Hari-hari Weni sudah melupakan kejadian di apartemen Bian dan justru semakin akrab dengan Bagas. Walau saat ia sendiri ia menangis mengingat kisah cintanya dengan Bian dan perselingkuhan Bian terhadapnya
Bagas dan Weni bersikap profesional sebagai atasan dan bawahan saat di kantor. Walau sesekali mereka mencuri waktu untuk berduaan. Sepertinya saat ini, saat jam istirahat. Weni sengaja meminta bantuan membawakan boks makanan yang akan ia bagi-bagi ke staf bagiannya.
“Mas kok diam aja,” tanya Weni saat di dalam lift.
“Gak apa-apa, ini kan tempat kerja!”
“Pulang kerja tunggu ya!” pinta Weni sambil memegang lengan Bagas.
“Memangnya mau bareng, jam pulang kita berbeda.”
”Iya tahu … tapi hari ini aku mau pulang cepat. Kangen sama kamu, Mas!” Bram terkekeh lalu sekilas menyandarkan Kepalanya di kepala Wina yang kini bersandar di pundaknya.
“Setiap hari, kan ketemu!”
“Iya sih! Tapi bawaannya kangen terus, bagaimana dong?” Weni merasa Nyaman dan aman saat di dekat Bagas. Rasanya ia seperti di prioritaskan walau Bagas juga tak kalah sibuk, bekerja menjadi satpam dan membantu orang tuanya berjualan setelah pulang bekerja.
“Ya sudah nanti mau di tunggu di mana?”
“Di depan halte saja.”
“Ok!”
Tak lama pintu lift terbuka, mereka bersikap normal kembali. Weni jalan lebih dulu kemudian diikuti Bagas di belakangnya.
“Pak Bagas tolong letakkan di sini saja, Tiara kamu bagi-bagi ini ke yang lain ya.” Ujar Weni pada Bagas dan Tiara bergantian. Bagas meletakkan di meja yang ditunjuk Weni.
“Makan gratis!” seru Tiara senang lalu mengambil boks makanannya di meja.
“Pak Bagas, tolong ke ruangan saya sebentar,” pinta Weni
“Baik Nona. ” Bagas mengikuti langkah menuju ruangannya.
Sesampainya di ruangan Weni menutup pintunya lalu memeluk Bagas dari belakang.
“Mas kangen.” Bagas hanya diam lalu melepaskan pelukannya kemudian membalikkan badannya.
“Ini kantor sayang, nanti banyak yang lihat bagaimana?” balas Bagas lembut sambil mengusap pipinya.
“Biarin.” Weni tersenyum lalu memeluk Bagas kembali.
“Sudah ya, aku turun. Sampai ketemu nanti.”
“Tunggu!” Weni mencium Bagas, Bagas hanya tersenyum kemudian keluar dari ruangan Weni.
Bagas bukanya tidak membalas ciuman Weni, akan tetapi ia takut tiba-tiba ada seseorang yang memergoki dirinya, yang nantinya bisa membuat dirinya kehilangan pekerjaannya.
Waktu terus berjalan hingga tiba waktunya pulang bekerja, Bagas pulang sekitar jam 3 sore dan menunggu Weni di halte depan kantor, tentunya mereka diam-diam dan tidak ada yang tahu mereka menjalin hubungan.
“Mas!” panggil Weni saat sampai di halte. Bagas tersenyum sambil memberikan helm pada Weni.
“Langsung pulang?” tanya Bagas sambil melihat Weni mengenakan helmnya.
“Ke rumah Mas, boleh?” jawab Weni. Bagas berpikir sejenak mengingat pulang ini ia harus menggantikan ibunya berjualan bakso.
“Boleh.” Bagas tersenyum lalu sekilas menoleh ke belakang melihat Weni. Kemudian menarik tuas gas motornya, Ia juga tidak ingin membuat Weni kecewa jika tidak mengizinkan Weni berkunjung lagi ke rumahnya.
Rasa cinta mereka berdua begitu menggebu. Melupakan status kesenjangan sosial yang mereka miliki. Bagi mereka rasa di hati untuk saat ini adalah segalanya. Weni pun dengan mudah melupakan perselingkuhan Bian.
Sesampainya di rumah, mereka langsung menghampiri Mira di warung. Mereka melihat Mira sedang melayani pembeli.
“Assalamualaikum!” salam Bagas memasuki warung bakso
“Waalaikumsalam!” jawab Bu Mira.
“Ibu …!” sapa Weni. Mira menoleh ke arah sumber suara.
“Nak Weni … apa kabar calon mantu ibu, aduh … makin cantik saja” balas Mira sambil memeluk Weni.
“Baik Ibu, Weni rindu sama Ibu sudah lumayan lama gak ketemu.” Bu Mira tersenyum mengusap rambut panjang Weni.
“Ibu, Bagas tinggal sebentar ke dalam ya. Mau ganti baju.”
“Iya...!” jawab Bu Mira dan di angguki Weni.
“Bu! Kenapa Mas Bagas ganteng banget? Selalu wangi! Weni jadi betah sama Mas Bagas!” puji Weni yang memang mengagumi ketampanan Bagas yang bak model dan artis-artis ternama. Weni memang begitu mengagumi Bagas semenjak awal bertemu.
“Bagaimana gak ganteng, itu lihat Ayahnya!” Bu Mira menunjuk Pak Herman yang baru masuk warung.
“Assalamualaikum!” salam Pak Herman.
“Waalaikumsalam.”
“Ada tamu? Siapa ini Bu?” tanya Pak Herman melihat Weni tersenyum ke arahnya dan begitu akrab dengan sang istri.
“Ini Weni! Pacarnya baru Bagas!”
