“Pasien tersebut adalah putri bungsu Walikota Kota Bright. Kita tidak bisa menolaknya!”ucap seorang dokter berkacamata.
“Tapi, dokter Nathan, kita juga tidak bisa menanggung resiko. Pasien tersebut menderita penyakit jantung bawaan kronis. Sudah menjalani 3 kali operasi. Jika terjadi sesuatu pada putri bungsu walikota Bright, kita tidak bisa menanggung akibatnya,” bantah dokter lainnya.
Suasana ruang rapat tegang. Bukan hanya perbedaan pendapat namun juga kekhawatiran. Di ruangan itu terdapat 5 orang dokter. Mereka semua saling lirik dengan ekspresi diburu waktu. “Terlambat untuk menolaknya. Pasien
sudah berada di ruang rawat. Walikota Bright juga berharap besar pada kita.” Dari tag name yang tergantung di lehernya, yang berbicara tadi adalah kepala departemen.
Kepala departemen itu menghela nafas berat. “Tapi, siapa yang berani mengambil tanggung jawab itu?”tanya dokter yang membantah tadi. Kembali semuanya saling lirik. Tidak ada yang menjawab ataupun mengacungkan
tangan.
Tidak ada yang berani.
Operasi itu akan sulit dan sangat menantang. Apalagi sangat mudah untuk kambuh. Bahkan dokter yang sudah senior saja tidak berani, begitu juga dengan kepala departemen.
“Professor Gerald!”
Tiba-tiba, salah seorang dokter berseru dan berdiri. Ia menatap serius kumpulan dokter itu. “Professor Gerald pasti bisa. Beliau pernah menangani kasus yang lebih sulit dari ini dan operasinya berhasil!”ucapnya dengan terengah, seperti mendapatkan air di tengah kegersangan.
“Kita tidak bisa menolak pasien. Selagi masih harapan, kita tidak bisa menyerah tanpa perjuangan. Kita adalah dokter!!”ucapnya lagi, lantang dan terengah.
“Tapi, Professor Gerald tidak di tempat, beliau….” Yang membantah tadi kembali kontra.
“Anda benar, dokter Ardiel. Hubungi professor Gerald. Dalam dua jam kita akan melakukan operasi!!”potong kepala departemen.
“Baik, Pak!”
Dokter-dokter itu adalah dokter dari departemen bedah kardiovaskular. Departemen yang terkenal sulit karena berhubungan dengan organ di dalam dada.
*
*
*
“Aku senang akhirnya kita menikah.” Seorang pria memeluk seorang Wanita dengan penuh kelembutan. Pria itu meletakkan rahangnya di Pundak sang Wanita.
“Hanya senang saja? Aku kecewa.” Wanita merajuk.
“Tidak. Jangan salah begitu. Aku sangat-sangat senang. Hari ini adalah hari terbaik dalam hidupku.” Pria itu menjelaskan dengan penuh ketulusan.
Wanita itu membalikkan tubuhnya. Mengalungkan tangannya pada leher pria itu, yang tak lain adalah suaminya. Tatapan matanya sayu. Dibalas dengan tatapan yang sama pula oleh sang pria.
“Hari ini juga hari terbaik dalam hidupku. Terima kasih untuk 15 tahun pacaran kita, pernikahan kita, dan masa depan kita. Aku mencintaimu, Gerald!”ucap Wanita itu. Matanya memancarkan ketulusan yang dalam.
“Aku juga mencintaimu, Elisa,” balas Gerald, mencium bibir Wanita yang telah sah menjadi istrinya.
Perlahan, mereka berpindah ke ranjang. Hiasan berbentuk hati yang terbuat dari mawar merah itu berantakan seketika. Suasana kamar dingin. Namun, bagi keduanya itu sangat panas.
“Aku akan melakukannya.”
Elisa mengangguk. Ia mengigit bibirnya gugup.
Namun, sebelum Gerald melakukan apa yang ia katakan, terdengar kebisingan dari arah nakas. Ada panggilan masuk pada ponsel Gerald.
“Kau tidak menonaktifkan ponselmu, Sayang?”tanya Elisa, ia merasa kesal dan terganggu. Ini malam sakral mereka!
“Maaf-maaf. Ini kebiasaan. Abaikan saja,” jawab Gerald.
Namun, ponsel itu tidak berhenti berdering. Itu sangat mengganggu. Elisa menarik dirinya. “Lihatlah, aku rasa itu penting.”
Gerald menghembuskan nafas kesal.
“Kepala departemen,” ucap Gerald, menatap Elisa.
“Pak tua itu menganggu saja.”
“Ya, halo, Pak.”
“Ada apa, Sayang?”tanya Elisa, melihat Gerald yang mengeryit. Pasti ada masalah.
“Baik, saya akan segera ke sana!”
Mata Elisa membulat. “S-Sayang?”
“Maafkan aku, Sayang.” Gerald kembali memakai pakaiannya.
“S-Sayang? Kau akan meninggalkanku?”tanya Elisa. Tidak lucu! Ini malam pernikahan mereka. Namun, suaminya akan pergi ke rumah sakit.
“Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bisa mengabaikan panggilan jiwa. Aku janji secepatnya akan kembali.” Gerald mencium kening Elisa sebelum pergi meninggalkan kamar.
