Penjara Cinta Roxena
Paras yang cantik, tatapannya tajam. Dengan tubuh tinggi proposional. Satu kata untuk mendeskripsikannya, sempurna. Dia adalah kebanggan keluarga Lawrence. Lulusan termuda universitas ternama dengan
berbagai prestasi. Pewaris tunggal real estate yang begitu disegani. Namanya sudah banyak diperbincangkan dan muncul dalam sampul majalah bisnis.
Roxena Lawrence, itulah nama dari pemilik bola mata hazel itu. Yang kini menjabat sebagai wakil presdir perusahaan keluarganya.
Parasnya yang cantik dan kemampuannya yang mumpuni, membuatnya dipuja oleh banyak anak para pengusaha ataupun pengusaha muda.
*
*
*
Aroma asap dan alhokol yang pekat langsung tercium kala memasuki sebuah kamar. Pencahayaan remang yang hanya berasal dari lampu tidur. Tiga orang, dengan satu orang menggunakan blazer, sementara dua orang
lagi menggunakan seragam pelayan masuk. Gerakan mereka cekatan. Membuka tirai jendela. Membiarkan cahaya masuk. Lampu kamar dimatikan.
Yang menggunakan blazer membuka selimut. Sementara yang lain membersihkan kamar. Membuang penghuni asbak rokok, menyemprotkan pewangi mengusir aroma alcohol, dan membereskan botol minuman yang ada.
Saat selimut dibuka, tampaklah seorang wanita yang masih menutup mata. Terganggu dengan cahaya yang masuk.
“Nona.”
Wanita itu adalah majikan dari mereka.
Wanita itu bangun. Begitu membuka mata, sorot mata tajam yang dingin langsung terpancar. Seketika membuat suasana kamar berubah. Kecuali yang membuka selimut tadi, semuanya bergidik ngeri. Menunduk serentak.
“Sialan! Tutup tirai itu!”
Wanita itu mengumpat. Aroma alcohol dan rokok bersatu di mulutnya. Matanya yang dingin itu merah. Dingin sedingin es, dan tampak tidak bersemangat. Rambutnya berantakan namun tidak mengurangi kadar kecantikannya.
“Kau sengaja, Erin?”
“Anda akan berada dalam masalah jika terlambat, Nona!” Wanita yang bernama Erin itu menjawab dengan tenang. Telunjuknya kemudian bergerak, memerintahkan para pelayan Wanita di belakangnya untuk maju. Sembari menelan ludah, mereka maju.
“Sophia, urus pakaian Nona. Lily, siapkan air mandi!”
Wanita itu bangkit. Mendekati jendela. “Kau menyebalkan, Erin. Aku benci cahaya!”
“Tapi, Anda tidak bisa menghindarinya, Nona.”
Wanita itu tidak menjawabnya. Menutup tirai jendela. Pencahayaan kamar kembali remang. Erin dengan santai menghidupkan lampu kamar.
“Mari, Nona. Hari ini adalah hari special Anda.”
*
*
*
SELAMAT DAN SUKSES ATAS PELANTIKAN ROXENA LAWRENCE SEBAGAI WAKIL PRESIDEN LAWRENCE GROUP.
Spanduk besar itu dipajang di dinding panggung aula Lawrence Group. Di dalam aula itu, terdapat banyak orang. Mereka berkumpul untuk menyaksikan pelantikan itu.
“Nona, apa Anda sudah hafal teksnya?”tanya Erin, sebentar lagi majikannya, atau lebih tepatnya Roxena Lawrence akan naik ke atas panggung untuk dilantik secara resmi. Akan tetapi, Roxena tidak menjawab. Ekspresinya menggambarkan kebosanan.
Tidak ada yang menarik baginya. Acara formal dengan rangkaian acara yang sungguh membuatnya muak. Belum lagi menanggapi basa basi yang terasa menyebalkan. Lebih baik bercengkrama dengan tumpukan berkas dan
juga …. Ah … Roxena sedikit menyeringai. Erin tidak menyadarinya karena sibuk melihat situasi.
“Nona Roxena Lawrence, silahkan naik ke panggung untuk serah terima jabatan.”
“Nona, sudah waktunya,” bisik Erin, menyadarkan Roxena dari kebosanan. Roxena berdiri dan melangkah tegas, sorot matanya tajam. Meskipun ia bosan, harus tetap menunjukkan wibawanya
Suasana hening. Sungguh, rasanya mencekam saat Roxena mengedarkan pandangannya.
“Selamat!”
“SELAMAT!”
Tepuk tangan langsung pecah begitu Roxena resmi dilantik.
“Wakil Presdir, silahkan menyampaikan kata sambutan.”
Erin berkeringat dingin. Wajahnya tegang. Ia harap Nonanya melakukan apa yang telah ia katakana sebelumnya. Kata sambutan telah disiapkan, Roxena hanya tinggal menghafalnya.
Nona, saya mohon….
Roxena kembali mengedarkan pandangannya. Kemudian merogoh saku kemejanya. Mengeluarkan secarik kertas. Erin membulatkan matanya. Itu adalah kertas yang berisi kata sambutan yang telah Erin siapkan. Roxena
melebarkan kertas itu. Wajahnya begitu serius. Sementara yang menyaksikan acara itu, termasuk Presdir Lawrence Group kebingungan.
“Kata-kata ini terlalu bertele-tele. Akan aku singkat saja. Jangan mengusikku dan segera kembali bekerja!”
