I don't like monday! Kalimat itu berlaku untukku hari ini. Hari ini akan ada rapat redaksi tepat jam 10 pagi. Memang ini bukan rapat dadakan, tapi setiap rapat kami harus siap dengan kata-kata ajaib yang keluar dari Mas Raka, pemimpin redaksi kami. Kami harus menyiapkan amunisi sabar, ikhlas, dan alasan kami dalam memilih topik.
Majalah kami, Majalah Koktail telah terbit Jumat kemarin. Majalah kami terbit sebulan sekali dengan tebal mencapai 100 halaman setiap terbitnya. Terkadang kalau ada sponsor bisa lebih tebal lagi.
Hari ini kita akan review majalah kami yang baru terbit kemarin, mulai dari hasil berita, cetakan majalah, dan lain-lain yang mungkin bisa mengganggu pembaca dan apakah sesuai trend berita yang sedang berlangsung.
Biasanya, setelah review selesai, kita akan membahas isi majalah edisi berikutnya, tapi hanya garis besarnya. Kalau ide isi majalah yang diajukan ada yang menarik dan sudah siap, bisa langsung dikerjakan.
Tetapi yang belum ada atau masih ide kasar harus memperdalam ide tersebut, selain itu redaktur dan reporter tiap rubrik juga harus siap dengan beberapa alternatif ide lainnya dalam tiap rubrik yang belum di acc, untuk jaga-jaga kalau ide awal ditolak Mas Raka.
Terkadang, mengajukan isi berita ke pimpinan redaksi kami tuh membuat perasaan takut, deg-degan, bahkan menggelitik.
Takut, karena kalau ditolak suka ada kata-kata yang bikin gemes dan nyelekit yang keluar dari mas Raka. Sakit hati? Oh tentu saja! Tapi kami tidak boleh terlena dengan perasaan itu, karena harus segera mencari ide lain untuk diajukan. Kami juga saling membantu.
Ya, saling membantu dengan memberikan ide. Karena dengan bantuan dari lainnya, masalah terpecahkan dan itu bisa mempercepat kerja semuanya.
Inilah yang kusuka dari teman - temanku, tim redaksi. Selain saling membantu, kami juga tidak sirik - sirikkan, ngiri, bahkan saling sikut. Kami seperti keluarga. Butuh teman curhat? Tinggal pilih tingkat kedewasaannya, pergaulan, atau pembawaan seseorang yang mau jadi tempat curhat, semua ada.
Balik lagi soal Mas Raka. Untuk soal deg-degan saat rapat, siapa yang tidak deg-degan coba, saat mengajukan ide ditanggapi dengan muka datar tanpa ekspresi. Saat menjawab pun datar saudara-saudara! Mau itu diterima atau di tolak, ekspresinya sama. Da - tar.
Menggelitik. Terkadang kepala pimpinan redaksi kita tuh suka korslet. Jadi ceritanya, saat diutarakan sebuah ide, Mas Raka suka menambahkan ide konyol atau membelokkannya dengan ide ngaco yang bikin kita mau tertawa ngakak.
Segalak-galaknya, semenakutkannya, setegas- tegasnya Mas Raka, dia tetap manusia yang punya selera humor, tapi tetap kami tidak berani (atau belum berani?) mentertawakannya secara terbuka. Kalau lagi nekat ya kita senyum - senyum atau tertawa tapi mulut kami, kami tutupi dengan tangan.
Kadang, aku dan teman-teman berfikir sifatnya ini apa karena statusnya yang duda, yang kurang sentuhan wanita kece disampingnya seperti kami - kami ini.
Tapi, kalau sebagai ayah, dia layak mendapatkan acungan jempol. Kalau jari tanganku kesepuluhnya jempol semua, akan kuberikan padanya. Dia sering membawa Abel, anak semata wayangnya, ke kantor setelah menjemputnya dari sekolah. Kami melihatnya, dia mengurus Abel, dan betapa sabarnya ia mendampingi gadis yang sekarang duduk dikelas 2 SD itu mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya.
