tadi malam.
Sebelum membetulkan kandang, Surya Jaya pun memindahkan Ranti terlebih dahulu masuk ke dalam tandu yang tadi malam membawanya. Surya Jaya yang memiliki kelebihan dia bisa melakukannya sendirian.
Setelah babinya dipindahkan, Surya Jaya pun mulai membetulkan kandang babi yang berada di samping rumah, kandang yang sudah lama tak terpakai, semenjak hewan peliharaannya dibunuh oleh pihak yang berwajib.
Surya Jaya terlihat bersemangat membetulkan kandang babi, bambu-bambu yang sudah rapuh dia ganti dengan bambu yang baru, ikatan-ikatan yang sudah longgar dia Kencangkan kembali, bahkan ia tambah dengan ikatan yang baru agar lebih kuat. sebagian lantai kandang babi dibuat lantai dari bambu, kemudian ditata sedemikian rupa agar berbentuk kamar. jadi kandang itu selain mempunyai lantai tanah, ada juga lantai bambu, mungkin Surya Jaya ingin memanjakan hewan peliharaannya, agar ketika malam datang hewan itu tidak kedinginan.
Di dekat pintu masuk Surya Jaya membuat pintu kecil agar mudah ketika memberi makan hewan peliharaannya. dia terus terlarut dengan pekerjaan seorang diri, hingga akhirnya waktu sore pun tiba, Surya Jaya Baru bisa menyelesaikan renovasi kandang babi.
Setelah kandang babi selesai dibuat, Ranti yang sejak dari tadi berada di tandu dia pun dipindahkan kembali ke dalam kandang, membuat Ranti merasa lega karena bisa bergerak dengan bebas.
Hamidah yang sejak tadi pagi dia terus menyiapkan makanan buat sang babi ngepet, namun makanan yang disuguhkan tidak ada satupun yang dimakan, jangankan dimakan disentuh pun tidak.
"LAh kamu tuh maunya makan apa sih?" ujar Hamidah sambil menatap ke arah babi yang sedang berjalan-jalan di kandang yang agak besar.
Merasa tidak mendapat jawaban, Hamidah pun mendekat ke arah suaminya yang sedang merapikan sisa-sisa bambu bekas membetulkan kandang.
"Kenapa ya, Kang babi itu nggak mau makan?"
"Kamu itu nggak usah bingung, kan Akang sudah memberitahu. Bahwa babi yang kita miliki babi yang sangat istimewa, Makannya juga harus Luar biasa. Nah, kamu kasih nasi kalau lauknya seadanya saja. sama sambal goang juga pasti akan dilahap sampai habis!"
"Ahh, masa iya sih!" tanya Hamidah yang tidak percaya.
"Yeeeh! Dikasih tahu Malah nggak percaya," Ketus Surya Jaya.
"Ya Udah Hamidah coba!"
"Sana!"
Hamidah pun masuk ke rumah melalui pintu dapur, kemudian dia menyentong nasi dimasukkan ke piring, kebetulan lauknya Dia mempunyai goreng mujair, ditambah dengan kerupuk dan sambal oncom, setelah piring terisi penuh dengan nasi dan lauk pauknya. Hamidah pun keluar kembali kemudian mendekat ke arah kandang. tanpa berpikir panjang dia pun membuka pintu kecil yang sudah disiapkan Surya Jaya, ketika mau mengasih pakan hewan peliharaannya.
"Silakan dimakan babi! kalau kamu nggak mau singkong dan nggak mau talas mentah. awas...! jangan sampai nggak dimakan, karena kalau kamu tinggal di sini, kamu harus mau makan! agar tubuhmu gemuk. Nanti ke depannya kamu akan disuruh bekerja, sedangkan kalau kerja itu harus mempunyai tenaga yang ekstra. Ya sudah! ayo makan, kalau nggak dimakan nanti aku bunuh...!" ancam Hamidah sambil terus menatap ke arah sang babi ngepet.
