Si Pengecut Yuria

Si Pengecut Yuria

Bab 1 Pindah

Berjam-jam dia duduk tenang di kursi itu, mendengarkan bagaimana orangtuanya beradu argumen dengan kepala sekolah. Dalam benaknya ia bertanya-tanya darimana energi yang ibunya miliki sehingga mampu bicara keras selama itu, apakah itu hasil dari mengurus hidupnya sejak bayi?.

Sementara di luar ruangan dari kaca jendela ia bisa melihat orang yang lalu lalang selalu melirik dengan penasaran, mungkin di balik pintu itu juga ada beberapa orang yang sudah menguping sejak tadi.

'Aaah... kapan aku bisa pulang?' batinnya sambil menghembuskan nafas panjang.

"Yuri! ayo kita pulang!" seru ibunya tiba-tiba.

"Ah, baik," sahutnya sedikit terkejut.

Ia bangkit dan memberi salam kepada kepala sekolah yang menatapnya sendu, ia tahu bahkan kepala sekolah sedikit menyesalkan atas apa yang telah terjadi.

Sampai di rumah ibunya segera pergi ke kamar untuk mengganti pakaian, sementara ayahnya langsung mengambil remot tivi dan menonton siaran ulang sepak bola semalam.

Ceklek

Hhhhhhhh

Ia menghembuskan nafas lega setelah menutup pintu kamarnya, akhirnya ia bisa kembali ke tempat ternyaman di dunia. Menaruh tasnya sembarangan Yuri segera membanting tubuhnya ke atas ranjang yang empuk, beberapa detik kemudian ia pun terlelap dengan cepat.

Saat bangun rupanya hari sudah sore, ia segera berganti pakaian dan pergi keluar.

"Yuri tolong bereskan meja makannya," perintah ibunya dari dapur.

"Baik," sahutnya.

Ia hanya perlu menata piring untuk tiga orang di meja itu, setelahnya duduk rapi menunggu ibunya datang dengan lauk pauk.

Makan malam di mulai dengan tenang seperti biasa, tapi di pertengahan ibunya memulai apa yang telah ia perkirakan "Kami sudah memutuskannya, kau akan pindah sekolah."

Itu dia, akhir dari argumen orangtuanya dengan kepala sekolah. Yuri hanya diam dan mengangguk, ia sama sekali tak keberatan sebab sejujurnya ia pun sudah muak dengan sekolah lamanya.

Hal ini disebabkan karena ia mendapatkan perlakuan tidak pantas dari teman-temannya, ia sering kali di suruh-suruh sampai ke tahap pembully-an.

Awalnya tal ada yang mengetahui hal ini sebab Yuri memang seringkali diam, dia tak memiliki keberanian untuk melapor apalagi melawan.

Sampai suatu hari ia dipaksa ikut karaoke setelah pulang sekolah, tak disangka ibunya melihay Yuri pergi dan membuntutinya. Sampai Yuri di suruh membeli rokok dan di bully ruang karaoke, ibunya melihat semua itu dan menuntut keadilan untuk putri semata wayangnya.

Namun naas sang pembully adalah anak dari orang yang berkuasa, meski ibunya mengambil jalur hukum pengacara yang mereka sewa justru menyuruh mereka untuk menerima uang kompensasi dan melupakan kejadian itu.

Pergi kemana pun orangtuanya tidak bisa memberikan hukuman kepada si pembully, sampai akhirnya kepala sekolah menyarankan untuk memindahkan Yuri ke sekolah lain agar ia bisa mengawali kehidupan yang baru.

Tak ada pilihan, orangtuanya terpaksa harus menerima saran itu.

"Kau akan pindah ke sekolah Permata, itu sekolah ibu dulu. Ibu juga sudah bicara dengan nenekmu dan dia setuju untuk merawatmu" ujar ibunya memberitahu.

"Yuri.. kau tidak apa kan jika hanya tinggal berdua dengan nenek? kami tidak mungkin ikut pindah karena pekerjaan kami, tapi sepekan sekali kami akan berusaha mengujungimu. Masalah uang jajan mu nanti kami tranfer perminggunya," ujar pula ayahnya.

