CINTA TERHALANG RESTU
Weni gadis 25 tahun, cantik dan periang serta Pekerja keras dan disiplin. Namun sampai saat ini tidak kunjung menikah dan sibuk dengan pekerjaannya. Ia juga baru menyelesaikan pendidikan S2 di luar negeri. Dan saat ini dirinya membantu Sang Papa menjalankan bisnis properti, ia juga mempunyai galeri. Karena memang melukis adalah hobinya.
Orang tuanya sudah mendesak agar segera menikah dengan kekasihnya. Namun, ia tetap tidak bergeming dan justru menyibukkan diri dengan pekerjaan dan hobinya.
“Weni kamu mau ke mana?” tanya Sang Mama saat ia sudah berdandan rapi dan membawa tas menuruni tangga.
“Mau ke galeri, Ma.”
“Sendiri?”
“Ada Mas Bian nunggu di sana!” terangnya.
“Bian sudah pulang dari Singapore?”
“Sudah. Makanya Weni sama Mas Bian janjian di galeri.”
“Ya sudah hati–hati, salam buat Bian,” pungkas Mila pada Sang Anak. Weni tersenyum kemudian berangkat menuju galeri dengan mengendarai mobilnya.
Sesampainya di galeri Weni di sambut pegawainya yang bernama Arin. Arin adalah pegawai kepercayaannya dari tiga tahun terakhir.
“Selamat pagi, Bu!”
“Pagi Rin. Oh ya, Mas Bian sudah datang?” tanyanya menanyakan sang kekasih.
“Tadi datang, tapi selesai terima telepon langsung pergi lagi.” Weni hanya menghela nafas pasrah dan tersenyum tipis.
“Ya sudah, terima kasih!” Weni kemudian masuk ke dalam ruangannya lalu menghubungi Bian, kekasihnya.
“Halo Mas! Mas di mana?”
“Maaf sayang, Mas mendadak ada urusan di kantor, masalah rapat di Singapore kemarin.”
“Ya sudah. Kalau begitu, aku ke kantor saja, masih ada pekerjaanku di sana yang belum selesai.”
“Iya, hati-hati.”
“Hem.” Keduanya pun memutuskan sambungan ponselnya masing-masing. Weni keluar dari ruangannya lalu menemui Arin.
“Rin. Aku mau ke kantor, kalau nanti ada yang mencariku, suruh saja menghubungiku.”
“Baik Bu, nanti saya sampaikan.” Weni mengangguk kemudian pergi dari galeri menuju kantor sang Papa.
Sesampainya di kantor, Weni tak lantas masuk ke dalam gedung, ia masih duduk di dalam mobil dan menyandarkan punggungnya sembari melihat lalu lalang karyawan yang keluar masuk sambil membawa beberapa berkas di tangannya.
Selang beberapa menit ia memutuskan untuk keluar dari mobil dan masuk ke gedung kantor. Weni masuk seperti biasa dan langsung menuju lift khususnya. Namun, saat memencet tombol lift rupanya tidak berfungsi. Tak lama ada satpam yang menghampirinya.
“Maaf Nona. Lift yang ini sedang rusak dan akan segera diperbaiki. Jika Nona tidak keberatan, Nona bisa menggunakan lift karyawan.”
Weni melihat satpam tersenyum ramah padanya, wajahnya begitu tampan tidak seperti satpam kebanyakan, bahkan aroma tubuhnya pun begitu wangi, kulitnya termasuk bersih. Mungkin dari segi wajah satpam tersebut lebih cocok menjadi artis atau model.
“Nona?” Weni sedikit tersentak dari keterpanaannya lalu sekilas tersenyum dan sedikit membuang pandangannya.
“Oh iya. Bisa temani saya di lift itu sampai ke lantai tujuan saya? Lantai 29,” ujar Weni tanpa sadar meminta untuk ditemani di lift karyawan.
“Baik. Mari saya antar,” balas Satpam tersebut mempersilahkan Weni masuk ke lift lebih dulu.
Wina kembali memperhatikan satpam tersebut dan melihat nama yang tertera di dadanya.
‘Bagas Sanjaya,’ batin Weni lalu melihat kembali wajahnya.
“Kamu satpam baru?” tanya Weni tiba-tiba, mengingat ia baru mengetahui Ada satpam bernama Bagas. Bagas menoleh ke arah Weni dan tersenyum sambil memencet tombol lift.
“Iya Nona. Saya baru dua hari bekerja menjadi satpam kantor di sini, sebelumnya saya di kantor cabang!” balas Bagas ramah.
“Oh, pantas saya baru melihatmu. Oh ya, tapi tadi saya tidak melihat kamu di depan?” tanya Weni melihat Bagas tersenyum ramah dan sedikit menunduk.
“Maaf Nona, tadi saya sedang mengambil buku catatan laporan.”
“Oh.” Weni tersenyum begitu juga Bagas. Namun Bagas langsung menundukkan pandangannya, karena menurutnya tidak sopan jika harus memandang gadis cantik di sampingnya terlalu lama.
Tiba-tiba lampu lift berkedip- kedip membuat keduanya serempak melihat ke arah lampu dan ‘Brakkk’ lift terhenti.