Mendengar ancaman Hamidah majikan barunya Ranti, membuat hati babi itu berdebar seketika, merasa nyeri ketika mendengar kata dibunuh, Ranti merasa takut kalau ancaman itu benar-benar terjadi terhadap dirinya.
Ranti yang sebenarnya sudah lapar, karena sejak kemarin sebelum diadukan dengan anjing oleh Mbah Turo dia belum pernah menemukan makanan, Ditambah lagi dengan ancaman Hamidah yang terlihat serius. dia pun mulai berjalan mendekat ke arah makanan yang baru dimasukkan ke dalam kandang.
Dengan perlahan dia mulai menggigit-gigit nasi yang berada di dalam piring, semakin lama gigitannya itu semakin terasa nikmat, hingga akhirnya Ranti pun melahap suguhan Hamidah dengan begitu lahap, sampai tak tersisa sedikitpun.
Kejadian seperti itu disaksikan langsung oleh Hamidah, membuat wanita itu tertawa merasa lucu dengan peliharaannya. kemudian dia menghampiri sang suami yang sedang duduk di pintu dapur, sambil menikmati rokok yang ada di tangan.
"Akang....! akang...!" Panggil Hamidah.
"Benar kan dengan apa yang akang sampaikan? babi istimewa, Makannya harus dikasih nasi."
"Yah benar Kang, sekarang Midah tahu. dan Midah tidak akan memberi lagi singkong mentah ataupun talas mentah, kalau mau ngasih makan berarti singkongnya harus di bakar ataupun direbus."
"Benar seperti itu, kita ngasih pakan layaknya seperti ngasih makan manusia pada umumnya."
Hamidah dan suaminya merasa tentram, rumahnya terasa hangat karena biasanya sepi, ditambah walaupun mereka sudah lama berumah tangga buah hati pun belum hadir di keluarga kecil mereka. tapi sekarang semenjak ada babi, rumah mereka terasa hidup, mungkin juga perbawaan harapan-harapan indah yang akan mereka lalui.
Waktu pun terus maju, bagaikan pedang yang sedang dihunuskan, tak terasa malam pun tiba. Ranti malam ini adalah malam kedua dia tinggal di rumah Surya Jaya, nasibnya belum pasti, ranti belum bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh majikan barunya. namun meski begitu dia sedikit merasa lega, karena Surya Jaya membuat tempat tinggalnya dengan begitu nyaman, di dalam kandang itu ada kamar, sehingga ketika Ranti hendak tidur tidak akan kedinginan, tidak seperti di dalam kandang yang berada di rumah Karmin, yang tanahnya bercampur lumpur, akibat sering disiram air oleh anak-anak yang nakal
Yang kedua, yang membuat Ranti semakin lega tinggal di tempat Surya Jaya, makanan sudah tersedia sehingga membuat perutnya tidak lapar sama sekali, rasa sedih rasa sengsaranya sedikit berkurang, namun walaupun seperti itu harapan Ranti untuk selamat, itu masih sangat tipis.
"Aku akan diapakan, ada-ada aja cerita hidup?" gumam hati Ranti.
merasa bosan berjalan mengelilingi kandang, dia pun masuk ke dalam kamar, kemudian dia merebahkan tubuhnya hingga lambat laun sang ngantukpun datang menjemput.
Akhirnya Ranti pun tertidur dengan pulas, meninggalkan segala kekhawatira, ketakutan yang ada di dalam jiwa. hingga suara kerekan timbaan air dari arah sumur membangunkannya, suara air yang ditumpahkan ke dalam Bak, membuat Ranti tidak bisa tidur kembali hingga akhirnya babi itu tengkurap sambil memejamkan mata.
Sayap Siang pun mulai terbuka, menggantikan sayap-sayap malam yang sudah tertutup dengan sempurna. dari arah luar kandang terlihat Hamidah membawa singkong bakar bersama air kopi, wanginya sangat khas tercium oleh hidung Ranti, hingga membuatnya tidak sadar dengan cepat keluar dari kamarnya, menuju ke tempat makan yang berada di dekat pintu kandang.