Elisa menarik selimut menutupi dirinya. Kecewa dan sedih bercampur menjadi satu. “Aku pikir aku akan jadi prioritas. Hehe … lucu sekali. Desainer ternama ditinggal pada malam pernikahan,” gumam Elisa.
*
*
“Maafkan kami, Professor Gerald. Tapi, pasien tidak bisa menunggu lagi. Tidak ada yang berani mengambil tindakan selain Anda,” ujar kepala departemen, mengejar Langkah Gerald. Berkata dengan was-was. Ekspresi Gerald sungguh datar.
“Sudahlah, Pak.”
Gerald sudah memakai pakaian operasinya. Di depan pintu operasi, orang tua dari pasien menunggu di depan ruangan operasi.
“Anda dokter yang akan menangani putri saya?”tanya pria paru baya. Sosok yang berwibawa itu tampak begitu frustasi. Gerald mengangguk.
“Tolong selamatkan putri saya,” ucapnya penuh pinta, memegang tangan Gerald.
“Saya akan berusaha semaksimal mungkin,” jawab Gerald, menepis tangan itu kemudian masuk ke dalam ruang operasi.
“Anda jangan terlalu cemas, Pak Walikota. Professor Gerald adalah dokter terbaik di depertemen kami. Putri Anda akan baik-baik saja,” ujar kepala departemen. Walikota Bright mengangguk. Ia duduk dengan meramalkan doa. Kepala departemen masuk ke ruang operasi. Namun, tidak ikut melakukan operasi. Ia dan beberapa dokter lainnya akan melihat Gerald melakukan operasi.
Persiapan Gerald sudah selesai. Sebelum melakukan operasi, terlebih dahulu melakukan perenggangan pada pergelangan tangannya. Ia akan melakukan operasi dengan tiga dokter sebagai asisten.
Manik matanya yang berwarna biru menatap sejenak layar monitor detak jantung pasien. Pasien kali ini, masih berusia remaja.
“Mengapa para magang itu di sini?”tanya Gerald, melihat di bilik terpisah dengan dinding kaca, tempat kepala departemen dan dokter lainnya, termasuk para magang di bidang kardiovaskular ini berada.
“Operasi Anda adalah pelajaran terbaik, Professor,” jawab dokter Ardiel.
“Apa yang dilihat? Operasi ini setiap hari aku lakukan!”ucap Gerald. Dokter Ardiel hanya tersenyum di balik maskernya.
“Kita mulai! Seperti yang ku dengar, ini adalah operasi keempatnya, benar?”
“Benar, Professor,” jawab dokter Ardiel.
“Hati-hati saat membuka rongga dadanya. Aku akan mulai, pisau bedah!”
Operasi dimulai. Gerald mulai membelah rongga dada pasien. Ketiga dokter sebagai asisten sigap melakukan tugasnya. Ada yang mengambilkan alat yang dibutuhkan, ada pula yang menyedot darah yang keluar.
Semua dilakukan dengan focus dan serius.
“Professor, tekanan darah pasien menurun!”ucap dokter Ardiel. Ketiga dokter kecuali Gerald mulai panik. Ini adalah operasi yang berisiko. Kesalahan sedikit saja akibatnya akan fatal.
“Denyut nadi pasien meningkat, ada pendarahan, Professor!”
“Tetap tenang!”
“Sedot!”perintah Gerald. Dokter Ardiel melakukan tugasnya. Meskipun Gerald tampak tenang, keringat memenuhi dahinya.
Gerald sesekali melihat layar monitor. Ia focus menghentikan pendarahan.
Gerald menutup matanya sejenak. “Tekanan darah pasien mulai stabil. Organ vitalnya juga baik. Operasi berhasil, Professor,” ucap dokter Ardiel.
“Kau, jahit!”ucap Gerald pada dokter Ardiel.
Operasi sulit dan menegangkan itu sudah selesai dan sukses. Para dokter yang menonton jalannya operasi bertepuk tangan.
Gerald meninggalkan ruang operasi tugasnya sudah selesai.
“Bagus! Itu hebat, Professor!”
Gerald menatap datar para magang itu. “Kalau begitu, kalian akan ikut dalam operasi mulai besok. Pak Kepala tolong dibuat jadwalnya.”
“Jangan terlalu keras, Professor,” sahut kepala departemen.
"Hmm."
“Maafkan saya mengganggu waktu cuti Anda. Jika Anda ingin kembali, saya tidak akan melarang dan menganggu lagi.” Kepala departemen itu membungkuk. Tatapan Gerald tadi sangat mengerikan.
“Aku akan pulang setelah pasien sadar.”
Kepala departemen menelan ludah kasar. Ia tahu sudah salah mengganggu Gerald. Padahal Gerald sudah mendapatkan cuti pernikahan selama tiga hari. Jika sesudah malam pertama mungkin dapat dimaklumi. Namun, jika seperti ini?
Bersyukur Gerald adalah orang yang berdedikasi tinggi pada pekerjaannya.
“T-terima kasih, dokter.” Walikota yang menunggu resah akhirnya bisa bernafas lega.
“Mintalah apa saja. Saya akan memberikannya.” Walikota itu kembali memegang tangan Gerald.
“Tidak perlu.” Dan Gerald kembali menepisnya kemudian melangkah pergi.
Kepala departemen menyeka dahinya. “Hari ini dia sangat mengerikan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments