“Nona Elisa, Anda sudah kembali bekerja? Bukankah ini masih dalam masa cuti Anda? Anda tidak pergi bulan madu?”
Elisa, Wanita itu tersenyum kecut mendengar pertanyaan dari sekretarisnya. “Suamiku seorang dokter. Sulit baginya cuti untuk waktu yang lama, meskipun itu untuk cuti pernikahan,” jawab Elisa seadanya.
“Kembalilah bekerja. Jangan lupa antarkan laporan selama aku tidak di kantor,” ujar Elisa, kemudian melangkah pergi menuju ruangannya.
Setiba di ruangannya, Elisa langsung menghela nafas kasar. Duduk sambil menyangga dagunya. “Padahal sudah direncanakan dengan sempurna. Malta, candi-candi tua, pantai yang indah, bangunan kuno yang fotogenik. Aku
bahkan sudah membeli pakaian pantai baru, dan sudah membuat daftar tempat yang akan dikunjungi. Juga, itu tempat yang sempurna untuk inspirasi desainku. Bukankah itu sempurna? Tapi, kenapa harus gagal?”
Elisa bergumam-gumam. Terlihat jelas, hatinya diliputi kekesalan. “Dan kenapa juga sih harus ada urgent di saat hari bahagia kami? Apa tidak bisa setelah kami kembali dari bulan madu? Gerald juga! Menyebalkan sekali!” gumam kesalnya semakin menjadi.
“Sialan, sialan! Aku benci hal ini tapi … aku juga tidak bisa menghalanginya. Hah … Elisa … Elisa … ini resiko mencintai dan menikah dengan seorang Professor Gerald,” gumam Elisa lagi, diikuti dengan helaan nafas dan senyum dikulum.
Malam pertama mereka memang sudah terjadi. Tapi, momennya berbeda jika dilakukan di hari setelah malam pertama. Padahal waktu itu, tinggal sedikit lagi … tapi, ya sudahlah. Yang penting mereka sudah jadi suami dan istri, sudah seutuhnya. Dan ini sudah minggu kedua pernikahan mereka.
Gerald sudah aktif di rumah sakit 3 hari setelah pernikahan mereka. Waktu dua minggu itu, Elisa habiskan untuk menikmati masa awal pernikahan walaupun hanya di rumah saja dan tidak juga tidak sempurna seperti harapannya. Dan 3 hari belakang, Gerald juga pulang larut malam. Kembali kesal, mengapa Gerald mengambil spesialis di departemen tersibuk rumah sakit?!
“Nona, berikut adalah laporan selama Anda tidak di kantor,” ucap Sekretaris Elisa, menyadarkan Elisa dari lamunan.
“Ah, letakkan saja di sana,” ucap Elisa.
“Anda melamun, Nona?”
Elisa mendengus senyum. “Aku hanya memikirkan suamiku. Sedang apa dia sekarang dan apakah ia sama denganku? Memikirkan dan merindukannya?”balas Elisa dengan tersenyum lebar.
“Haha, Nona bisa saja membuat saya iri. Sepertinya tanpa bulan madu pun, Anda tetaplah di mabuk cinta,” lakar Sekretaris Elisa.
Elisa terkekeh pelan. “Jangan menggodaku, kembalilah bekerja.”
“Baik, Nona.”
“Mengapa tidak mengunjungi Professor Gerald saja? Sebentar lagi jam makan siang, Nona?”ujar Sekretaris Elisa, menoleh ke arah jam dinding.
“Apa yang kau katakan?”tanya Elisa. Ya, pipinya semakin merah. Meskipun ingin, Gerald pasti sangat sibuk. Tadi saja sudah berangkat sebelum fajar.
“Mau saya pesankan makanan dari restoran biasa, Nona?”tawar sekretaris Elisa.
“Ini masih pukul berapa. Aku harus menyelesaikan ini dulu, kau juga kembalilah bekerja,” ujar Elisa.
“Baik, Nona. Saya akan memesankan menunya. Nanti Anda tinggal mengambilnya saja. Bukankah restorannya satu arah dengan rumah sakit?”balas sekretaris Elisa.
“Eh … kau ….”
Sekretaris Elisa sudah keluar dari ruangan. “Memang paling mengerti aku.” Elisa Tersenyum.
*
*
*
Elisa berjalan riang menuju ruangan sang suami. Dengan sebelumnya sudah mengirim pesan pada Gerald. Elisa membawa makan siang. Sepanjang jalan menuju ruangan Gerald, Elisa banyak disapa oleh dokter lain atau perawat yang mengenal dirinya.
Pernikahan Gerald dan Elisa memang masih menjadi perbincangan hangat di rumah sakit. Gerald yang dikenal sebagai dokter genius, bersanding dengan Elisa yang merupakan desainer ternama, bukankah itu pasangan
yang sempurna?
“Nyonya Gerald, apa Anda hendak ke ruangan Professor Gerald?”sapa seorang dokter berkacamata.
“Hai, Dokter Nathan. Apa suamiku ada di ruangannya?”sapa balik Elisa.
“Professor Gerald sedang melakukan pemeriksaan rutin. Sebentar lagi mungkin akan kembali ke ruangannya,” ujar Dokter Nathan.
Elisa mengangguk paham dan saling berpamitan.
Dan benar saja, Gerald belum ada di ruangannya. Elisa menunggu dengan melihat-lihat ruangan Gerald. Tersenyum lebar saat melihat foto pernikahan mereka di atas meja Gerald. Selain itu, juga ada beberapa foto
lainnya. Elisa mengambil foto itu. Suaminya sangat tampan dengan balutan jas putih pernikahan. Dan berganti mengambil sebuah foto dengan remaja yang mengenakan seragam sekolah.
