Jangan Mencintaiku
I don't like monday! Kalimat itu berlaku untukku hari ini. Hari ini akan ada rapat redaksi tepat jam 10 pagi. Memang ini bukan rapat dadakan, tapi setiap rapat kami harus siap dengan kata-kata ajaib yang keluar dari Mas Raka, pemimpin redaksi kami. Kami harus menyiapkan amunisi sabar, ikhlas, dan alasan kami dalam memilih topik.
Majalah kami, Majalah Koktail telah terbit Jumat kemarin. Majalah kami terbit sebulan sekali dengan tebal mencapai 100 halaman setiap terbitnya. Terkadang kalau ada sponsor bisa lebih tebal lagi.
Hari ini kita akan review majalah kami yang baru terbit kemarin, mulai dari hasil berita, cetakan majalah, dan lain-lain yang mungkin bisa mengganggu pembaca dan apakah sesuai trend berita yang sedang berlangsung.
Biasanya, setelah review selesai, kita akan membahas isi majalah edisi berikutnya, tapi hanya garis besarnya. Kalau ide isi majalah yang diajukan ada yang menarik dan sudah siap, bisa langsung dikerjakan.
Tetapi yang belum ada atau masih ide kasar harus memperdalam ide tersebut, selain itu redaktur dan reporter tiap rubrik juga harus siap dengan beberapa alternatif ide lainnya dalam tiap rubrik yang belum di acc, untuk jaga-jaga kalau ide awal ditolak Mas Raka.
Terkadang, mengajukan isi berita ke pimpinan redaksi kami tuh membuat perasaan takut, deg-degan, bahkan menggelitik.
Takut, karena kalau ditolak suka ada kata-kata yang bikin gemes dan nyelekit yang keluar dari mas Raka. Sakit hati? Oh tentu saja! Tapi kami tidak boleh terlena dengan perasaan itu, karena harus segera mencari ide lain untuk diajukan. Kami juga saling membantu.
Ya, saling membantu dengan memberikan ide. Karena dengan bantuan dari lainnya, masalah terpecahkan dan itu bisa mempercepat kerja semuanya.
Inilah yang kusuka dari teman - temanku, tim redaksi. Selain saling membantu, kami juga tidak sirik - sirikkan, ngiri, bahkan saling sikut. Kami seperti keluarga. Butuh teman curhat? Tinggal pilih tingkat kedewasaannya, pergaulan, atau pembawaan seseorang yang mau jadi tempat curhat, semua ada.
Balik lagi soal Mas Raka. Untuk soal deg-degan saat rapat, siapa yang tidak deg-degan coba, saat mengajukan ide ditanggapi dengan muka datar tanpa ekspresi. Saat menjawab pun datar saudara-saudara! Mau itu diterima atau di tolak, ekspresinya sama. Da - tar.
Menggelitik. Terkadang kepala pimpinan redaksi kita tuh suka korslet. Jadi ceritanya, saat diutarakan sebuah ide, Mas Raka suka menambahkan ide konyol atau membelokkannya dengan ide ngaco yang bikin kita mau tertawa ngakak.
Segalak-galaknya, semenakutkannya, setegas- tegasnya Mas Raka, dia tetap manusia yang punya selera humor, tapi tetap kami tidak berani (atau belum berani?) mentertawakannya secara terbuka. Kalau lagi nekat ya kita senyum - senyum atau tertawa tapi mulut kami, kami tutupi dengan tangan.
Kadang, aku dan teman-teman berfikir sifatnya ini apa karena statusnya yang duda, yang kurang sentuhan wanita kece disampingnya seperti kami - kami ini.
Tapi, kalau sebagai ayah, dia layak mendapatkan acungan jempol. Kalau jari tanganku kesepuluhnya jempol semua, akan kuberikan padanya. Dia sering membawa Abel, anak semata wayangnya, ke kantor setelah menjemputnya dari sekolah. Kami melihatnya, dia mengurus Abel, dan betapa sabarnya ia mendampingi gadis yang sekarang duduk dikelas 2 SD itu mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya.
Oh ya, juaranya lagi, setiap membuat artikel, gaya bahasa yang digunakan pun keren, enak untuk dibaca, mengalir bagaikan air. Ditambah dia jitu dalam mengabadikan gambar dalam bidikan kameranya. Iya, cowok yang selalu terlihat fashionable di kantor itu pun jago dalam fotografi dan mengolahnya dengan berbagai aplikasi. Kerenkan pimpinan redaksi aku?