Oh ya, juaranya lagi, setiap membuat artikel, gaya bahasa yang digunakan pun keren, enak untuk dibaca, mengalir bagaikan air. Ditambah dia jitu dalam mengabadikan gambar dalam bidikan kameranya. Iya, cowok yang selalu terlihat fashionable di kantor itu pun jago dalam fotografi dan mengolahnya dengan berbagai aplikasi. Kerenkan pimpinan redaksi aku?
***
Saat ini pukul 7 pagi. Aku masih di depan cermin setelah menggunakan bedak padatku dan mengolesi bibirku dengan lipstik pink muda. Akupun mengecek outfit yang kugunakan untuk ke kantor hari ini. Tshirt baby yellow, rok batik Garutan warna soft dominasi kuning dan pink, sepanjang selutut, dan cardigan jeans. Oke, sip.
Sarapanku pagi ini cukup dengan nasi goreng sosis dan telor ceplok yang telah disiapkan pembantu kami, mbok Nah. Aku sarapan sendirian.
Papaku biasanya sudah berangkat jam segini, apalagi hari Senin yang entah kenapa, lalu lintas Jakarta seakan lebih padat, sehingga kemacetan bisa mengular ke mana-mana. Papaku kerja di bank pemerintah di kawasan Thamrin.
Mamaku pun sudah melesat pergi. Dia mengajar sebagai dosen di UI di Fakultas Ekonomi. Gitu-gitu mamaku masih nyetir sendiri. Sepertinya sikap mandiriku menurun dari beliau.
Sarapan selesai, aku siap berangkat ke kantor. Hari ini aku ke kantor mengendarai mobil, terkadang aku pun naik kendaraan umum atau ojek online. Tergantung kesibukan dan mood aja sih sebenarnya. Kalau liputan atau meminjam baju biasanya aku bawa mobil.
Soal kendaraan, di kantor sebenarnya ada kendaraan dilengkapi supir untuk mobilitas kami. Tapi suka rebutan, jadi aku memilih jalan aman, dari pada menggerutu sendiri, gak penting kan?
Biasanya jarak rumah ke kantor bisa sampai satu jam. Kalau sekarang berangkat, nanti sampai kantor sekitar jam 9, aku masih bisa menyiapkan konsep ide untuk edisi mendatang sebelum rapat di mulai.
***
"Good morning, selamat pagi my frendtos!" teriakku saat masuk ke ruang redaksi yang sudah ramai.
"Morning cewek," teriak Mark, temanku dari desk selebriti.
"Pagi juga", "morning Sandra", " good morning," jawab beberapa temanku.
"Sandra, elo dah siap buat edisi mendatang belum? Aduh gue masih bingung nih resep masakan yang mau gue ajuin," ujar Raisa dari desk kuliner dan resep yang kebetulan kubikelnya disampingku saat aku mau duduk di kursiku.
"Belum Rai, cuma sudah ada gambaran fashion spread - nya seperti apa. Sekarang lagi mikir bajunya siapa aja," kataku tentang rubrik yang kupegang, fashion spread dan trend fashion.
"Inikan untuk terbit bulan Agustus, resep untuk lomba 17 Agustusan aja. Pembaca kita yang ibu-ibu pasti kebantu dengan resep baru untuk lomba 17an, " kataku memberi ide ke Rai.
"Wah boleh - boleh. Aku cari sekarang makanan apa yang cocok. Thanks San."
Aku melihat Rai langsung membuka dokumen resepnya di word komputernya. Sepertinya temanku ini managemen dokumen resepnya rapi, dan terlihat ada yang sudah di kasih tanggal terbit sama dia.
"Sip, sama-sama."
Aku langsung membuka komputer dan mulai mengecek email. Ada beberapa undangan fashion show, tapi tidak perlu semuanya didatangi. Beberapa bisa minta kirim press release dan foto. Aku catat semua undangan ini, untuk jaga-jaga kalau ditanya. Sedangkan untuk halaman fashion spread poin-poinnya sudah aku catat lebih dulu tadi.
"Mas Raka sudah datang?" tanyaku ke Raisa.