“Apa yang membuatmu tersenyum lepas seperti itu, Sayang?”
Elisa tersadar. Gerald sudah di ruangan. Mendekati dan memeluk dirinya. “Apa kau masih ingat pertemuan pertama kita?”tanya Elisa.
“Tentu saja. Itu sangat berkesan hingga aku tak bisa melupakannya sampai kapanpun. Aku bahkan masih merasakan sakit dan dinginnya lemparan saljumu itu,” jawab Gerald.
Pipi Elisa memerah. “Itu memalukan.”
“Tapi, aku senang. Pertemuan itu, membuat kita berada dalam tahap ini,” ungkap Gerald lembut, mencium tengkuk Elisa.
“Aku merindukanmu, Sayang.” Elisa merinding dengan itu. Tangan Gerald mulai bergerak. Melenguh pelan.
“J-jangan sekarang. Nanti malam saja. A-aku masih ada jadwal pertemuan dengan klien. Jangan lupa makan siang, aku sudah membawakannya. Dah, Sayang. Aku mencintaimu.” Dengan cepat mencium bibir Gerald sekilas dan berlari keluar ruangan.
Gerald tertawa renyah. “Bersiaplah, Sayang. Aku akan melahapmu malam ini!”
*
*
*
Tok
Tok
“Masuk!”
“Professor Gerald, ada paket untuk Anda,” ucap Perawat dengan membawa sebuah kotak persegi.
“Paket?”tanya Gerald dengan kening mengkerut.
“Bukan milik Anda? Tapi, di sini tertera nama penerimanya adalah Anda?”tanya balik perawat yang juga bingung.
“Letakkan saja di sana,” ucap Gerald pada akhirnya. Perawat itu meletakkan kotak di atas meja dan kemudian undur diri.
“Siapa yang mengirimnya?”gumam Gerald, berniat untuk membuka paket itu. Namun, baru saja menyentuh, ada alarm darurat. Ada pasien dalam keadaan urgent. Gegas Gerald meninggalkan ruangan.
*
*
*
Keadaan darurat telah ditangani. Dan Gerald menugaskan perawat untuk memantau kondisi pasien. Setelah itu, Gerald bersiap untuk pulang karena jam kerjanya telah selesai dan hari ini tidak begitu sibuk. Hari sudah
gelap. Elisa pasti sudah menunggunya. Tak lupa membawa kotak paket itu bersamanya. Berniat untuk membukanya di rumah.
Tiba di rumah yang merupakan sebuah apartemen di kawasan yang cukup mahal, Gerald langsung memanggil Elisa. Tidak mendapati sahutan, membuatnya mengeryit heran. Kamar, dapur, kamar mandi, tidak didapati kehadiran sang istri.
Gerald merasa cemas seketika. Ia langsung mengambil ponselnya.
Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Silakan tinggalkan pesan setelah nada berikut … beef
Gerald berganti menghubungi Sekretaris Elisa. Dalam beberapa deringan langsung diangkat.
“Halo, Tuan Gerald?”
“Apa Elisa masih di butik?”tanya Gerald to the point.
“Tidak ada, Tuan. Nona sudah kembali sore tadi. Apa beliau tidak ada di rumah*?”*jawab dan tanya balik Sekretaris Elisa.
Kerutan di dahi Gerald semakin bertambah. “Tuan?” Tanpa menjawab, Gerald mengakhiri panggilan sepihak.
“Kau di mana, Sayang?”gumam cemas Gerald.
Di saat Gerald cemas dengan keberadaan Elisa, ada sebuah panggilan masuk. Nomor tidak dikenal. Hingga deringan terakhir, Gerald tidak menjawabnya. Perasaan ragu dan cemas menyelimuti hatinya.
Ponselnya kembali berdering. Kali ini gegas menjawabnya. Firasatnya mengatakan bahwa itu ada hubungannya dengan Alisa.
“Halo?”
“Sepertinya semua informasi yang aku dengar keliru. Kau sama sekali tidak mencintai Wanita ini, sayang sekali.”
Gerald mendengar suara dingin di ujung telepon. Suara Wanita. “Apa istriku ada padamu? Siapa kau?"tanya Gerald, nadanya dingin dan mengintimidasi. Dibalas dengan tawa.
“SIAPA KAU? APA YANG KAU LAKUKAN PADA ISTRIKU? KATAKAN!”
“Hm? Apa kau belum membuka paket itu? Ah, sepertinya kecewaku tertunda. Right, sampai jumpa,**Professor **Gerald!”
Dan panggilan berakhir begitu saja. Gerald langsung teringat pada kotak paket itu. Segera ia kembali ke ruang tamu dan membukanya.
Gerald melotot melihat isi paket itu. Aroma amis menyapa hidungnya. Lily putih dengan bercak darah di kelopaknya. Hati Gerald semakin takut dan kalut. Tangannya gemetar ketika mengambil sepasang anting yang juga penuh dengan bercak darah. “Elisa….”
Ada barang lain. Kertas. Gerald mengambilnya. Sebuah alamat. Lari, Gerald berlari keluar. Dalam perjalanan meruntuk kesal. Mengapa ia tidak segera membuka kotak itu? Mengapa ia tidak menuruti rasa bingungnya?
Sialan!
Elisa kau harus bertahan. Aku akan segera datang, bertahanlah, Sayang.
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments