NovelToon NovelToon

Si Pengecut Yuria

Bab 1 Pindah

Berjam-jam dia duduk tenang di kursi itu, mendengarkan bagaimana orangtuanya beradu argumen dengan kepala sekolah. Dalam benaknya ia bertanya-tanya darimana energi yang ibunya miliki sehingga mampu bicara keras selama itu, apakah itu hasil dari mengurus hidupnya sejak bayi?.

Sementara di luar ruangan dari kaca jendela ia bisa melihat orang yang lalu lalang selalu melirik dengan penasaran, mungkin di balik pintu itu juga ada beberapa orang yang sudah menguping sejak tadi.

'Aaah... kapan aku bisa pulang?' batinnya sambil menghembuskan nafas panjang.

"Yuri! ayo kita pulang!" seru ibunya tiba-tiba.

"Ah, baik," sahutnya sedikit terkejut.

Ia bangkit dan memberi salam kepada kepala sekolah yang menatapnya sendu, ia tahu bahkan kepala sekolah sedikit menyesalkan atas apa yang telah terjadi.

Sampai di rumah ibunya segera pergi ke kamar untuk mengganti pakaian, sementara ayahnya langsung mengambil remot tivi dan menonton siaran ulang sepak bola semalam.

Ceklek

Hhhhhhhh

Ia menghembuskan nafas lega setelah menutup pintu kamarnya, akhirnya ia bisa kembali ke tempat ternyaman di dunia. Menaruh tasnya sembarangan Yuri segera membanting tubuhnya ke atas ranjang yang empuk, beberapa detik kemudian ia pun terlelap dengan cepat.

Saat bangun rupanya hari sudah sore, ia segera berganti pakaian dan pergi keluar.

"Yuri tolong bereskan meja makannya," perintah ibunya dari dapur.

"Baik," sahutnya.

Ia hanya perlu menata piring untuk tiga orang di meja itu, setelahnya duduk rapi menunggu ibunya datang dengan lauk pauk.

Makan malam di mulai dengan tenang seperti biasa, tapi di pertengahan ibunya memulai apa yang telah ia perkirakan "Kami sudah memutuskannya, kau akan pindah sekolah."

Itu dia, akhir dari argumen orangtuanya dengan kepala sekolah. Yuri hanya diam dan mengangguk, ia sama sekali tak keberatan sebab sejujurnya ia pun sudah muak dengan sekolah lamanya.

Hal ini disebabkan karena ia mendapatkan perlakuan tidak pantas dari teman-temannya, ia sering kali di suruh-suruh sampai ke tahap pembully-an.

Awalnya tal ada yang mengetahui hal ini sebab Yuri memang seringkali diam, dia tak memiliki keberanian untuk melapor apalagi melawan.

Sampai suatu hari ia dipaksa ikut karaoke setelah pulang sekolah, tak disangka ibunya melihay Yuri pergi dan membuntutinya. Sampai Yuri di suruh membeli rokok dan di bully ruang karaoke, ibunya melihat semua itu dan menuntut keadilan untuk putri semata wayangnya.

Namun naas sang pembully adalah anak dari orang yang berkuasa, meski ibunya mengambil jalur hukum pengacara yang mereka sewa justru menyuruh mereka untuk menerima uang kompensasi dan melupakan kejadian itu.

Pergi kemana pun orangtuanya tidak bisa memberikan hukuman kepada si pembully, sampai akhirnya kepala sekolah menyarankan untuk memindahkan Yuri ke sekolah lain agar ia bisa mengawali kehidupan yang baru.

Tak ada pilihan, orangtuanya terpaksa harus menerima saran itu.

"Kau akan pindah ke sekolah Permata, itu sekolah ibu dulu. Ibu juga sudah bicara dengan nenekmu dan dia setuju untuk merawatmu" ujar ibunya memberitahu.

"Yuri.. kau tidak apa kan jika hanya tinggal berdua dengan nenek? kami tidak mungkin ikut pindah karena pekerjaan kami, tapi sepekan sekali kami akan berusaha mengujungimu. Masalah uang jajan mu nanti kami tranfer perminggunya," ujar pula ayahnya.

Yuri hanya mengangguk, orangtuanya ikut atau tidak tidaklah berpengaruh sebab selama ini mereka sudah sibuk dengan pekerjaan mereka.