"Gue sih belum lihat. Tapi tadi lihat Mas Hadi masuk ke ruangan Mas Raka." Mas Hadi adalah salah satu sekretaris redaksi yang membantu Mas Raka memantau artikel yang sedang dikerjakan.
"Bentar lagi mulai rapat, gue duluan ke ruang rapat ya."
"Eh bareng San, gue juga dah selesai kok nih resepnya, sama jadwal liputan kuliner gue. Moga-moga idenya langsung di terima ya, San."
"Iya, aamiin. Biar cepet selesai aja ya, jadi tenang."
Kami pun berjalan ke ruang rapat. Beberapa teman lainnya, seperti Anisa, Weandra, Mark, Sisi, dan Ruby juga pas mau ke ruang rapat.
***
.
.
.
Begitu masuk ruang rapat langsung terdengar lagu Roxatte, It Must Have Been Love. Aku pun berpandangan dengan Rai, kami sama-sama bingung, tumben diruang rapat ada musik.
Kami mendapatkan jawabannya ketika kami melihat pimred tercinta sudah duduk manis disana sendirian.
"Pagi Mas," ucap kami bersamaan dengan teman-teman yang lain yang tadi bersamaan ke ruang rapat.
"Pagi semua. 10 menit lagi ya kita mulai rapatnya."
"Oke Mas", "siap", "boleh Mas". jawab kami bersamaan dengan jawaban yang berbeda.
"Semua sudah siap kan?"
"Belum datang semua Mas."
"Heem."
"Mas lagi jatuh cinta ya? Lagunya asyik bener," kata Tito, salah satu fotografer andalan majalah kita.
"Mau tahu aja atau mau tahu banget kamu To?"
"Wadaw!" refleks Wea teriak.
Mas Raka hanya senyum - senyum.
Eits, mata Mas Raka menatapku, dengan tatapan datar. Kok kayaknya aku bakalan kena masalah nih.
"Oke kita review dulu majalah yang kemaren ya. Mulai dari peristiwa, saya lihat untuk edisi ini bagus, data - data dan narasumber yang Ruby dapatkan oke. Materi yang digali juga dalam. Saya mau edisi besok juga seperti ini ya Bi."
"Iya Mas, saya usahakan," kata Ruby.
"Untuk kuliner kok saya merasa halamannya kurang ya, jadi foto yang ditampilkan juga kurang banyak dan masih bisa lebih dalam juga pembahasannya. Padahal menurut saya, kuliner edisi ini menarik."
"Mulai edisi mendatang, kuliner seperti edisi lalu ya Rai, tapi halamannya ditambah dua halaman. Nanti saya cari halaman apa yang akan dikurangi.
" Untuk edisi mendatang liputan kuliner fotografernya Tito, ya!" kata Mas Raka.
"Baik Mas," kata Raisa.
"Wea, untuk halaman kecantikan saya lihat kurang sedikit 'centil'. Untuk curly rambut, harusnya jangan selalu fokus ke wanita yang sudah bekerja atau menikah aja, meskipun untuk mama muda, coba kamu buat juga yang untuk mahasiswi, jadi ada yang girly. Satu subyek dua pembahasan."
"Oke Mas, untuk edisi mendatang saya perbaiki."
"Sandra, untuk halaman mode coba diperbanyak liputan fashion show desainer atau misalnya pas gak ada show, kamu wawancara khusus desainer. Bisakan?"
"Bisa Mas."
"Oke, edisi besok kalau halaman yang ngulas mode kurang, kamu isi wawancara ya."
"Baik Mas."
Rapat kali ini kami jauh lebih rileks, mungkin karena suasana hati pimrednya yang lagi bagus, apalagi habis dengar lagunya Roxette. Intinya rapat jauh dari tegang. Untuk edisi yang kemarin pun hanya dapat masukan sedikit. Terlihat isi majalah sesuai rencana.
Untuk rencana edisi berikutnya pun begitu. Ide aku lolos dan bisa langsung aku kerjakan. Tadi aku menawarkan koleksi baju Hamy dan Monica. Tadi aku jelaskan garis desain terbaru mereka dan konsep pemotretan serta layout yang seperti apa.