Tanpa berbasa-basi, Ranti pun meminum kopi itu dengan sangat menikmati, habis minum kopi dia mulai menyantap singkong bakar yang dikasih minyak, lalu di taburi garam dan micin, membuat singkong terasa sangat nikmat. hingga Ranti tak sadar kalau sekarang dia sedang berada di dalam kandang. kejadian seperti itu terus diperhatikan oleh Hamidah yang menatap heran ke arah sang babi yang sedang menikmati sarapan paginya.
"Kamu memang benar-benar aneh babi..! coba kamu beri isyarat, kalau kamu betah tinggal di sini, kamu harus mendongakkan kepala, Kalau kamu tidak betah harus nunduk!" ujar Hamidah sambil terus menatap ke arah sang babi.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Ranti hanya balik menatap ke arah orang yang bertanya, dia merasa bingung harus menjawab Seperti apa, kalau disebut betah dia tidak betah, karena dia ingin cepat pulang ke rumahnya bertemu dengan kedua orang tua. kalau dia menjawab tidak betah Ranti belum tentu mendapat tempat tinggal sebaik di rumah Hamidah. karena yang sudah sudah pun sangat menyakitkan hati, dia dikurung di kandang yang berlumpur dengan berbau jamb4n, ditambah dia di adukan dengan anjing, hingga akhirnya Ranti pun hanya terdiam sambil menatap tak memberi jawaban.
"Hai babi...! Dengarkan lagi pertanyaan saya sekali lagi, kalau kamu betah tinggal di sini, kepala kamu harus mendongak. Kalau kamu tidak betah tinggal di sini, kepalamu harus menunduk!" ujar Hamidah yang mengulang pertanyaannya, dia takut kalau pertanyaannya tidak terdengar oleh sang babi.
Ranti pun mendongakkan kepala, menandakan bahwa babi itu betah tinggal di tempat itu, membuat Hamidah merasa bahagia, hingga suara tertawanya pun terdengar kembali seperti anak kecil yang memiliki mainan baru.
"Syukurlah kalau kamu betah! tapi kalau kamu betah di sini, kamu harus nurut dengan semua perintahku dan kamu harus berjanji Kamu tidak akan jahat. kalau kamu baik maka aku akan mengurusmu dengan sangat baik. coba sekarang kamu jawab, apa kamu mau jahat atau baik, Kalau mau jahat kamu angkat kepalamu, kalau kamu mau baik tundukkan kepalamu!"
Dengan cepat Ranti pun menundukkan kepala, karena Ranti tidak mempunyai niat jahat terhadap siapapun, hanya orang-orang lah yang sering berniat jahat sama dirinya, dan sebenarnya babi itu adalah manusia sunguhan, manusia yang tersesat tidak bisa kembali ke wujud aslinya.
Hamidah yang menyaksikan kejadian itu membuatnya terlihat bahagia, karena dia semakin yakin bahwa babinya mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh manusia.
Semakin lama rasa penasaran Hamidah pun semakin bertambah, hingga akhirnya dia pun memberanikan diri membuka pintu kandang babi, kemudian dengan sedikit ragu-ragu dia pun mulai masuk ke dalam kandang, namun setelah berada di dalam kandang babi itu terlihat diam tak sedikitpun berniat menyerangnya.
Makin lama keberanian Hamidah pun semakin bertambah, hingga dengan perlahan dia mulai mendekat ke arah babi, yang sedang berdiri menatap ke arah luar kandang.
Melihat babi tidak memperlihatkan respon beringas, Hamidah pun dengan memberanikan diri mulai mengusap-ngusap lembut punduk babi itu hingga sampai ke punggungnya. membuat Ranti terasa nyaman hingga akhirnya dia pun merebahkan tubuh, diikuti oleh Hamidah yang terus mengusap-ngusap lembut punggungnya.