Setiap harinya Yuri sudah terbiasa sendiri, satu-satunya hal yang membuatnya sedih hanya harus meninggalkan kamarnya yang nyaman.

Esok paginya ia mulai berbenah, mengemasi semua barangnya yang hendak dibawa dan meluncurlah ia ke desa.

Tempat dimana ia akan mengawali kehidupan barunya, empat jam kemudian mereka sampai dan di sambut riang oleh neneknya.

"Yuri.... kau sudah besar ya," sapa neneknya sambil mencubit pipi Yuri.

"Apa kabar nek?" tanya Yuri.

"Baik, baik, ayo masuk! kalian pasti lelah."

Rumah neneknya cukup besar untuk di tinggali sendiri, dulunya nenek memliki lima orang anak termasuk ibunya dan rumah itu selalu ramai.

Tapi setelah semua anaknya besar dan pergi merantau ke kota rumah itu pun sepi, setelah kakeknya meninggal sebenarnya paman Yuri mengajak neneknya untuk ikut tinggal bersama tapi ia menolak.

Baginya kehidupan di kota tidaklah menyenangkan bagi nenek tua, karena itu meski sendiri ia senang hidup di sana. Setiap harinya ia akan pergi ke kebun dan sawah yang menjadi warisan kakeknya, hasil panen itu kemudian ia jual ke pasar dan uangnya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari padahal setiap bulannya semua anaknya selalu mengirimkan uang.

"Nenek tidak tahu kau mau tidur di kamar yang mana jadi semua kamar masih ada barangnya, sebaiknya kau pilih sekarang agar bisa kita rapihkan cepat," ujar neneknya memberitahu.

"Boleh Yuri lihat-lihat dulu?" tanyanya.

"Tentu saja," jawab neneknya ramah.

Sementara orantua dan neneknya bicara Yuri pun berkeliling, sudah lama ia tidak datang ke rumah neneknya. Terakhir kali mungkin dua tahun yang lalu saat ia masih di SMP, setelah di lihat-lihat rupanya tak ada yang berubah di rumah itu.

Yuri menetapkan pilihannya pada kamar yang menghadap dengan jendela yang menghadap ke jalan, cahaya masuk dari jendela itu sehingga ia bisa mencium udara pagi yang segar.

Setelah memberitahu kamar yang ia pilih ayahnya pun segera membantunya membereskan kamar itu, butuh setidaknya dua jam sampai kamar itu bisa menjadi tempat yang nyaman bagi Yuri.

Saat senja telah tiba orangtuanya memilih untuk pergi sebab esok mereka harus kembali bekerja, Yuri dan neneknya mengantarkan sampai jalan dan menunggu mobil itu menghilang dari pandangan mata baru kembali ke rumah.

"Nenek sudah mendaftarkan mu ke sekolah jadi besok kau bisa langsung pergi, apa besok kau mau nenek antar?" tanya neneknya.

"Tidak perlu, aku akan pergi sendiri," sahutnya.

"Baiklah kalau begitu," sahut neneknya enggan memaksa.

Malam tiba setelah makan malam Yuri seperti biasa ia memilih untuk tinggal di kamar, niatnya ingin membaca beberapa komik lama namun benaknya malah di penuhi dengan nasihat orangtuanya.

"Kau tidak boleh terlalu pendiam!"

"Yuri kau tidak punya teman? kalau begitu bagaimana kau bersosialisasi?"

"Jangan diam jika diperlakukan tidak baik! bicaralah dengan lantang!"

"Yuri kau harus berubah!"

Bruk

Komik itu jatuh dari tangannya yang gemetar, ia benar-benar tidak senang akan semua perkataan ibunya.

Mungkin benar ia terlalu pendiam sehingga orang-orang bertindak semena-mena terhadapnya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? berubah menjadi periang seperti orang-orang adalah hal yang tak bisa ia lakukan.

Lagi pula kenapa ia harus berubah? apakah sikap kasar orang kepadanya memang benar kesalahannya?.

Bab 2 Sekolah Baru

Udara pagi di pedesaan ternyata memang menyejukkan, betapa damai tempat itu tanpa suara klakson atau deru kendaraan. Sarapan yang dibuatkan nenek pun berbeda dengan yang setiap hari ia makan, neneknya memberi semangkuk nasi dengan lauk pauk berupa sayuran bukan roti selai kacang.