“Bagas sudah melupakan mantannya?” Bu Mira tertawa kecil sambil melihat Weni yang mengerutkan dahinya.
“Kalau boleh tahu, siapa pacar Mas Bagas, Bu?” tanya Weni penasaran
“Ada dulu, tapi gak jodoh, sudah jangan dibahas, nanti Kalau Bagas tahu bisa bad mood.” Weni tersenyum tipis, namun hatinya penasaran siapa mantan kekasihnya.
“Oh iya, Om! Saya Weni.” Weni memperkenalkan diri dan menyalami Pak Herman.
“Panggil Ayah saja, ya!” Weni mengangguk sambil melihat Pak Herman, rupanya Pak Herman juga tampan. Pantas saja Bagas memiliki paras tampan dan gagah, rupanya warisan dari sang Ayah. Wajahnya yang khas perpaduan timur tengah
‘Oh pantas saja Mas Bagas ganteng, Bapaknya juga ganteng’ batin Weni dalam hati.
“Ayah, bagaimana rumahnya Bagas? Sudah selesai pasang keramiknya?” celetuk Mira menanyakan pembangunan rumah milik Bagas yang belum selesai seratus persen.
“Sudah! Tinggal merapikan depan saja. Kalau nanti Bagas sudah siap menikah, rumahnya sudah jadi,” balas pak Herman menepuk lembut kepala Weni lalu tersenyum. Herman berharap Weni wanita terakhir untuk putranya, dan sepertinya Weni gadis baik dan menerima keadaan putranya yang apa adanya dan sederhana.
Weni yang mendapat perlakuan seperti itu pun menjadi salah tingkah dan hanya tersenyum malu.
“Ayah, sudah pulang?” tanya Bagas tiba-tiba datang dengan menggunakan kaos santai.
“Iya! Barus sampai, ya sudah … itu pacar kamu ajak lihat rumah, lihat apa yang kurang!” balas Pak Herman menepuk- pundak Bagas.
“Baksonya bagaimana?”
“Kan, ada Ayah!”
“Ya sudah, Bagas ke sana dulu ya. Ayo
Sayang!” ajak Bagas tanpa sadar memanggil Wina sayang di depan Ibu dan Ayahnya dan langsung menarik Weni.
“Permisi! Yah, Bu!” Weni sedikit terhuyung mengikuti langkah Bagas.
Bagas mengendarai sepeda motor menuju rumah barunya. Sepanjang perjalanan Weni sangat menikmati pemandangan sekitar lingkungan rumah Bagas. Rumah baru Bagas juga tidak jauh dari rumah orang tuanya, hanya sekitar sepuluh rumah.
“Sudah sampai,” ujar Bagas lalu mematikan motornya.
Weni turun dan melihat rumah milik kekasihnya itu dengan takjub. Tidak menyangka walau seorang Satpam ia bisa membangun rumah, walau sederhana tapi elegan.
“Ayo masuk!” ajak Bagas.
Weni mengikuti langkah Bagas masuk ke dalam rumah yang belum seratus persen jadi. Namun, sepertinya sudah siap ditempati.
“Wow! Ini bagus Mas. Sederhana tapi kesannya mewah.”
“Iya. Terima kasih. Tapi kecil”
“Yang penting nyaman dan penuh kehangatan keluarga,” balas Weni tersenyum ke arah Bagas. Bagas tersenyum lalu menuju kamar utamanya di ikuti Weni.
“Ini kamar utamanya. Kamar mandinya aku minta di buatkan di dalam.” Weni masuk dan melihat kamarnya lumayan besar, walau tak sebesar kamarnya yang lebarnya dua kali lipat dari kamar yang saat ini ia lihat.
“Siapa kira-kira yang menempati kamar ini, Mas?” pancing Weni ingin tahu seberapa serius Bagas padanya.
“Aku dan istriku kelak!”
“Siapa calon istri, Mas?” Weni mendekati Bagas dan berdiri tempat di hadapannya.
Bagas menatap Weni penuh arti, apakah gadis ini yang nanti akan menjadi penghangat kamarnya? Bagas masih ragu apakah Weni yang selama ini orang yang ia cari, tapi bagaimana dengan kesenjangan sosialnya. Bagas mengusap pipi Weni dengan lembut dan tersenyum.
“Kamu!” balas Bagas sedikit ragu. Weni tersenyum lalu memeluknya.
“Terima kasih, Mas! Sudah menjadikanku calon istrimu. Aku rela jika harus meninggalkan semua kemewahan dari keluargaku asal aku hidup denganmu.”
“Hai. Tidak boleh seperti itu. Keluarga itu nomor satu. Kalau Keluargamu tidak setuju denganku kamu harus terima. Aku juga sadar, aku siapa. Hanya orang biasa.”
“Mas!” Weni meletakkan telunjuknya di bibir Bagas lalu ia memeluknya lagi.
“Tapi aku mau kamu!” Bagas hanya tersenyum dan mengusap punggungnya.
“Terus bagaimana dengan orang tua kamu?" tanya Bagas.
“Nanti aku yakinkan mereka, biar merestui kita.” Weni memandangi Bagas dengan jarak begitu dekat lalu tiba-tiba mengecup bibir Bagas. Bagas tersenyum lalu mengusap pipi Weni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
⏤͟͟͞R◇Adist
weni nyosor muluuu kelamaan dianggurin ma bian jadi liat bgas nyosora🤣🤣🤣🤣
2023-01-21
0
yuni kazandozi
kalau weni sedang sama bagas hawanya ayem ya,,bahagia gitu
2023-01-16
0
Yeni Wati Hiatus
ih Weni nyusur aja 🙈🙈
2022-12-27
3