Deja Vu [ Lilian Ashley ]
KEGELAPAN. Hanya itu yang menyelimutiku saat ini.
Rasa takut, sedih, dan panik bercampur menjadi satu. Tidak ada yang berwarna, seakan-akan aku sedang berdiri di sebuah ruangan yang kosong dan gelap gulita. Bukan seakan-akan lagi, tetapi aku benar-benar sedang berdiri sendirian di tengah kegelapan dan kekosongan! Dimana aku berada? Apa yang sebenarnya terjadi?
Hawa dingin tidak luput pula hadir untuk menambah tempo detak jantung dan berhasil membuat bulu kudukku berdiri.
"JANGAN PERGI!"
Suara teriakan yang menggema dan begitu keras terdengar jelas bahwa pemilik suara tersebut adalah laki-laki.
Bahkan sedari tadi aku tidak berjalan ataupun bergerak. Mengapa orang itu meneriakkan kalimat tersebut? Apakah bukan kepadaku? Namun, dalam tempat ini hanya ada aku saja.
"JANGAN PERGI!"
Suara sumbang itu lagi. Siapa orang yang sebenarnya ia perintahkan? Apakah benar-benar ke padaku? Semakin lama memikirkannya, membuatku menjadi gemetar dan takut.
Aku pun menutup telinga menggunakan tangan, sekaligus memejamkan mata dan berharap bahwa semua ini adalah mimpi. Iya, ini hanya mimpi!
Saat mencoba membuka mata, seketika muncul kehadiran seorang cowok sedang berdiri tegap tepat di hadapanku. Wajahnya yang pucat pasi tanpa ekspresi sedang menatapku lekat-lekat.
Takut. Aku benar-benar merasa merinding saat membalas tatapannya. Rasanya ingin secepat-cepatnya berlari tunggang langgang dan menjauh sejauh mungkin dari cowok asing ini. Akan tetapu, mengapa tubuh ini menolak keinginan otakku? Aku tidak bisa bergerak dan hanya dapat mematung dalam menatap orang di hadapanku dengan gemetar.
Secara mengejutkan, sebelah tangan cowok itu membelai pipiku dengan lembut sebelum mengatakan, "Jangan pergi, kumohon."
Kalimat itu sama seperti teriakan sumbang sebelumnya yang telah kudengar. Rupanya adalah dia yang mengucapkan hal tersebut.
Di momen yang sama, aku baru sadar bahwa pelupuk mata ini sudah menggenang basah tanpa ada perasaan sedih dalam menatap cowok ini. Ada apa denganku? Aku tidak bisa mengenalinya sama sekali, tetapi tidak terasa asing. Apakah kami saling mengenal satu sama lain?
Semakin aku berusaha mengingatnya, rasa sakit mulai menjalar di kepala dan mungkin kapasitas memori dalam otakku benar-benar semakin penuh hingga nyaris terasa meledak.
Mendadak tubuh ini terasa ditarik oleh sesuatu dengan kuat dan cepat, sampai membuatku menjauh dari cowok tersebut tanpa kendaliku sendiri. Aku melihat dia yang semakin menjauh. Laki-laki itu mulai meneteskan air mata dan tangannya terulur, seakan-akan tidak rela dengan kepergianku. Ini aneh, sungguh tidak bisa dipahami.
Selanjutnya pada tempo yang sama, sebuah lembaran foto yang setengah terbakar terjatuh secara perlahan di hadapanku. Terlihat sebuah gambar seorang gadis sedang tersenyum hingga akhirnya sirna menjadi uraian abu oleh lahapan api.
Aku tidak bisa memahami kejadian ini. Terlebih lagi, aku tidak dapat mengkontrol tubuh sendiri sama sekali. Tolong siapa pun, tolong jelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi.