Ini adalah kali pertama bagi Yuri sehingga ia tak sanggup menghabiskan sarapan itu, beralasan takut terlambat ia cepat pergi.

Mengenakan seragam yang berbeda ia harus berjalan terlebih dahulu hingga sampai ke halte bus, barulah ia pergi ke sekolah menggunakan bus dengan durasi sepuluh menit saja.

Ibunya bilang desa itu sudah banyak berubah, dulu ia pergi ke sekolah menggunakan sepeda dan jalanan masih berupa tanah yang akan berlumpur saat musim hujan.

Kini di sepanjang jalan sudah banyak berdiri berbagai toko bahkan taman yang di buat menarik untuk bermain anak-anak, sampai di sekolah Yuri cukup gugup ada banyak anak yang berjalan melewati gerbang itu.

Padahal tak ada yang memperhatikannya tapi ia merasa seolah sedang berdiri di atas teater dengan di tonton oleh banyak orang, mencoba menghilangkan rasa gugup ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya lewat mulut.

'Aku pasti bisa!' batinnya mengambil langkah pertama melewati gerbang sekolah.

Tempat itu sama seperti sekolah pada umumnya, terdiri dari banyak ruang kelas dan beberapa ruang ekstrakurikuler. Sebenarnya ia cukup kaget juga saat sampai karena ia mengira sekolah di pedesaan akan terbuat dari kayu seperti rumah tradisional, mungkin ia terlalu banyak membaca komik fantasi hingga memiliki imajinasi yang liar.

Berjalan di sepanjang koridor ia mencoba menemukan ruang kepala sekolah, ia tahu akan lebih mudah jika bertanya tapi ia terlalu malas dan malu untuk melakukannya.

Akhirnya waktunya banyak terbuang untuk mengelilingi sekolah itu, melihat setiap ruangan sampai akhirnya bel berbunyi yang membuat murid-murid bergegas masuk ke kelas masing-masing.

Semakin merasa gugup ditengah hiruk pikuk Yuri memilih untuk berlari dan mencoba menenangkan diri di dalam toilet, tapi begitu ia masuk kedalam sepasang mata murid pria menatapnya.

Hening sejenak, mata Yuri perlahan turun menatap tubuh murid itu sampai pada pinggul yang tertutup closet.

Aaaaaaaaaa...

Jeritnya segera membalikkan badan sambil menutup mata, sementara si murid yang juga kaget karena kehadiran Yuri segera menuntaskan urusannya dan menghampiri Yuri untuk menghentikan jeritannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya.

"A-aku... " sahut Yuri terbata yang masih syok.

"Apa kau tidak lihat tandanya sebelum masuk?" tanyanya lagi.

"Apa?" balas Yuri seketika sadar akan kecerobohan yang telah ia buat.

Dengan cepat ia keluar untuk melihat dan ternyata benar, ia salah masuk toilet. Merasa malu Yuri bergegas pergi dari sana, meninggalkan si murid pria yang hanya menatapnya sambil menggelengkan kepala.

Mencoba melupakan kebodohannya akhirnya ia berhasil menemukan ruang kepala sekolah, mengetuk pintu Yuri segera masuk dan mengatakan maksud kedatangannya.

Pak kepala sekolah yang memiliki wajah menyenangkan itu menyambut hangat Yuri sebagai murid baru, ia pun meminta wali kelasnya untuk segera membawa Yuri ke kelasnya.

Wali kelasnya adalah seorang guru muda yang cantik bernama bu Susi, menganjukan beberapa pertanyaan seputar tempat tinggalnya dengan nada ramah yang membuat Yuri cepat menyukainya.

Tiba di kelas barunya Yuri langsung masuk bersama bu Susi, membuat anak-anak di dalam kelas mulai berbisik-bisik tentang dirinya yang membuatnya tak nyaman.

"Hari ini kita kedatangan teman baru, silahkan perkenalkan dirimu," ujar bu Susi.

Perlahan Yuri memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya, menatap orang-orang yang sejak tadi sudah menontonnya.