Mas Raka tadi minta kalau ada fashion show, dia mau yang motret. Ini antara musibah apa anugerah ya? Beda tipis sih. Bukan apa-apa, gerak gerik aku pasti terbatas. Aku harus jaga image dong ke atasan, ga enak cekakak cekikik sama teman - teman sesama jurnalis dari media lain.
Ide Raisa pun yang menu 17-an diterima. Ide Anisa seputar kesehatan menjaga reproduksi wanita dengan wawancara dokter kandungan pun di acc. Beberapa teman lainnya masih abu-abu. Hal ini karena belum berani memberikan kepastian, seperti cover, seleb, dan rubrik inovasi dan prestasi yang mau diisi dengan wawancara youtuber yang berprestasi, bukan youtuber yang tidak mendidik.
Mas Hadi kulihat sibuk diskusi dengan Mas Raka sebelum membacakan hasil rapat hari ini, yang nantinya akan disebar via email ke semua staf redaksi.
Sedangkan kami, berbincang ala kadarnya membahas ide - ide kami dan saling memberi masukan. Hingga Mas Hadi memberi kode untuk tenang. Dia pun membacakan hasil rapat hari ini dan mengumumkan rapat pematangan untuk edisi mendatang Senin depan.
Kami dipersilahkan memberi ide atau masukan untuk isi rubrik yang belum di acc sehingga selesai rapat minggu depan diharapkan semuanya sudah beres, dan tinggal dikerjakan serta liputan.
Setelah rapat ditutup, aku mendapat WA dari mas Hadi untuk tidak keluar dulu dari ruang rapat. Jeng jeng! Aku berharap tidak ada masalah dengan pekerjaanku.
Setelah semua temanku keluar, tinggallah kami bertiga. Aku, Mas Hadi, dan Mas Raka. Kemudian Mas Raka bicara, "Hadi, tinggalkan saya berdua dengan Sandra."
Deg-degan dong. Percaya deh, diotak aku banyak pertanyaan, intinya: 'ada apa?', 'aku abis bikin salah apa?'.
"Untuk halaman fashion show edisi mendatang, saya ingin terlibat San. Jadi saya minta kita tektokan ya untuk rubrik ini."
"Dalam waktu dekat, ada fashion show siapa San?" Sedikit lega, ternyata hal ini yang ia bicarakan.
"Ada event Indonesian Fashion Week, itu lima hari full ada fashion show dari siang sampai malam, di JCC. Lalu ada juga Annual Show Biyan di Hotel Dharmawangsa. Ini yang sudah ketahuan dan yang besar ya Mas, kalau yang di mol saya minta press release sama foto saja rencananya."
"Heem oke, saya nanti yang motret pas Biyan ya. Biasanya dia matangkan, sampai konsep panggung dan suasana tempat nonton digarap serius."
"Banget mas. Suka ngasih kejutan tak terduga, dan kita merasakan atmosfer yang dia mau."
"Oke, note ya San."
"Siap mas. Terus ada lagi Mas?"
"Kamu buru - buru amat San. Ada janji?"
"Eh, enggak kok mas." Saya tuh, grogi mas, tahu gak sih.
"Kamu mau saya setelin musik lagi? Biar bisa ngobrol santai?"
"Haiyah! Iseng deh! Sekalian aja traktir saya makan siang Mas," jawabku asal jeplak.
"Eh boleh. Yuk kita makan siang diluar aja yuk," kata Mas Raka antusias.
"Jiaah, Mas Raka kenapa serius sih? Sandra bercanda Mas."
"Gapapa, Abel hari ini langsung di jemput supir ke rumah Eyangnya."
"Maaf Mas, Sandra gak bisa, mau mulai nyiapin konsep buat fashion spread," ucapku yang merasakan sikap Mas Raka yang tahu - tahu berubah kepadaku. Semoga alasan kerjaan ini bisa menyudahi ajakan yang bikin dag dig dug der.
"Ya sudah, kalau alasan kamu itu. Oke, jangan lupa kita tektokan untuk halaman fashion show ya."
