Kost Putri Reunion
Suara riuh terdengar begitu memekakkan di salah satu ruang kelas di sebuah Sekolah Dasar. Ruang kelas 1 A, memang terdengar lebih ramai dibandingkan dengan kelas 1 yang lainnya. Di dalam kelas tersebut terdapat tiga puluh siswa dengan latar belakang dan suku yang berbeda-beda. Tidak semua di antara mereka merasa senang pada hari pertama mereka masuk di Sekolah Dasar. Ada yang menangis, ada yang merasa terganggu dengan teman yang belum mereka kenal, ada juga yang terlihat sibuk mencari sosok ibu mereka.
Suasana ramai tidak hanya di kelas, di luar kelas pun terlihat ramai. Tepatnya di samping jendela kelas, di sana terlihat orang tua murid sedang berdiri memantau buah hati mereka dengan perasaan yang begitu bangga dan bahagia. Karena bagaimanapun, mereka merasa buah hati mereka sudah besar dan siap untuk menempuh pendidikan sekolah dasar.
"Ok anak-anak...., perkenalkan, saya adalah ibu Suhartini, wali kelas kalian. Anak-anak sekalian, boleh memanggil ibu dengan sebutan ibu Tini. Ibu Tini adalah pengganti orang tua kalian saat di sekolah. Jadi, kalau ada apa-apa, bilang sama ibu ya..." Ucap ibu Tini yang memiliki wajah yang terlihat sangat ramah dan sabar, layaknya guru-guru di taman kanak-kanak dan juga di sekolah dasar pada umumnya.
Ibu Tini tersenyum lebar saat melihat tidak ada satupun anak-anak menyahut ucapannya. Di depannya terlihat tingkah polah anak-anak dengan ragamnya. Meskipun begitu, seorang guru memang sudah terbiasa menghadapi situasi yang seperti itu. Terutama guru di taman kanak-kanak dan juga guru kelas 1 di sekolah dasar. Kesabaran mereka harus tetap terjaga, karena mereka tahu betul bila peserta didik di bawah usia tujuh tahun memang begitu adanya. Dan disitulah tugas dan tantangan para guru untuk mengarahkan anak didiknya agar terbiasa mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan tertib.
"Sekarang, karena hari pertama sekolah, kita kan belum saling kenal ya teman-teman. Jadi, bagaimana kalau kita berkenalan dahulu. Jadi, nanti belajarnya lebih menyenangkan. Teman-teman sudah memiliki teman dan bisa bermain bersama. Juga dengan ibu Tini, ibu jadi bisa mengenal dan memanggil nama teman-teman semua."
"Huaaaa... mama....!" Terdengar tangisan dari pojok ruang kelas.
Ibu Tini menghampiri anak yang sedang menangis tersebut dan berusaha menenangkannya. Tidak hanya sampai di situ saja, selang beberapa menit, terdengar keributan antara satu anak dengan anak yang lainnya. Yang ternyata mereka sedang bertengkar memperebutkan bangku. Suasana ramai juga di tambah dengan suara cekikikan dan juga suara obrolan para murid yang tidak mau diam walaupun sedetik saja.
"Teman-teman yang pintar dan baik hati, bisa diam dulu ya..., Ibu mau berbicara. Kalau mengerti, katakan mengerti Ok?"
"Ok! Ok!" Sahut anak-anak dengan nada suara tokoh kartun yang terkenal membawa map di tas nya.
"Ok, kita memperkenalkan diri dulu ya teman-teman." Sambung ibu Tini lagi.
"Anak siapa itu? Cengeng kali," Ucap Butet yang sedang berdiri di samping jendela kelas tersebut, bersama ibu-ibu yang lainnya.
"Gak tahu mam, kayaknya orang tuanya tidak menunggunya di sini." Sahut ibu yang berada di samping Butet.
"Oh kek gitu. Pekak kali telingaku dibuatnya. Nangeeesss aja kerjanya dari tadi. Gak kayak anakku, tengoklah santai kali dia dudok di sanan," Ucap Butet, seraya menunjuk Moana, putri satu-satunya yang sedang berada di dalam kelas tersebut.
Ibu tersebut melirik Butet dengan senyum sinisnya.
"Anakku juga anteng kok mam, bukan hanya anaknya mama saja," Ucap ibu tersebut.
Butet menatap ibu tersebut dengan tatapan sebal, lalu ia melengos dan kembali menatap Moana yang sedang duduk dengan sikap yang rapi.
"Gak mau kalah kau. Anteng darimana anak kau?" Batin Butet.
"Ok, yang pertama ibu panggil ananda Ahmad. Mana yang namanya Ahmad? Sini ke depan, mari perkenalkan dirinya sama teman-temannya ya.."
"Saya bu..."
Seorang anak mengacungkan jari telunjuknya, lalu berjalan ke depan kelas.
"Ok, sebutkan namanya. Terus, dimana rumahnya dan juga anggota keluarganya ya." Pinta bu Tini.
"Iya bu." Sahut anak tersebut.
"Ya sudah, perkenalan diri di mulai ya. Silahkan..."
"Halo teman-teman, nama saya Ahmad," Ucap anak tersebut.
"Ayo di lanjut, di mana rumahnya. Punya kakak atau adik berapa. Hobinya apa dan juga punya hewan peliharaan atau tidak," Ucap bu Tini dengan ekspresi wajah yang begitu ramah.
"Rumah... hmmm.. rumah saya di... hmmm.. mak! rumah kita di mana?" Tanya anak tersebut kepada ibunya yang sedang menatapnya dari balik jendela. Sontak saja para wali murid yang berdiri di sana tertawa melihat tingkah anak tersebut.
