Bab 6 | Mengenang Malam Itu
"Aku barusan dengar Kakak meragu dengan rencana yang Kakak buat sendiri." Mike meneruskan.
"Hm, tidak! Kakak tidak ragu sedikit pun, kok! Demi perusahaan ini Kakak akan berjuang sampai titik darah penghabisan!" Bibir bergincu pink itu tersenyum lebar.
"Kakak pikir bisa membohongiku?" Si adik tersenyum miring dan tatapannya pun mulai dipenuhi emosi. "Selain ibu, Kakak juga tidak akan bisa berbohong padaku. Kakak akan melarikan pandangan ke samping sambil menggigit bibir saat sedang berbohong."
Ditarik Nadine napasnya dalam. Sembari berusaha merapikan mimik wajahnya sendiri. Benarkah terlihat begitu? Padahal ia sudah sebisa mungkin menyembunyikan kebenarannya dari sang adik.
"Mike, sungguh Kakak tidak apa-apa! Bukan rencana ini yang Kakak ragukan, tetapi dengan siapa Kakak akan menikah, Mike." Kedua bahu sang adik pun dipeganginya seraya menatap mata Mike lekat-lekat.
"Orang itu yang membuat Kakak ragu, bukan rencananya. Kakak hanya merasa orang itu terlalu sulit untuk dihadapi. Makanya barusan Kakak sempat berpikiran begitu," lanjut Nadine.
"Itu sama saja, Kak! Mau karena rencana ini atau karena orang itu, intinya Kakak sedang merasa ragu, kan?" Sang adik berseru frustasi.
"Ini masih belum terlambat, Kak! Masih ada waktu satu minggu lagi sebelum upacara pernikahan kalian dilaksanakan.
"Kakak bisa membatalkan pernikahan itu dan hanya meminta kompensasi. Selanjutnya, untuk perusahaan ini, kita hanya perlu mencari investor lainnya lagi.
"Jangan paksakan sesuatu yang Kakak tidak yakini dalam hati. Bukannya begitu, Kakak mengajariku selama ini?!" Mike pun membalas tatapan dalam kakaknya penuh empati dan kasih.
Beberapa menit pun berlalu, Mike sudah tidak ada lagi di ruangan itu. Hanya tersisa Nadine dan setumpuk berkas yang sedang ia coba untuk dikerjakan.
Walau sebenarnya otak dan pikiran makin terasa kacau setelah percakapan berat dengan Mike.
Masih diingat Nadine tiga hari yang lalu, ketika putusan akhir selesai dikumandangkan oleh Presdir Ken yang terhormat. Mengenai dirinya yang akan dinikahkan dengan sang putra semata wayang.
Tek
Pena di tangan ia letakkan sembarang. Seperti bagaimana adiknya begitu frustasi menasihatinya tadi. Sekarang Nadine merasakan efek domino dari rasa frustasi tersebut.
Kesepuluh jemarinya menyugar rambut dengan kasar, dari telinga sampai ke puncak kepala. "Erghh!" erang Nadine putus asa.
"Tapi..., jika aku hanya minta kompensasi, apa bedanya aku dengan wanita penghibur? Yang akan mendapat bayaran setelah melakukan pekerjaan. Nanti..., dia pasti akan semakin merendahkan aku?!"
Dia yang dimaksud sudah tentu adalah Leonard Wiratmadja. Lelaki yang sebentar lagi akan ia nikahi.
Pertemuan dan kejadian malam itu saja sudah membuat Leon begitu menatap benci dan jijik padanya. Lalu, apabila Nadine memutuskan untuk berhenti dari putusan yang sudah ayah Leon tentukan dan memilih kompensasi, maka pria itu pasti akan semakin berpikir bahwa ia adalah wanita yang tak memiliki harga diri.
Nadine sama sekali tidak menginginkan hal itu. Ia tidak mau lelaki sombong itu memandangnya begitu rendah.
"Bagaimana ini..., tapi aku juga tidak mau menikah dengan orang itu!" Rambut cokelat gelombangnya pun ia jambak ke bawah.
Menarik rasa frustasi yang semakin membumbung tinggi mengisi benak dan memenuhi otak.
Wanita muda dengan bola mata hitam kecokelatan itu kembali mengingat bagaimana Leon begitu enggan menerima keputusan ayahnya. Serta bagaimana lelaki itu secara terang-terangan berencana menggagalkan pernikahan mereka, jika itu benar-benar terjadi.
Dan yang paling tersemat adalah, bagaimana Leon tak henti mengolok dirinya seolah begitu rendah dan menjijikkan.