"Baik mas. Sandra ke meja Sandra ya Mas," kataku yang bersyukur gak jadi makan siang bareng Mas Raka. Bukan apa - apa, kebayang aja betapa canggungnya kami nantinya kalau makan berdua antara atasan dan bawahan.
"Oke!"
Aku pun meninggalkan Mas Raka sendirian di ruang rapat. 'Ah lega rasanya, bisa keluar dari ruang rapat,' kataku dalam hati.
***
Setelah makan siang di kantin bersama teman - teman, aku pun membuat konsep pemotretan, rencananya aku menyiapkan enam konsep pemotretan untuk Hamy dan Monica, total jadi 12 konsep. Khusus hari ini aku fokus ke konsep Hamy.
Baru selesai dua konsep plus satu konsep yang belum selesai, aku sudah capek dan mulai buntu. Pertanda harus berhenti bekerja.
Saat kulihat jam di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sebelum pulang, cek email dulu, siapa tahu ada undangan atau release dari desainer.
Ketika fokus membaca email, Tuti, office girl kantor datang menghampiriku dengan sepucuk undangan.
"Mba, ini tadi ada titipan dari resepsionis bawah."
"Oh ya Tut, Terima kasih."
Ternyata undangan Annual Show Biyan yang memang sedang kutunggu, karena minggu lalu aku sudah bicara sama asistennya, dan dia mengatakan hari ini akan mengirim undangan untukku dan atasanku.
Ingin tertawa sebenarnya, pimred diundang dan mendapatkan duduk di bangku VIP, tapi dia memilih untuk memotret dengan posisi berdiri. Terserah Mas Raka sih sebenarnya, doi mah bebas.
***
Kemarin sore rencananya mau ke ruang kerja mas Raka untuk ngasih undangan Annual Show Biyan, tapi ternyata Mas Raka lagi ada tamu, jadi kuputuskan pagi ini aku ke ruangannya.
Ku ketok pintu ruangannya. Setelah kudengar suara, "masuk," aku pun membuka pintu ruangannya.
"Pagi Mas," ssst, penampilan pimred aku pagi ini keren deh. Dia tampil casual, gaya anak muda banget. Pakai kemeja hawaii nuansa biru dengan motif bunga-bunga lalu dalaman kaos oblong warna putih dipadankan celana jeans selutut dan sepatu dr. martens. Kebayangkan kerennya?
"Pagi, duduk San."
"Hari ini mau ke pantai Mas?" inilah aku, kadang mulut suka gemes mau gangguin orang, tapi kalau digangguin balik aku bingung sendiri, hehehe.
"Iya, saya mau main banana boat nanti, mau ikut?" tanyanya sambil senyum.
"Gimana - gimana, ada apa? Kamu bawa apa tuh?" ujarnya lagi.
"Ini ada undangan Annual Show Biyan Mas. Mas Raka diundang, dapat tempat duduk VIP. Nah, apa Mas Raka masih mau motret atau nonton di VIP?"
"Saya tetap motret San. Kamu duduk dimana saat show? Kalau kamu duduk dibaris kedua atau ketiga, bangku saya untuk kamu saja."
"Wah, asyiik saya duduk di VIP. Ya udah, kalau gitu Mas. Acaranya lusa ya mas, hari Kamis. Saya jalan sore Mas, karena konfrensi pers-nya sore, jam 5."
"Saya motret konpers juga San. Jadi kita bisa berangkat bareng. Kamu gak perlu bawa mobil ke kantor hari Kamis."
"Mas Raka mau anter saya pulang setelah show?"
"Lah iyalah. Memangnya kamu biasanya setelah fashion show pulang sendiri?"
"Enggak Mas, kalau yang motret Tito, diantar Tito lah. Begitupun kalau yang motret Mas Zaki, dia yang antar pulang."
"Nah, besokkan saya yang motret, ya saya dong yang antar kamu."
"Baiklah, saya mah asyik aja deh. Oke Mas, saya ke meja saya dulu ya."
"Oke."
***
Sesuai mandat pimred kalau Kamis aku gak usah bawa mobil, jadinya hari ini naik taksi. Aku memilih naik taksi karena bawa gaun untuk acara nanti sore.