Mendadak aku tersentak kaget. Jantung ini seperti mencelus ketika muncul sebuah sensasi sebuah gerbang dimensi lain terbuka dan melemparku tanpa aba-aba. Di saat yang sama, tanpa mengedipkan mata hingga aku bisa rasakan bagaimana sebuah tarikan kuat telah memindahkan diriku ke lokasi yang berbeda.
Embusan angin telah hadir, kedua mata menjadi membelalak, telinga mulai mendengar bahwa seluruh dunia telah berteriak histeris dan akhirnya aku sadar bahwa itu adalah teriakanku sendiri. Aku mendapati tubuh ini yang sudah terhempas di udara dan berada dalam perjalanan yang sebentar lagi jatuh dari ketinggian curam lembah atau bisa jadi adalah jurang. Perpindahan tempat secara mendadak seperti ini begitu tidak bisa kupahami menggunakan nalar.
Tidak ada jarak antara tubuh ini dengan langit yang begitu gelap, diterangi oleh bulan purnama. Angin sepoi-sepoi yang sejuk, tetapi tidak memberikan efek tenang sama sekali. Terbesit dalam otakku, apakah aku akan mati?
Seketika, situasi menjadi berubah.
Sebuah kegelapan hadir dalam sekejap mata seperti jeda untuk mengantarkan diriku menuju keadaan yang berbeda untuk kedua kalinya. Alih-alih terjatuh di curamnya jurang, aku menjadi sedang berdiri di tengah jalur rel kereta api. Spontan kakiku bergerak untuk melangkah pergi secepat mungkin sebelum ada kereta api yang datang dan hendak melindas. Namun, sepatuku justru tersangkut di sisi rel.
Rasa panik menyelimuti saat aku berusaha dalam melepaskan diri dari jeratan rel ini. Kemudian, bel pagar lalu lintas telah berbunyi yang berfungsi otomatis menahan kendaraan ataupun pejalan kaki untuk melewati rel. Ini menandakan bahwa kereta api akan datang dalam beberapa detik lagi. Sedangkan sedari tadi, aku terus berusaha menarik-narik kaki yang sama sekali tidak ada hasil! Aku tidak bisa menyerah dalam kesulitan ini.
Deru suara mesin yang berputar telah terdengar di telingaku. Sorot lampu yang begitu terang kini menyinariku dari ujung rel. Mulai terdengar deritan melengking dan percikan dari roda kereta api yang mengartikan bahwa sang masinis telah menarik pedal rem agar menghindari kecelakaan yang akan menimpa padaku.
Semakin mendekat dan mendekat hingga mataku membelalak hebat yang mungkin nyaris saja terlepas dari rongganya. Saat mulut kereta sedikit lagi menciumku, hati ini hanya berharap keselamatan yang sangat mustahil.
Lagi-lagi semua mendadak berubah.
Sebuah tarikan yang sama telah muncul lagi hingga aku bisa melihat bagaimana sirnanya cahaya kereta api di hadapanku sampai akhirnya suasana di sekitar telah berubah total.
Apakah aku sedang ditunjukkan dalam menghadapi berbagai macam faktor kematian?
Selanjutnya, sekelilingku elah dipenuhi air dengan tingkat cahaya yang rendah. Tenggelam, aku benar-benar sedang terjatuh dalam diam di sebuah air yang tinggi. Tubuh terasa berat dan tidak menolak terapung ke atas untuk mendapatkan oksigen. Kini, aku hanya bisa menahan napas untuk bertahan sedikit lebih lama lagi.
Air yang begitu dingin dan tubuh terasa seperti batu yang perlahan turun menuju dasar air ini. Sepertinya sangat dalam, aku bisa merasakan begitu lambatnya tubuhku untuk menyentuh dasar dan sedikit lagi mulai kehabisan nafas untuk bertahan dalam kesadaran yang lumayan singkat.