"Jika..., saat itu Tuan Josh yang bersamaku..., pasti tidak akan seberat ini situasi yang aku lalui." Nadine berandai.
ia memiliki alasan mengapa berucap begitu. Selain kenal secara tidak sengaja, meskipun tidak dekat. Nadine pun tahu perangai pujaan hatinya itu.
Joshua Wiratmadja, adalah putra pertama dari pasangan Tuan Sam. Adik dari Presdir Ken yang terhormat. Yang dulunya pernah dijuluki sebagai King of Playboy.
Untungnya, sifat tersebut tidak menurun pada sang putra. Putra sulung dari Tuan Sam si mantan playboy itu menuruni sifat ibunya yang bersahaja, nyonya Sarah.
Josh cenderung baik hati dan sopan, meskipun tak membuang keramahan ekstra yang dimiliki oleh sang ayah. Hingga membuat wanita di sekelilingnya salah paham akan keramahannya tersebut.
"Hah...." Diembuskan Nadine napas berat melalui mulut.
Mengapa sekarang terasa begitu sulit? Padahal sejak awal ia sudah menyiapkan mental dan batin, terhadap situasi sesulit apapun yang akan ia lalui.
“Hmh, sepertinya aku terlalu memikirkan pandangan orang itu.” Nadine menghela dengan lelah.
“Jika begini terus, langit-langit ruangan ini bisa berubah warna karena aku hanya terus meragu dan banyak berpikir.
“Padahal aku sudah berjanji akan mempertahankan warna dan keberadaannya di sini. Supaya tidak ada tikus maupun cicak yang membuat jejak pada putihnya yang suci.
“Tidak seperti diriku ini, yang sudah tidak suci lagi. Tapi masih mementingkan harga diri. Hah..., bicara apa aku sebenarnya?!”
Digelengkan Nadine kepalanya pelan. Dia berusaha keras mengusir beban-beban yang menggelayuti benak. Supaya, setidaknya ia bisa fokus pada pekerjaan dan tujuan.
Perusahaan Nadine sedang berada di ujung tanduk. Perusahaan surat kabar kecil ini terancam gulung tikar. Dihimpit kemajuan teknologi, tak banyak lagi orang yang berminat membaca berita maupun informasi apapun dalam bentuk media cetak.
Kekurangan modal dan investor membuat Nadine tidak bisa mengikuti perkembangan jaman. Setidaknya, ia harus bekerja sama dengan perusahaan tertentu atau menjual perusahaannya kepada investor yang mau mengembangkan perusahaannya itu.
NAX Media Group adalah perusahaan media cetak yang sudah dirintis puluhan tahun silam oleh kakek Nadine. Hingga saat ini, wanita muda itu yang diberi kepercayaan oleh ayahnya untuk meneruskan warisan sang kakek.
Akan tetapi, apa daya, perkembangan jaman membuat Nadine kesulitan mengembangkan perusahaan, sementara harga sahamnya terus anjlok. Sehingga, tidak ada investor yang mau mengambil risiko menanamkan sahamnya di sana.
Glory Entertainment, ia pilih sebagai batu loncatan. Berpikir bahwa dengan bisa menggaet pemimpin perusahaannya, Nadine bisa menyelamatkan perusahaannya sendiri.
Namun, sekarang keadaannya menjadi semakin rumit. Tidak karena keuntungan di depan mata berubah sebesar gunung, ia jadi amat senang.
Justru, karena hal itulah pundaknya makin tertindih beban. Ditambah, lelaki yang akan ia nikahi bukan lelaki ramah seperti Tuan Josh, pujaan hatinya.
“Ya, Tuhan! Tolong bukakan jalan keluarnya. Berikan jalan yang terbaik, dan aku akan menjalaninya dengan baik dan lapang dada.”
Meski berat! Wanita itu meneruskan dalam hati.
Dihampirinya jendela kaca dengan tirai putih. Ia lihat ke bawah, ke halaman parkir yang luasnya hanya seperempat lapangan bola.
Melihat cucuran peluh dari para karyawannya, tekad Nadine kembali teguh. Bibirnya menipis ketika ia menganggukkan kepala.
Demi mereka yang masih berjuang untuk keluarga di rumah, Nadine pun akan terus berjuang untuk mereka. Sebab, semua orang yang bekerja dengannya sudah ia anggap seperti keluarga.
“Tapi ngomong-ngomong..., bagaimana ya, malam itu aku bisa berakhir dengan dia?!” Ia pun mencubiti bibir bawah sambil menerawang angkasa.
Mencoba mengenang apa yang terjadi malam itu.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Elisa Nursanti Nursanti
🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔
2022-12-31
0