***
Saat ini pukul 7 pagi. Aku masih di depan cermin setelah menggunakan bedak padatku dan mengolesi bibirku dengan lipstik pink muda. Akupun mengecek outfit yang kugunakan untuk ke kantor hari ini. Tshirt baby yellow, rok batik Garutan warna soft dominasi kuning dan pink, sepanjang selutut, dan cardigan jeans. Oke, sip.
Sarapanku pagi ini cukup dengan nasi goreng sosis dan telor ceplok yang telah disiapkan pembantu kami, mbok Nah. Aku sarapan sendirian.
Papaku biasanya sudah berangkat jam segini, apalagi hari Senin yang entah kenapa, lalu lintas Jakarta seakan lebih padat, sehingga kemacetan bisa mengular ke mana-mana. Papaku kerja di bank pemerintah di kawasan Thamrin.
Mamaku pun sudah melesat pergi. Dia mengajar sebagai dosen di UI di Fakultas Ekonomi. Gitu-gitu mamaku masih nyetir sendiri. Sepertinya sikap mandiriku menurun dari beliau.
Sarapan selesai, aku siap berangkat ke kantor. Hari ini aku ke kantor mengendarai mobil, terkadang aku pun naik kendaraan umum atau ojek online. Tergantung kesibukan dan mood aja sih sebenarnya. Kalau liputan atau meminjam baju biasanya aku bawa mobil.
Soal kendaraan, di kantor sebenarnya ada kendaraan dilengkapi supir untuk mobilitas kami. Tapi suka rebutan, jadi aku memilih jalan aman, dari pada menggerutu sendiri, gak penting kan?
Biasanya jarak rumah ke kantor bisa sampai satu jam. Kalau sekarang berangkat, nanti sampai kantor sekitar jam 9, aku masih bisa menyiapkan konsep ide untuk edisi mendatang sebelum rapat di mulai.
***
"Good morning, selamat pagi my frendtos!" teriakku saat masuk ke ruang redaksi yang sudah ramai.
"Morning cewek," teriak Mark, temanku dari desk selebriti.
"Pagi juga", "morning Sandra", " good morning," jawab beberapa temanku.
"Sandra, elo dah siap buat edisi mendatang belum? Aduh gue masih bingung nih resep masakan yang mau gue ajuin," ujar Raisa dari desk kuliner dan resep yang kebetulan kubikelnya disampingku saat aku mau duduk di kursiku.
"Belum Rai, cuma sudah ada gambaran fashion spread - nya seperti apa. Sekarang lagi mikir bajunya siapa aja," kataku tentang rubrik yang kupegang, fashion spread dan trend fashion.
"Inikan untuk terbit bulan Agustus, resep untuk lomba 17 Agustusan aja. Pembaca kita yang ibu-ibu pasti kebantu dengan resep baru untuk lomba 17an, " kataku memberi ide ke Rai.
"Wah boleh - boleh. Aku cari sekarang makanan apa yang cocok. Thanks San."
Aku melihat Rai langsung membuka dokumen resepnya di word komputernya. Sepertinya temanku ini managemen dokumen resepnya rapi, dan terlihat ada yang sudah di kasih tanggal terbit sama dia.
"Sip, sama-sama."
Aku langsung membuka komputer dan mulai mengecek email. Ada beberapa undangan fashion show, tapi tidak perlu semuanya didatangi. Beberapa bisa minta kirim press release dan foto. Aku catat semua undangan ini, untuk jaga-jaga kalau ditanya. Sedangkan untuk halaman fashion spread poin-poinnya sudah aku catat lebih dulu tadi.
"Mas Raka sudah datang?" tanyaku ke Raisa.
"Gue sih belum lihat. Tapi tadi lihat Mas Hadi masuk ke ruangan Mas Raka." Mas Hadi adalah salah satu sekretaris redaksi yang membantu Mas Raka memantau artikel yang sedang dikerjakan.
"Bentar lagi mulai rapat, gue duluan ke ruang rapat ya."
"Eh bareng San, gue juga dah selesai kok nih resepnya, sama jadwal liputan kuliner gue. Moga-moga idenya langsung di terima ya, San."
"Iya, aamiin. Biar cepet selesai aja ya, jadi tenang."
Kami pun berjalan ke ruang rapat. Beberapa teman lainnya, seperti Anisa, Weandra, Mark, Sisi, dan Ruby juga pas mau ke ruang rapat.
***
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Ari Yanti
coba untuk soal pkerjaan hgn trlalu mncolok thor kdang orang bosan juga bacanya
2020-10-15
2
Sani Maulani
nyoba baca...lagi rajin cariin cerita yg beda Bukan soal CEO maha sempurna yg bucin he he
2020-08-19
4
Nurianti Kaklong
mampir nih thor
2020-08-03
2