Minggu lalu waktu telepon - teleponan dengan asistennya Biyan, aku juga memesan busana koleksi yang diperagakan. Aku minta yang berlengan dan tidak terlalu ketat. Lalu janjian untuk aku ambil di show room Plaza Senayan hari Rabu, sehari sebelum show.
Bajunya sesuai yang aku inginkan, tidak memperlihatkan siluet tubuh, lengannya pun longgar dengan panjang 7/8 dan panjang gaun sampai betis. Perfect!
Kalau soal harga, jangan dibahas ya, toh gak semua desainer bajunya aku beli, lagian dalam setahun kehitung kok berapa kali aku beli baju desainer.
Sampai kantor aku langsung duduk di depan komputerku dan kembali berkutat dengan konsep pemotretan. Moga - moga bisa kelar konsep pemotretan Hamy hari ini. Tinggal dua konsep lagi, sehabis itu aku bisa sounding ke fotografer dan layout. Untuk pemotretan Hamy, memang yang sedikit ribet nanti layout karena banyak desain yang akan dimainkan.
Sebelum makan siang, aku ke ruangan Mas Raka, untuk memastikan Mas Raka membawa perlengkapan tempurnya buat motret nanti. Aku perlu absen bawaan dia karena dia punya perlengkapan kamera lengkap, sudah dapat dipastikan dia tidak pakai kamera investasi kantor.
Aku ketok ruangannya. Sampai dia teriak, "masuk."
Aku masuk dengan cengiran termanisku. Mendengar teriakannya takut dia lagi badmood.
"Heem ada apa Sandra?"
"Mau ngingetin buat nanti sore mas. Sudah siap dengan perlengkapan tempurnya kan?" Mas Raka melihatku dengan dahi berkerutnya.
"Kamera n the gank maksud kamu?"
"Iya mas. Monopod bawakan?"
"Kenapa ke monopod bukan lensa tele saya yang kamu ingetin?"
"Mas, nanti itu yang difoto banyak, bisa delapan puluh lebih. Biasanya dibagi beberapa sequel, satu sequel aja bisa belasan sampai dua puluhan. Kalau gak bawa monopod nanti fotonya goyang, saya bakalan marah mas kalau fotonya gak fokus."
"Hahahaha kamu cerewet ya tahunya."
"Iyalah saya cerewet ke tim kerja saya, daripada nanti saya dicerewetin pimred saya kalau hasilnya ga bagus."
"Heh, kamu nyindir saya?"
"Dih, ini bukan nyindir mas, tapi itulah yang terjadi. Saya harus tahu kelengkapan tim saya. Emangnya Mas Raka sebagai pimred gak bakalan marah kalau hasil kerja anak buahnya gak rapi, gak bagus? Saya sih gak mau."
"Sudah saya bawa Sandra. Terima kasih sudah mengingatkan. Dengan begini saya jadi tahu, tanggung jawab kamu terhadap rubrik yang kamu pegang."
"Oh iya Mas, memori card nya berapa giga?"
"What? Kamu sampai ngecek ke memori card segala?"
"Yaah, siapa tahu baju andalan yang mau dibahas ada di bagian belakang, eh tahu-tahu Mas Raka gak motret karena memorinya penuh. Udah banyak kejadian itu Mas, dan Sandra gak mau ngalamin itu."
"Oke, saya mengerti. Saya bawa memori card tiga, 128 gb satu buah, dan yang 68 gb dua buah. Kondisi semua dalam keadaan kosong."
"Good job mas!" kataku sambil kasih jempol ke mas Raka.
"Sandra, Sandra. Jadi semakin tahu saya tentang kamu. Ya udah yuk, kita makan siang di cafetaria," kata mas Raka sambil merapikan mejanya.
"Hah? Makan siang berdua di cafetaria mas? Iseng deh. Mau bikin gosip ya?"
"Loh, kitakan hari ini jadi tim kerja lapangan. Saya jadi anak buah kamu," katanya berdalih.
