BAB 2 HARAPAN PALSU

Hari-hari Weni disibukkan dengan pekerjaannya, seperti saat ini. Ia pulang sedikit terlambat. Weni keluar dari lift Namun saat sampai lantai bawah, ia baru teringat jika mobilnya dipinjam asistennya, Tiara. Untuk pulang menemui ibunya yang sedang sakit.

“Suruh jemput siapa ini? Mas Bian bisa jemput aku tidak ya. Tapi tadi katanya belum selesai meeting. Meeting kok lama banget sih dari kemarin meeting terus.” Gumamnya di teras lobby.

“Naik taksi saja,” gumamnya sambil mengambil Ponsel di dalam tasnya lalu memesan taksi online. Namun, saat membuka dan memesan rupanya tidak ada satu pun sopir taksi online yang merespons pesannya. Sudah hampir setengah jam taksinya tak ada yang merespons. Akhirnya ia memesan jasa ojek online.

“Akhirnya ada yang merespons,” gumamnya saat salah satu ojek online merespons pesanannya. Tak begitu lama ojek yang ia pesan pun datang menghampirinya.

“Nona Weni?” panggil ojek tersebut sambil memastikan apakah benar yang memesan ojeknya yang bernama Weni.

“Ya saya!” Weni memperhatikan tukang ojek tersebut kemudian tertawa kecil.

“Kamu?”

“Nona! Jadi benar Nona yang pesan ojek saya?” tanya Bagas memastikan.

“Iya , terpaksa. Pesan taksi dari tadi gak ada yang merespons.”

“Baiklah Nona, ini helmnya.” Weni menerima helm tersebut dengan ragu, ia takut helm tersebut tidak higienis dan mungkin sudah banyak orang yang memakainya.

Bagas sadar dengan keraguan Weni menerima helmnya, ia pun turun lalu mengambil helm baru di dalam jok motornya. Helm yang baru saja ia beli untuk adiknya.

“Nona pakai ini saja, ini masih baru. Baru saja saya beli untuk adik saya.” Bagas memberikan helmnya.

“Terima kasih ya, kamu pengertian,” balas Weni lalu memakai helmnya.

“Ini bagaimana?” cicit Weni kesulitan memasang kunci tali helmnya.

“Mari saya bantu Nona, maaf.” Bagas membantu mengenakan helmnya kemudian keduanya naik di atas motor.

“Selain jadi Satpam di kantor, kamu juga jadi tukang ojek?” tanya Weni.

“Apa saja saya kerjakan Non, kalau hari libur saya bantu Ayah saya jualan bakso sama mie ayam di pasar induk. Kalau tidak ya bantu ibu di rumah jualan bakso juga.”

“Oh, orang tuanya pengusaha mie Ayam bakso?” Bagas tertawa saat Weni mengatakan Ayahnya pengusaha.

“Sekarang orang tuanya jualan?” tanya Weni lagi

“Iya, Non.”

“Saya mau dong! Mau cobain baksonya. Bawa saya ke rumah kamu.”

“Yakin … Nona mau ke warung bakso orang tua saya?”

“Yakin! Bukanya seminggu lalu kamu bilang kalau saya ini pacar kamu! Ya di ajak makan dong pacarnya!” Bagas terkekeh begitu juga Weni.

“Baiklah Nona, saya akan mengajak Anda ke tempat pertama kita berkencan.”

Mereka tertawa dan bercanda layaknya sepasang kekasih. Weni sangat menikmati pemandangan sore hari. Rupanya ia merasakan perbedaan antara naik mobil dan motor, Menaiki motor ternyata memiliki kesan tersendiri baginya, yang memang ia tidak pernah naik motor.

Bagas membawa Weni ke rumahnya sesuai permintaannya. Rumah Bagas begitu sederhana dan memiliki halaman yang tampak begitu luas dan di depan rumahnya terdapat warung bakso milik orang tuanya.

“Assalamualaikum…!” salam Bagas pada ibunya yang sedang mengelap mangkuk.

“Heh...! Anak Ibu yang ganteng sudah pulang?” Bagas masuk di ikuti Wina lalu Weni mengikuti Bagas menyalami Mira. Mira memperhatikan Weni yang berdiri di samping Bagas.

“Ibu, ini kenalin...,”

“Pacar Mas Bagas!” potong Weni tiba-tiba membuat Bu Mila terbengong melihat anaknya yang hanya garuk-garuk kepala.

“Bukan Bu! Ini...,”

“Mas kok Begitu! Kan, seminggu lalu kita jadian di lift,” potong Weni lagi membuat Bagas melebarkan matanya dan melihat sang Ibu yang begitu senang melihat pacar anaknya yang begitu cantik dan juga ramah.

“Iya..., iya...! Pacar Bagas, Bu!”

Bagas tidak bisa berkata apa-apa lagi terlebih melihat Ibunya senang melihat Weni. Weni dan Mira kemudian membuat bakso bersama. Setelah itu Weni membawakannya untuk Bagas yang duduk memperhatikan dirinya.

“Nah...! Bakso Nona Weni sudah jadi!” seru Weni lalu duduk di samping Bagas.

“Ibu tinggal sebentar ya. Kayaknya Adikmu baru pulang kuliah,” pamit Bu Mira pada keduanya.

“Iya, Bu. Biar baksonya Bagas yang jaga!” Mira tersenyum kemudian keluar dari warungnya.

“Nona! Kenapa Nona bilang kalau Nona pacar saya?” tanya Bagas saat Ibunya sudah keluar dari warung.

“Kamu gak mau jadi pacarku?” Bagas terdiam tidak tahu menjawab apa. Walau ia tahu ucapan Weni sudah pasti hanya bercanda. Tapi bagaimana dengan anggapan Ibunya.

“Nona pasti bercanda!”

“Kalau tidak bercanda bagaimana?”

“Nona! Please, jangan membuat Ibu saya ke-ge-eran.” Weni menatap Bagas lalu meraih jemarinya.

“Tidak! Aku serius, kita pacaran!” tegas Weni. Bagas melihat Weni penuh arti, apa maksud kata serius yang ia ucapkan.

“Nona. Ayolah..., siapa pun pasti tahu kalau Anda seorang pimpinan di perusahaan tempat saya bekerja!”

“Iya … semua orang tahu itu.”

“Nona pasti bercanda!” Bagas masih tidak percaya dengan ucapannya.

“Aku tidak bercanda!” tegas Weni lagi.

Bagas terdiam dan memperhatikan Weni, siapa yang tidak tertarik dengan Weni. Cantik, pintar, Ramah dan sopan. Akan tetapi, Bagas tidak langsung senang atau mengambil kesempatan. Ia juga takut dan mana mungkin seorang Weni Wijaya menyukai dirinya yang hanya seorang satpam dan anak pedagang bakso dan mie ayam, sedangkan dirinya anak seorang pengusaha terkenal.

“Ayo dong … di makan baksonya, ini aku yang racik loh!” Weni tersenyum lalu mengusap pipi Bagas, sedangkan Bagas hanya mengangguk dengan rasa bingungnya.

“Mas Bagas...!” seru adiknya tiba-tiba. Bagas menoleh ke arah sumber suara.

“Nindy … Pelankan suara kamu!”

“He..., Maaf.” Nindy kemudian duduk di samping Bagas dan melihat Weni yang tersenyum padanya.

“Hai kak! Kenalin saya adiknya Mas Bagas, Nindi Sanjaya. Kakak pacarnya Mas Bagas ya?” Nindi mengulurkan tangannya ke arah Weni. Weni dengan senang hati membalas uluran tangannya.

“Weni Wijaya.”

“Kakak Manis banget. Cantik! Mas Bagas pintar cari pacar! Pacar atau calon istri?” Seketika Bagas tersedak mendengar ucapan adiknya yang baru 20 tahun itu. Weni refleks mengambilkan air minum untuk Bagas dan membantunya minum.

“Pelan-pelan, Mas!”

“Terima kasih.”

Nindi menatap mereka yang sedang saling pandang penuh arti. Ia pun tersenyum senang sepertinya mereka berdua saling jatuh cinta, namun terlihat jelas Bagas masih malu-malu.

“Ya sudah kak. Nindi tinggal ya, mau mandi.”

“Ok!” balas Weni lalu tersenyum.

“Oh ya kak, helmku mana?” tanya Nindi menanyakan Helmnya.

“Besok ya! Kakak lupa.”

“Ya sudah, besok ya.”

“Hem.”

“Kak Weni! Nindi masuk dulu ya!” Weni hanya mengangguk dan tersenyum kemudian Nindi berjalan ke arah belakang.

“Adik kamu orangnya asyik ya!”

“Asyik apa? Nyebelin iya!” Weni terkekeh melihat Bagas yang sedari tadi malu di buat Nindi, yang bertanya jika dirinya calon istrinya.

“Ya sudah, habiskan bakso Anda Nona, selesai ini saya antar pulang.” Weni mengangguk kemudian melanjutkan makannya.

Weni mungkin tanpa sadar sudah memberi harapan palsu pada Bagas. Mungkin ia juga lupa sudah mempunyai seorang kekasih.

Terpopuler

Comments

Tini Jifi

Tini Jifi

panya pacar sama bos dah cocok kok malah milih sama satpam heem dah sampai aja 🙏🙏

2023-03-21

1

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

aku like lagi

2023-01-29

1

⏤͟͟͞R • Hapsari

⏤͟͟͞R • Hapsari

Weni....apakah kamu gak tau, jika saat ini ada tiga orang yang kamu PeHaPein noooooh 🤦🤦🤦🤦

2023-01-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!