"Namaku.. Ameli Yuria, salam kenal semuanya.... " ucapnya.

"Yuri begitu nama panggilan mu kan? kau bisa duduk di sana!" ucap bu Susi sambil menunjuk.

Yuri menatap arah tangan bu Susi dan alangkah terkejutnya ia saat melihat bangku kosong itu tepat berada di samping pria yang ia temui di toilet, menelan ludah Yuri berjalan cepat sambil mencoba menyembunyikan wajahnya dengan rambut selagi perhatian pria itu tertuju pada sesuatu di balik jendela.

"Nah mari kita mulai pelajarannya, sebelum itu ibu akan mengabsen dulu!" satu persatu nama pun di sebut dan yang merasa di panggil menyahut.

"Peter Noah!"

"Hadir!" sahut pria di toilet itu.

Reflek Yuri menengok ke arahnya dan saat mereka bertatapan mata seketika Yuri kembali gugup dan dengan cepat memalingkan pandangan ke bawah, sementara Noah nampak tidak peduli.

"Oh Rapka masih belum masuk ya?" tanya bu Susi sambil menatap buku absen.

"Apa kalian sudah menengoknya lagi?" tanyanya.

"Sudah bu, katanya besok dia baru akan masuk," jawab salah satu murid.

"Begitu ya, syukurlah.. " sahut bu Susi dan kembali melanjutkan mengabsen.

Pelajaran pun dimulai, tanpa kesulitan Yuri dapat mengikuti pelajaran hingga jam istirahat tiba. Setelahnya barulah ujian hidupnya di mulai, bingung harus kemana dan bagaimana ia diam di kelas.

Biasanya ia selalu menghabiskan waktu istirahat dengan melayani pembully, kini setelah mendapatkan kedamaian sebenarnya ia ingin pergi ke tempat sepi untuk membaca komik.

Tapi ia di beri misi oleh orangtua untuk segera memiliki teman sehingga ia bingung harus bagaimana, pada akhirnya ia hanya diam sampai waktu istirahat selesai.

Tiba waktunya pulang pun ia masih berjalan sendiri tanpa ada orang yang mengajak berteman, entah mengapa sejak kecil meski ia bersuara kehadirannya selalu tak di anggap dan ia kini ia sudah terbiasa akan hal itu.

"Oh Yuri, bagaimana sekolahnya?" tanya nenek menyambut kepulangan cucunya.

"Bagus nek, " sahutnya pelan.

"Setelah selesai bisakah kau bantu nenek memanen kacang? nenek akan masak itu untuk makan malam kita," tanyanya.

"Baik," jawabnya.

Nenek tersenyum sementara Yuri masuk ke kamarnya, sejak kecil Yuri adalah satu-satunya cucu yang paling penurut. Apa pun perintah orang dia akan menurutinya tanpa banyak bertanya, serepot apa pun ia saat dimintai tolong ia akan meninggalkan pekerjaannya.

Sifat baik itulah yang paling nenek sukai dari Yuri, tapi sifat itu juga yang paling membuat nenek khawatir. Saat mendengar kabar Yuri akan pindah ke desa segera nenek curiga sesuatu telah terjadi pada anak itu, dan ternyata apa yang oa khawatirkan menjadi kenyataan.

Ia hanya bisa berharap di sekolah barunya ini setidaknya Yuri akan memiliki teman, cukup satu tapi mampu membuat Yuri bahagia akan sebuah kebersamaan.

Kriiinggg...

Langkah Yuri yang baru saja hendak pergi ke luar tertahan oleh dering telpon, setelah mengangkatnya ternyata itu dari ibunya.

"Yuri bagaimana? kau sudah mulai sekolah?" tanya ibunya tanpa basa basi.

"Sudah, tadi adalah hari pertama ku."

"Kau sudah mendapatkan teman?" tanya ibunya jelas sangat berharap.

Tentu Yuri menjadi gusar karena pertanyaan itu, selama hidupnya ia tak memiliki teman lalu bagaimana bisa di hari pertama di sekolah baru ia dapat memilikinya.

Tapi ia juga tak mau mendengar celoteh ibunya yang terus mendesaknya agar berteman, akhirnya Yuri memilih untuk berbohong.

"Sudah."

"Bagus, siapa namanya?" tanya ibunya semakin penasaran.

Yuri tersentak kaget mendengarnya, ia tak menyangka ibunya akan mengajukan pertanyaan tersebut.

Berpikir keras ia hanya harus menyebutkan satu nama, tapi siapa?.

"Noah," sahutnya teringat akan pertemuan memalukan itu.

Bab 3 Sama Saja

Hari kedua, udara yang bersih menggelitik cuping hidungnya. Rutinitas baru segera membuatnya terbiasa, kali ini ia bisa menghabiskan nasi saat sarapan dan bisa tenang saat berjalan memasuki kelas meski tetap ada rasa gugup saat ia melihat Noah.

"Noaaaah... aku merindukanmu!" teriak seseorang tiba-tiba.

Yuri menatap heran seorang murid laki-laki tersenyum lebar saat memasuki kelas, ia berjalan menghampiri Noah dan duduk tepat di depannya.

"Oi Rapka! kau sudah sembuh?" tanya seorang murid lain padanya.

"Mm, tapi aku masih belum boleh ikut latihan. Jika hanya peregangan masih oke," sahutnya riang.

"Lain kali hati-hati," ujar Noah datar.

"Hehehe maaf Noah," ucapnya sambil menggosok belakang kepalanya.

Yuri memperhatikan Rapka dengan seksama, bagaimana cara ia bicara begitu santai tanpa beban. Jelas Rapka adalah anak yang periang dan mudah bergaul, tentu tatapan itu membuat Rapka sadar hingga menengok ke arahnya.

Sontak itu membuat Yuri merasa malu sekaligus gugup, ia membuang muka dengan cepat membuat Rapka heran.

"Apa dia teman sekelas kita?" bisik Rapka sambil menatap Yuri.

"Dia murid baru," sahut Noah datar.

"Oh pantas saja aku merasa asing," ujarnya.

"Hai semuanya!" teriak seseorang tiba-tiba.

Perhatian semua anak seketika tertuju pada satu murid perempuan yang berjalan masuk ke dalam kelas termasuk Yuri.

"Aku membawa oleh-oleh untuk kalian!" serunya lagi sambil mengacungkan tas paperback.

Semua anak segera berkerumun sambil berseru, hanya Yuri dan Noah yang masih duduk di kursi mereka.

"Wah... lucu sekali.. " seru seorang murid perempuan menatap sesuatu ditangannya.

"Iya, aku jadi tak tega memakannya," timpal yang lain.

"Kalau begitu untuk ku saja!" ujar seorang murid laki-laki sambil mengambil sesuatu itu.

Tentu saja hal itu membuat murid perempuan itu merengek hingga kejar-kejaran pun terjadi.

"Noah ini untuk mu!" ujar anak perempuan itu sambil menyerahkan sebuah permen berbentuk kucing yang terbungkus plastik transparan.

"Terimakasih," sahut Noah dengan wajah datar seakan tak peduli.

Melirik kepada Yuri yang juga diam ia datang menghampiri dan menaruh satu permen berbentuk anjing.

"Dan ini untuk mu," ujarnya sambil tersenyum.

"O-oh terimakasih," sahut Yuri sedikit gugup karena tindakan tak terduga itu.

"Kau pasti Yuria kan? perkenalkan aku Imel," ujarnya mengulurkan tangan.

Yuri mengangguk dan menyambut tangan itu.

"Selamat datang di sekolah kami, dari mana asal mu dulu?" tanya Imel sambil duduk tepat di hadapan Yuri.

Bukannya menjawab pertanyaan itu Yuri malah bengong, ia tak menyangka Imel akan mengajaknya bicara.

"Apa kau berasal dari kota?" tanya Imel lagi.

Yuri yang baru tersadar dari lamunannya segera mengangguk.

"Benarkah? bagaimana sekolah di kota? aku dengar fasilitasnya lebih lengkap dan kegiatan ekstrakurikulernya juga lebih bervariatif," tanyanya lagi kini lebih antusias.

Lagi-lagi Yuri mengangguk sebagai jawaban, Imel hendak mengajukan pertanyaan lagi tapi bel segera berbunyi yang membuatnya harus bangun dan duduk di kursinya.

Menatap Imel Yuri segera tahu dia anak yang paling ceria dan mudah bergaul, bahkan di sepanjang pelajaran ia tak henti memperhatikan Imel yang sangat aktif.