Semakin lama usapan itu semakin membuat babi itu merasa tenang, seperti sedang bertemu dengan ibunya, hingga tak terasa butiran bening pun jatuh membasahi pipi. kalau bisa mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya, mengungkapkan semua Belenggu yang memenuhi dada, Namun sayang hanya air mata yang mewakili isi hati, hanya suara babi bergeram yang keluar.
"Kamu benar-benar ngerti dengan apa yang aku ucapkan, kamu benar-benar setia dan menurut dengan apa yang aku mau. syukur...! syukur kalau kamu seperti ini, aku tidak akan setengah-setengah mengurus kamu, tidak akan setengah-setengah menyayangi kamu," ujar Hamidah yang terus mengelus-ngelus punduk babi dia tidak terlihat jijik melakukan hal itu, karena babi yang dia elus tidak bau dan bulunya sangat lembut.
Ranti tidak bisa menjawab, Dia hanya memejamkan mata menikmati setiap elusan yang diberikan oleh majikannya. Hamidah terus berbicara menasehati Ranti agar babi itu bisa nurut, bisa baik, bisa setia, dan nasihat-nasihat baik lainnya. Ranti terus memperhatikan apa yang disampaikan oleh majikannya, karena dia ingin tahu apa sebenarnya kemauan keluarga Surya Jaya yang sebenarnya. kalau bisa berbicara dia ingin bertanya apakah yang akan dilakukan oleh Hamidah terhadap dirinya, namun itu hanya angan-angan belaka karena dia sekarang sedang terjebak di tubuh babi ngepet.
Tapi ada yang aneh, rasa penasaran Ranti seperti terkontak dengan hati Hamidah, hingga wanita itu berbicara dengan lembut penuh kasih sayang.
"Babi..! kamu harus betah tinggal di sini, urusan makan kamu nggak usah khawatir, saya akan menyediakan setiap hari. bahkan cemilannya pun nanti saya akan buatkan. Tapi kamu harus bekerja, caranya kamu harus mengikuti semua perintah saya dan suamiku. hari ini kamu akan mulai dilatih, kamu harus bisa duduk di kursi, kamu harus bisa tidur di kasur pakai bantal, harus bisa mencuci piring, harus bisa menyapu dan pekerjaan-pekerjaan yang lainnya. yang tujuannya nanti ke lihaian kamu akan ditontonkan kepada khalayak ramai, serta orang-orang yang menonton itu harus membayar. dari pekerjaan yang seperti itu maka saya dan suami saya akan mendapatkan hasil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian dari penghasilan itu buat ngasih kamu makan. kalau uang yang didapat sangat banyak, kamu akan ikut merasakan senang. kamu ingin apapun pasti saya akan turuti, pengen makan dengan sate saya kasih, pengen makan sama daging sapi saya beli, kalau pengen opor ayam Saya tidak akan sayang. namun syaratnya cuma satu, kamu harus pintar, harus nurut dengan apa yang diperintahkan oleh sang majikan. Coba kamu jawab! kalau kamu sanggup kamu nunduk, kalau kamu tidak sanggup kamu angkat kepala," ujar Hamidah panjang lebar seperti sedang berbicara dengan manusia.
Menfapat pertanyaan majikannya seperti itu, Ranti pun dengan cepat bangkit kemudian dia menundukkan kepala sebagai tanda bahwa dia sanggup mengikuti apa yang diperintahkan oleh majikannya.
"Hahaha....!" ketawa Hamidah yang menggelegar karena dia merasa senang dengan isyarat yang diberikan oleh sang babi.
Sedang asyik mengobrol dari arah luar kandan babi, terlihat Surya Jaya yang baru pulang mencari alat-alat untuk melatih peliharaannya, dia merasa kaget ketika melihat istrinya berada di dalam kandang.
"Haduh!" Desis Surya Jaya tertahan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!