Sinar rembulan yang terlihat indah di mata mulai bertambah kabur hingga menghilang. Napas telah habis, aku mulai terbatuk dan rasanya paru-paruku akan meledak karena tidak bisa memompa pernafasan lagi. Tekanan air menjadi semakin lama membuatku pusing dan sangat menyakitkan. Pasrah, hanya itu yang bisa kulakukan di saat seperti ini. Mata terasa berat dan kesadaran mulai terkikis habis.
Entah sejak kapan perasaanku mulai terasa lega. Perlahan hidungku dapat menarik nafas dan setelah itu aku mencoba terbangun. Mataku mulai fokus untuk melihat keadaan sekitar yang tahu-tahu saja sudah berubah. Perubahan yang terasa sangat lama, tetapi sesungguhnya hanyalah seperkian detik.
Kaki ini mulai menginjak sebuah dataran yang menandakan bahwa aku sedang berdiri. Bukan hanya sekedar berdiri, melainkan dengan kobaran api di sekelilingku. Api, iya api! Di seluruh mata memandang telah terdapat api yang menari-nari.
Reflek aku berjalan dalam mencari jalan keluar agar tidak terpanggang hidup-hidup oleh api ganas di sekitaran. Plafon yang mulai sedikit runtuh, abu panas bertebaran, lantai yang kupijaki terasa mulai memanas, asap dimana-mana hingga membuatku terbatuk-batuk dan menyesakkan nafas. Rasanya kadar oksigen di sini semakin lama menjadi menipis dan mencekik paru-paruku.
Aku pun berteriak meminta tolong dan berharap ada seseorang yang menghampiri untuk menyelamatkan satu nyawa dari penghuni bumi. Pada akhirnya aku sadar bahwa tempat ini terletak di lantai atas. Terlihat sebuah jalur menuju lantai bawah melalui tangga yang akan menjadi jalan keluar pertamaku.
Belum saja mulai untuk melangkah, reruntuhan kayu dari atas telah terjatuh tepat di sebelahku. Beruntungnya aku reflek menghindar dengan cepat. Namun, aku justru tergelincir sampai melewati pagar pembatas yang rusak, lalu terjun ke bawah dengan panik. Lautan api akan melahapku sebentar lagi. Kali ini, aku benar-benar akan mati. Akan tetapi, tidak ada rasa panas sama sekali. Aku tidak terbakar dalam kobaran api.
Lagi-lagi perubahan kondisi pada sekitarku telah hadir.
Mata yang awalnya masih menatap langit-langit terbakar, sekarang berubah menjadi pemandangan yang begitu kabur. Hawa panas tergantikan oleh dingin, tubuh yang terasa terpanggang telah berubah menjadi sedikit basah.
Ini benar-benar menakutkan. Apakah aku hanya menyaksikan beberapa cara kematian dengan sangat tragis? Lantas, apa faedahnya? Siapa sebenarnya yang menarikku ke berbagai situasi berbeda ini? Mengerikan, ini sungguh menakutkan. Aku tidak kuat lagi menghadapi hal-hal ambigu ini.
Penglihatanku tidak bisa dapat fokus sama sekali seperti sebelumnya, seperti potongan film yang sedang dibakar, lalu hangus dalam sekejap. Kemudian, terdengar suara percikan dan tetesan air di mana-mana.
Terdapat seorang wanita berteriak di dekat telingaku. Namun, aku tidak sempat menggubris perkataannya sebelum kakiku mulai terkulai lemas dan kehilangan keseimbangan. Baru tersadar bahwa di tanganku sedang memegangi payung kecil yang bertanda hujan sedang turun. Tidak lama tangan ini telah melepaskan genggamannya hingga akhirnya tubuhku terbasahi oleh air hujan. Kepala terasa berat dan menjadi kekurangan keseimbangan.
Perlahan semuanya berubah menjadi gelap hingga tersadar jika semua kejadian aneh ini telah berhenti seperti yang kutunggu sedari awal.
- ♧ -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
fares Faresya
apaaan DEG trus kn jdi aneh bacanya
2023-01-16
0