Jika Imel terus mengajaknya bicara mungkin mereka bisa berteman, tapi sayangnya Yuri memiliki sedikit masalah dengan sifat Imel. Dia cenderung lebih suka ketenangan karena itu anak aktif seperti Imel jarang bisa cocok dengannya, namun demi menyelesaikan tugas dari orangtuanya ia harus menahan ketidaknyamanan.

Masuk jam istirahat kali ini Yuri berencana pergi ke kantin untuk lebih mendekatkan diri dengan Imel, ia yakin hanya dengan duduk di samping Imel saja ia akan di ajak bicara dan mereka pun bisa berteman baik.

Sambil berjalan Yuri berfikir harus mengatakan sesuatu kepada Imel, apa pun asal mereka terlihat seperti mengobrol.

Bruk

"Aw!" pekiknya.

Terlalu fokus berfikir ia sampai tidak melihat jalan dengan benar, alhasil tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

"Ah sialan!" gerutu seorang murid perempuan yang ia tabrak.

Melihat kotor seragamnya kena tumpahan minuman Yuri segera menundukkan kepala meminta maaf.

"Apa kau tidak bisa jalan dengan benar?" bentak orang itu emosi.

"A-aku akan segera menggantikannya," sahut Yuri yang sudah sadar akan posisinya.

"Kau pikir cukup dengan membeli minuman baru? lalu bagaimana dengan seragam ku yang kotor?" tanyanya jengkel.

"Aku akan mencucinya!" sahut Yuri.

Ia sudah terbiasa maka ia tahu cara cepat menyelesaikan masalah, sadar bahwa Yuri sungguh-sungguh dalam ucapannya ia melepas jas seragamnya dan memberikannya kepada Yuri.

"Cuci yang bersih! setelah itu temui aku di tangga, jangan lupa minumannya juga!" ujarnya tegas.

"Baik," sahut Yuri sambil mengangguk.

Setelah orang itu pergi Yuri bergegas menyelesaikan tugasnya, ia ingin cepat menyelesaikan masalahnya agar bisa cepat pergi ke kantin.

Membawa jas bersih dan sekaleng minuman ia pergi menemui orang itu di tangga, nampak ia sedang mengobrol dengan teman-temannya.

Begitu Yuri datang seketika hening, membuat Yuri cukup gugup dan ragu untuk mendekat. Sementara mereka menatap Yuri dengan pandangan mencibir, pandangan yang selalu Yuri terima dimana pun ia berada.

"I-ini seragam mu dan... minumannya," ujar Yuri pelan sambil menyerahkan kedua benda itu.

"Terimakasih," sahut orang itu sambil menerimanya namun jelas wajahnya tidak menunjukkan rasa terimakasih yang benar.

Sudah tak memiliki kepentingan Yuri hendak pergi untuk mengejar waktu istirahat yang hanya tinggal beberapa menit lagi.

"Tunggu!" sergah orang itu menahan langkah Yuri.

Tadi minuman ku yang tumpah rasa jeruk, kenapa kau memberikan ku rasa mangga?" tanyanya.

"Oh, itu... rasa jeruk sudah habis karena itu.. aku membelikan rasa lain," sahutnya mulai merasa takut karena melihat raut wajah tak senang.

"Kenapa kau tidak bertanya dulu padaku? aku tidak suka rasa mangga!" hardiknya.

"Ma-maafkan aku," sahut Yuri segera menundukkan kepala.

Cetlek

Dia membuka kaleng minuman itu, berjalan mendekati Yuri dan.

Byuurr...

Tak di sangka ia menuangkan minuman itu ke kepala Yuri yang sedang menunduk, kaget di awal namun Yuri tetap diam saat ia kembali mengingat pembullyan yang terjadi padanya.

Ternyata kemana pun ia pergi semua akan sama saja, ia tetap akan di perlakukan secara tidak adil. Lalu untuk apa berusaha? bukankah itu hal yang sia-sia? memejamkan mata Yuri menelan ludah dengan pasrah sementara orang menuangkan minuman tertawa bersama teman-temannya.

"Hei apa yang kau lakukan?" teriak seseorang memergoki perlakukan tidak pantas itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!