"Enggak enggak deh mas. Saya masih mau hidup tenang tanpa memikirkan yang gak penting. Saya pesen gofood aja lah."
"Kamu kok ketakutan banget. Takut kelihatan gebetan ya, jalan sama saya?"
"Haish, gebetan lagi. Mas, fans kamu tuh banyak, nanti saya di gencet loh. Udah ah, saya mau ke meja saya saja. Nanti jam 3 kita jalan ya, semoga jalanan lancar."
"Baik tuan putri." Kamipun tertawa dan aku keluar ruangannya. Bisa-bisanya aku memberikan perintah ke atasan. Untung Mas Raka lagi asyik.
Sesuai rencana, akupun memesan makanan via gofood. Biar tenang dari gangguan mas Raka yang mau ngajak ke cafetaria.
Aku nyadar, fans mas Raka tuh banyak, dari majalah sebelah lalu tabloid yang diatas yang semuanya masih satu grup media dengan kami, banyak yang suka dengan dia. Tampangnya yang ganteng dan enak untuk di lihat, badannya yang oke, serta penampilannya yang fashionable. Haduh, ga yakin aku kalau fansnya ga nambah.
Kalau aku setujui permintaannya, wah bisa jadi bahan gosip satu gedung itu. Temen - teman satu redaksi sih bisa lihat keseharian kita dan gimana kita, terutama aku, yang ga mau untuk pacaran atau memiliki pasangan, nah yang enggak satu redaksi, bisa pakai bumbu. Menghindar memang pilihan terbaik.
Aku makan sambil mengerjakan konsep fashion spread. Lumayanlah kalau satu konsep selesai sambil nunggu setengah tiga, lalu setelahnya aku ganti kostum dan dandan.
Tak terasa, alarm HP aku bunyi, menandakan sudah waktunya mematikan komputer dan ganti kostum. Aku pun mematikan komputer dan bergegas ke toilet berganti busana dan dandan.
Jam 3 kurang 10, aku selesai dan aku ketok pintu ruangan Mas Raka.
"Masuk aja San." Lah, dia tahu aku yang ngetok.
Begitu masuk, aku lihat penampilannya. JEDAAR! Kami menggunakan baju dengan tema yang sama.Ternyata dia pun memakai baju koleksi terbaru dari Biyan yang nanti akan diperagakan.
"Wadidaw!!! Mas, kok bisa? Aduh, kita kayak mau kondangan kawinan ini bajunya samaan." Kami pun tertawa terbahak-bahak.
"Ternyata kita pasangan yang serasi ya San? Nanti jangan lupa kita harus foto di Wall of Fame."
Tambah ketawa lagi lah kami. Asli, beneran sudah seperti suami istri mau ke undangan.
"Ya udah lah. Kamu pasrah aja San. Mau menghindar dari gosip cafetaria tapi liputan pakai baju samaan. Jangan lupa kamu gandeng tangan saya ya!"
Aku terus - terusan ketawa, ditambah sama soal gandengan tadi. "Oke Mas, mulai sekarang saya pasrah mau digosipin apapun sama Mas Raka. Semoga saya gak di gencet aja sama fans-nya Mas Raka."
"Mau kita mulai sandiwara ini Mas? Saya bisa mulai begitu kita keluar ruangan ini."
"Hahaha mau nekat? Hayuk, siapa takut? Semoga setelah ini saya sedikit tenang dari lirikan para wanita di gedung ini."
"Oke? Let's go!" kataku.
Benar saja, keluar ruangan malah Mas Raka ngelawak. Asli, saya jadi bingung dengan kepribadiannya. Ternyata dia seasyik ini.
Jadi ketika kami keluar ruangan, teman - teman pada memandang kami, lalu Mas Raka bilang, "Oke anak - anak papa mama liputan dulu ya." Tangannya pun menggandeng aku.
Kacau kan pimred kami? Dengan mencangklong ransel kameranya, teman-teman pun percaya kalau kita mau liputan. Apalagi ada beberapa anak yang baca undangan fisiknya di mejaku. Aku pun nulis di whiteboard liputan, tapi tidak mencantumkan fotografernya.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!