"Perasaan di Taman Kanak-kanak sudah di ajarkan deh," Ucap ibu yang tadi berbicara dengan Butet, dengan ekspresi wajah yang nyinyir.
"Biar aja lah, namanya dia gugop," Ucap Butet dengan ekspresi wajah yang tak kalah nyinyir.
Kembali ibu itu terlihat tidak suka dengan sambutan dari Butet.
"Sekarang yang namanya Amelia," Ucap bu Tini, setelah Ahmad selesai memperkenalkan dirinya.
Seorang anak perempuan mengacungkan jari telunjuknya dan berjalan ke depan kelas.
"Mam, itu anak saya. Pasti anak saya tidak seperti anak-anak sebelumnya. Anak saya selain cantik juga pintar," Ucap ibu itu dengan wajah yang terlihat sangat antusias, saat anaknya mulai memperkenalkan diri di depan kelas.
"Sombong kali kau!" Batin Butet.
"Halo teman-teman, nama saya Amelia. Saya tinggal di Jalan Melati, nomor tiga. Saya memiliki dua orang kakak. Tetapi tidak memiliki adik. Saya memiliki seekor kucing peliharaan. Namya Tom." Amelia terlihat begitu lugas saat memperkenalkan dirinya di depan kelas.
"Liat tuh kan mom, anak saya Amelia pinter banget..!" Ucap ibu itu dengan wajah yang terlihat begitu bangga.
"Halah, biasa aja nya itu. Anakku pun bisa kek gitu," Ucap Butet dengan ekspresi wajah yang terlihat kesal dengan ibu tersebut.
Ibu tersebut pun terlihat mencibir dan membuang mukanya.
Satu persatu anak menurut abjad yang tertera di absen sudah maju ke depan kelas dan memperkenalkan dirinya. Kini giliran Moana, anak dari Butet yang begitu dia banggakan.
"Sekarang Moana, mana yang namanya Moana?" Tanya ibu Tini.
Terlihat seorang gadis kecil yang manis, berkulit hitam manis, sama seperti ibunya, mengacungkan jari telunjuk. Lalu gadis kecil itu pun beranjak ke depan kelasnya.
"Eh mam, tengok ya... itu anak aku," Ucap Butet dengan ekspresi wajah yang menyombong.
Lagi-lagi ibu tersebut melengos dan mencoba memperhatikan Moana, untuk mencari kekurangan Moana dan bermaksud untuk mencibir Butet.
"Halo teman-teman, namaku Moana Patricia Pangaribuan. Rumahku di Jalan Semangka, nomor tujuh. Usiaku tujuh tahun. Hobiku bermain game," Ucap Moana dengan lugas dan begitu percaya diri.
Melihat betapa pintarnya Moana, ibu tersebut menghela nafas dalam-dalam. Ia merasa bila Moana memang terlihat begitu pintar. Pun dengan Butet yang terlihat begitu bangga. Ia pun langsung memasang wajah menyombong di depan ibu tersebut.
"Aku gak punya adek ataupun kakak. Aku anak satu-satunya. Aku udah minta adek sama mamak dan bapakku. Tapi kata bapakku, "kek mana mau punya adek? mamak kau aja gak mau berdamai sama bapak.". Memang orang itu lagi berantam, dan sekarang lagi pisah rumah. Entah kapan bisa balek lagi. Aku pun pening, kawan-kawan. Jadi ada solusi buat mamak sama bapakku, biar orang itu bisa kasih adek buat aku? Gak enak ku rasa jadi anak satu-satunya loh..." Sambung Moana.
Ibu Tini terlihat terkejut mendengar apa yang baru saja ia dengar. Tidak hanya ibu Tini, seluruh wali murid pun tercengang mendengar ucapan Moana. Hanya ada satu ibu yang begitu puas mendengar ucapan Moana, yaitu ibu yang sedang bersaing dengan Butet.
"Aku gak punya binatang peliharaan. Pernah aku peliharaan ayam dulu kan. Pas Natal, ayam ku hilang. Rupanya sudah mamak ku masak buat hidangan Natal."
"Hmmmm, Moana. Sudah cukup ya sayang," Ucap bu Tini, seraya menuntun Moana kembali ke kursinya.
"Belum loh bu. Masih banyak yang mau Moana ceritakan."
"Kapan-kapan ya sayang. Kasihan teman yang lain juga mau memperkenalkan diri." Bujuk bu Tini.
"Ya udah lah," Ucap Moana.
Akhirnya Moana kembali duduk di bangkunya.
"Ya ampun mam, pintar sekali anaknya ya..., sampai-sampai... menceritakan aib ibu bapaknya sendiri." Sindir ibu tersebut.
"Banyak kali cakap kau!" Bentak Butet. Lalu Butet pun beranjak ke kantin sekolah tersebut.
"Tah hapa pun si Moana ini. Bekicau aja dia bah! gadak saringannya mulot nya itu. Apalagi si Moan, tah hapa di cakapnya kek gitu sama anaknya. Udah tau anaknya lantam, apa gak tesebar ke seantero jagat raya ini. Ck! azab kali bah! Malu kali aku!" Keluh butet seraya menghentakkan kakinya di atas lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
im3ld4
lah emang situ kagak lantam apah mulutnya?🤣🤣🤣🤣
2023-04-30
4
im3ld4
wkwkwk ancur dah si butet dibikin moana🤣🤣🤣🤣🤣
2023-04-30
4
im3ld4
saiiin kao buteeet🤣🤣 dilibas moana kao tet
2023-04-30
4