“Aaa!” jerit Weni melonjak memegang bahu Bagas.
“Tenang Nona, tidak apa-apa. Sebentar lagi juga hidup.” Baru saja Bagas selesai bicara lampu tiba-tiba padam membuat Weni menjerit kembali.
Weni semakin erat berpegangan di bahu Bagas, bahkan meraih lengannya untuk berpegangan. Namun Bagas diam tidak berani memegang tangan Weni walau hanya untuk menenangkannya.
“Sebentar Nona biar saya meminta bantuan.” Bagas kemudian mengambil walky talky lalu meminta bantuan rekan kerjanya.
Weni semakin erat memegang lengannya bahkan sampai menyembunyikan wajahnya di lengannya.
“Kamu jangan pergi, aku takut gelap,” lirih Weni.
“Jangan takut Nona, lampu darurat masih menyala jadi tidak terlalu gelap, buka mata Anda.” Weni justru menggelengkan kepalanya dan mengalungkan Kedua tangannya di leher Bagas dan terus memejamkan matanya.
Perlahan Bagas memberanikan diri untuk memegang pundak Weni, memberi tanda agar Weni jangan takut.
“Nona lampunya darurat masih lumayan terang, buka mata Anda.”
Weni perlahan membuka matanya dan mendongak melihat wajah tampan Bagas. Jantung keduanya juga tidak bisa diajak kompromi, seolah ingin keluar dari tempatnya masing-masing.
“Jadi ini tidak terlalu gelap?” tanya Weni yang masih memeluk Bagas.
“Iya Nona, masih terang, wajah Anda masih terlihat jelas.” Weni sontak melepaskan pelukannya lalu membenarkan bajunya. Begitu juga Bagas yang berusaha bersikap profesional.
“Maaf,” cicit Weni sekilas melihat Bagas malu.
“Tidak apa-apa, Nona!” balasnya.
Tak lama walky talky milik Bagas berbunyi dan mengatakan masih butuh waktu sedikit lama lagi untuk bisa memperbaiki lift karyawan yang sedang rusak. Weni yang mendengarnya pun langsung mencari tempat untuk duduk lalu memainkan ponselnya yang ternyata baterai ponselnya pun habis.
“Baterainya habis lagi,” Pekiknya sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya secara kasar lalu melihat Bagas yang masih berdiri sambil berbicara dengan Walky talky.
“Ini butuh berapa lama lagi?” tanya Weni.
“Sebentar lagi Nona, pihak perbaikan sedang memperbaikinya.
“Uh..., bisanya mati. Terus bagaimana dengan pekerjaanku yang belum selesai,” gumam Weni menyandarkan punggungnya di dinding Lift.
“Pak Bagas!” panggil Weni. Bagas menoleh ke arahnya.
“Ya Nona.”
“Duduk, Pak! Memangnya Bapak gak capek berdiri terus?”
”Tapi, Nona?”
“Tidak apa-apa.” Bagas melihat Wina sekali lagi untuk memastikan tidak apa-apa, lalu Weni mengangguk, baru ia duduk bersila di depannya.
“Pak Bagas sudah mempunyai istri?” tanya Weni.
“Belum Nona, siapa yang mau dengan satpam seperti saya!”
“Pasti ada, Pak.”
“Anda mau dengan saya,” Canda Bagas diiringi tawa keduanya.
“Boleh!” Canda Weni balik.
“Ok, Anda pacar saya sekarang.” Kedua tertawa, bercanda sampai lampu dan lift terbuka.
Mereka tidak menyadari jika ucapan adalah sebuah doa. Jika benar kelak mereka berjodoh apakah orang tua mereka menyetujui?
Mereka keluar beriringan kemudian Weni menuju ruangannya sedangkan Bagas menghampiri rekannya yang sedang berada di lantai yang sama.
Weni tersenyum sendiri saat berada di ruangannya hingga tidak menyadari jika Tiara berada di ruangannya.
“Astagfirullah!” seru Weni terkejut.
“Kau kenapa? Kau pikir aku hantu!” seru Tiara.
Weni tersenyum lalu di duduk di kursinya kemudian sejenak mengingat Bagas lalu ia membuka laptopnya.
Waktu terus berjalan, Weni akhirnya menyelesaikan pekerjaannya. Hari yang begitu melelahkan. Rasa jari jemarinya serta matanya begitu lelah.
“Mas Bian ngapain ya?” Weni memejamkan matanya. Memikirkan kekasihnya yang selalu sibuk dan susah diajak bertemu. Weni mengambil ponselnya lalu menghubungi Bian.
“Halo, Mas!” sapanya di balik sambungan ponselnya.
“Ya, sayang!”
“Masih sibuk?”
“Iya! Masih ada sedikit pekerjaan."
“Ya sudah, lain waktu ketamuan ya! Jaga kesehatan.” Weni kemudian memutuskan sambungan ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Aulia Risa
mampir kak.
nyimak dulu
2023-01-30
1
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
aku like aja ya kak
2023-01-29
1
karim Ok
mampirr
2023-01-23
2