Singkat. Roxena langsung turun dari panggung dan meninggalkan aula.
Tercengang. Erin sampai menjatuhkan rahangnya. Berantakan sudah. Lihatlah wajah-wajah yang terkejut dengan sambutan itu.
“Nona! Tunggu saya!” Tersadar. Erin langsung menyusul Nonanya.
“Hahaha … begitulah Xena. Tidak suka basa-basi.” Tuan Lawrence tertawa canggung pada dewan direksi.
“Hahaha … kami suka semangatnya.”
*
*
*
“Nona … apa yang Anda lakukan? Mengapa tidak seperti yang saya katakan?”omel Erin. Saat ini sudah tiba di ruangan Roxena.
Erin menatap punggung Roxena yang tampaknya tengah menilik ruangan kerja baru. Dan fokusnya adalah jendela dan tirai. “Dekorasi ini memuakkan.”
Roxena menunjuk beberapa barang. “ Erin, buang barang-barang tidak berguna itu!”
“Nona ….”
“Pekerjaanku banyak. Kau jangan ribut lagi. Kerjakan saja apa yang aku suruh. Dan jangan lupa ganti gorden itu. Aku benci warna putih!”
Setelah mengatakan hal itu, Roxena membuka laptop dan mulai bekerja. Erin menggeleng pelan. Mengapa ia punya Nona seperti ini? Acara pelantikan yang penting pun tidak berkesan di matanya. Dan bagaimana bisa ia
bertahan begitu lama di sisi Roxena?
Tapi, tunggu ….
“Nona, meskipun Anda membenci warna putih, Anda akan menggunakan gaun berwarna putih saat menikah nanti,” ujar Erin.
“Tidak. Aku suka warna hitam.”
“NONA?!”
“Berisik. Pergi bawakan aku wine!”
Erin menggeleng pelan. Ia sungguh tidak mengerti dengan pola pikir Nonanya ini. Tidak suka cahaya, tidak suka warna putih, mengapa suram sekali?
“Pernikahan?”
Roxena bergumam.
Seharusnya kau bisa naik menggantikanku. Akan tetapi, tidak bisa karena kau belum menikah.
“Menyebalkan! Dasar Tua Bangka Sialan!”
*
*
*
Hari telah gelap. Karyawan Lawrence Group sudah berpulangan. Hanya lampu ruangan wakil presdir yang masih menyala. Erin setia di mejanya, di mana Roxena masih sibuk pada pekerjaannya. Waktu menunjukkan pukul 21.00.
Aku sangat mengantuk.
Erin menutup matanya. Hari ini sangat melelahkan. Padahal ia kira sebelumnya akan ada pengurangan jam kerja, meskipun hanya sehari. Nyatanya, malah lembur.
Tak…
Tak…
Erin membuka matanya yang berat saat mendengar langkah kaki.
“Nona!”
Langsung bangun.
“Dua minggu lagi, atur perjalanan ke Luxemburg,” titah Roxena, seraya memberikan sebuah map pada Erin.
“Baik, Nona.” Erin menjawab dengan mengikuti langkah Roxena.
“Kita makan malam dulu,” ucap Roxena tak kala suda berada di dalam mobil.
“Baik, Nona.”
“Nona, Tuan Besar menghubungi saya tadi,” ucap Erin. Ia melirik Roxena di bangku belakang sedang ia mengemudi.
“Hal apa?”tanya Roxena seraya melepas blaszernya.
“Tuan Besar bertanya apakah ada pria yang dekat dengan Anda atau tidak, dan akhirnya Tuan Besar meminta saya menyampaikan pada Anda, agar Anda segera mencari pasangan dan menikah. Tuan Besar berkata Anda harus
memiliki pasangan saat merayakan ulang tahun beliau ke-50 di kediaman utama,” jelas Erin, kembali melirik ekspresi Roxena.
Roxena berdecak sebal. “Aku tidak akan datang, atur perjalanan di tanggal sehari sebelum tanggal itu,” ucap Roxena.
“Tapi, Nona ….”
“Kau orangku, bukan?”tanya Roxena dingin. Erin menelan ludahnya kasar.
“Tuan Besar berkata bahwa adik Anda akan kembali dari luar negeri pada saat itu,” ucap Erin. Erin bergidik, merasa atmosfer di belakangnya semakin tidak menentu.
“Dia … sudah selesai? Heh?”
“Hah!” Roxena menghela nafasnya, mengambil minum yang tersedia di mobil.
Pantas pria tua itu mendesakku untuk menikah. Ternyata dia, atau haruskah aku memanggilnya Ayah?
Roxena tersenyum sinis. “Rasa laparku hilang, langsung ke apartemen saja,” titah Roxena.
“Tapi, Nona, Anda ….”
“Apartemen!”tegas Roxena. Erin hanya bisa mengangguk pasrah.
Menikah ya?
Selang beberapa menit, Erin kembali melirik ke belakang. Roxena menutup mata, tampaknya tertidur.
Erin kemudian menepikan mobilnya dan turun menuju sebuah minimarket. Membeli beberapa barang dan segera kembali ke mobil. Roxena tampaknya benar-benar lelap.
“Meskipun rasa lapar Anda hilang, saya tidak bisa membiarkan Anda kelaparan, Nona,” gumam Erin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Nayla Nazafarin
mampir dlu rexona..
2024-09-12
0
nurul halbia
Hii akumampirr. Semngat terus dalam membuat karyanyaa🤗
2023-08-18
0