Yuri hanya mengangguk, orangtuanya ikut atau tidak tidaklah berpengaruh sebab selama ini mereka sudah sibuk dengan pekerjaan mereka.

Setiap harinya Yuri sudah terbiasa sendiri, satu-satunya hal yang membuatnya sedih hanya harus meninggalkan kamarnya yang nyaman.

Esok paginya ia mulai berbenah, mengemasi semua barangnya yang hendak dibawa dan meluncurlah ia ke desa.

Tempat dimana ia akan mengawali kehidupan barunya, empat jam kemudian mereka sampai dan di sambut riang oleh neneknya.

"Yuri.... kau sudah besar ya," sapa neneknya sambil mencubit pipi Yuri.

"Apa kabar nek?" tanya Yuri.

"Baik, baik, ayo masuk! kalian pasti lelah."

Rumah neneknya cukup besar untuk di tinggali sendiri, dulunya nenek memliki lima orang anak termasuk ibunya dan rumah itu selalu ramai.

Tapi setelah semua anaknya besar dan pergi merantau ke kota rumah itu pun sepi, setelah kakeknya meninggal sebenarnya paman Yuri mengajak neneknya untuk ikut tinggal bersama tapi ia menolak.

Baginya kehidupan di kota tidaklah menyenangkan bagi nenek tua, karena itu meski sendiri ia senang hidup di sana. Setiap harinya ia akan pergi ke kebun dan sawah yang menjadi warisan kakeknya, hasil panen itu kemudian ia jual ke pasar dan uangnya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari padahal setiap bulannya semua anaknya selalu mengirimkan uang.

"Nenek tidak tahu kau mau tidur di kamar yang mana jadi semua kamar masih ada barangnya, sebaiknya kau pilih sekarang agar bisa kita rapihkan cepat," ujar neneknya memberitahu.

"Boleh Yuri lihat-lihat dulu?" tanyanya.

"Tentu saja," jawab neneknya ramah.

Sementara orantua dan neneknya bicara Yuri pun berkeliling, sudah lama ia tidak datang ke rumah neneknya. Terakhir kali mungkin dua tahun yang lalu saat ia masih di SMP, setelah di lihat-lihat rupanya tak ada yang berubah di rumah itu.

Yuri menetapkan pilihannya pada kamar yang menghadap dengan jendela yang menghadap ke jalan, cahaya masuk dari jendela itu sehingga ia bisa mencium udara pagi yang segar.

Setelah memberitahu kamar yang ia pilih ayahnya pun segera membantunya membereskan kamar itu, butuh setidaknya dua jam sampai kamar itu bisa menjadi tempat yang nyaman bagi Yuri.

Saat senja telah tiba orangtuanya memilih untuk pergi sebab esok mereka harus kembali bekerja, Yuri dan neneknya mengantarkan sampai jalan dan menunggu mobil itu menghilang dari pandangan mata baru kembali ke rumah.

"Nenek sudah mendaftarkan mu ke sekolah jadi besok kau bisa langsung pergi, apa besok kau mau nenek antar?" tanya neneknya.

"Tidak perlu, aku akan pergi sendiri," sahutnya.

"Baiklah kalau begitu," sahut neneknya enggan memaksa.

Malam tiba setelah makan malam Yuri seperti biasa ia memilih untuk tinggal di kamar, niatnya ingin membaca beberapa komik lama namun benaknya malah di penuhi dengan nasihat orangtuanya.

"Kau tidak boleh terlalu pendiam!"

"Yuri kau tidak punya teman? kalau begitu bagaimana kau bersosialisasi?"

"Jangan diam jika diperlakukan tidak baik! bicaralah dengan lantang!"

"Yuri kau harus berubah!"

Bruk

Komik itu jatuh dari tangannya yang gemetar, ia benar-benar tidak senang akan semua perkataan ibunya.

Mungkin benar ia terlalu pendiam sehingga orang-orang bertindak semena-mena terhadapnya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? berubah menjadi periang seperti orang-orang adalah hal yang tak bisa ia lakukan.

Lagi pula kenapa ia harus berubah? apakah sikap kasar orang kepadanya memang benar kesalahannya?.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!