Sebenarnya ia ingin bersantai setelah menghabiskan semangkuk ramen, namun libur sehari ternyata membuatnya memiliki setumpuk tugas yang tak pernah ia sangka.
Akhirnya dengan terpaksa ia harus segera kembali ke kelas untuk menyelesaikan tugasnya, tapi sebuah keributan di tangga menyita perhatiannya hingga membuatnya mengintip.
Nampak tiga murid perempuan sedang memarahi seorang murid perempuan lainnya, awalnya ia tak peduli tapi saat anak itu di guyur dengan minuman ia tak bisa menutup mata.
"Hei apa yang kau lakukan?" teriaknya sambil berjalan mendekat.
Sontak mereka kaget karena seruan itu, termasuk Yuri yang tak menyangka akan bertemu Imel disaat seperti itu.
"Sebaiknya kau tidak ikut campur karena ini memang bukan urusan mu!" celetuk anak itu ketus.
"Jika aku sudah berkata artinya aku mau ikut campur!" tegas Imel yang membuat mereka kaget.
"Dengar ya... dia sudah menabrak dan menumpahkan minuman ku, dia membuat seragam ku kotor karena itu aku membalasnya."
Imel melihat jasnya lembab yang kemungkinan sudah dibersihkan, juga tak ada bekas minuman tumpah yang artinya Yuri sudah mengganti rugi.
"Bukan berarti kau bisa bersikap seperti itu, aku bisa melaporkan mu pada guru sebagai tindak pembullyan," ujarnya.
Mendengar ancaman itu rupanya membuat mereka ketakutan, tanpa kata mereka segera pergi meninggalkan tempat itu. Terkesan akan keberanian Imel Yuri menatap takjub, seumur hidupnya ini adalah kali pertama ada seseorang yang menolongnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Imel.
"O-oh, mm.. terimakasih," jawab Yuri pelan.
"Ah pasti lengket, ayo bersihkan rambutmu!" ajak Imel sambil memegang tangan Yuri.
Tak bisa menolak Yuri menurut, mereka pergi ke toilet untuk membersihkan rambut Yuri. Terbiasa melakukan semua hal sendiri ini adalah kali pertama ada seseorang yang membantunya membersihkan rambut, tentu Yuri dibuat heran sekaligus senang.
Sejak saat itu ia tak bisa berhenti menatap Imel, bahkan di sela-sela pelajaran ia mencuri-curi pandang untuk melihat Imel. Memperhatikan bagaimana dia bicara dan bertindak, semakin di lihat ia semakin berfikir mungkin mereka bisa dekat.
Saat ibunya menelpon dan kembali menanyakan apakah ia punya teman baru Imel adalah nama yang ia sebut, bahkan Yuri memberitahu bagaimana Imel memperlakukannya dengan baik.
Ini adalah kali pertama Yuri membicarakan seseorang dengan antusias, tentu saja ibunya senang bahwa keputusannya memindahkan Yuri ke desa sudah tepat.
Namun sejauh ini mereka masih hanya teman sekelas, Yuri belum mendapatkan keberanian untuk mengajak bicara atau mendekati Imel. Yang ia lakukan sama seperti penguntit, hanya menatap dari kejauhan.
......................
Ruang ganti itu dipenuhi dengan murid-murid perempuan yang sedang berganti pakaian, ramai dengan obrolan mereka mengenai banyak hal.
Selesai mengganti seragam dengan baju olahraga mereka pergi bersama ke lapangan voli, seorang pelatih dan guru berdiri di pinggir lapangan mengawasi mereka yang sedang melakukan pemanasan. Setelahnya mereka pun di suruh berkumpul.
"Sebentar lagi kita akan menghadapi Turnamen, aku harap kalian bersungguh-sungguh dalam latihan dan tetap jaga kesehatan. Kita tidak punya anggota cadangan jadi tolong serius tapi jangan juga merasa terbebani," ujar pelatih.
"Siap!" sahut mereka serempak.
Latihan pun di mulai, Imel sebagai salah satu anggota dengan penuh semangat terus memperbaiki caranya melakukan smash. Beberapa menit kemudian latihan berganti dengan menerima setiap smash dan block, lalu dilanjutkan dengan dua lawan dua.
Saling berteriak memberi arahan mereka hanya fokus pada bola yang melayang di udara, saat bola meluncur ke sisi lapangan mereka berusaha menyelematkan poin tanpa memperhatikan sekeliling.
Brak
Suara tabrakan itu terdengar begitu nyaring, membuat seisi lapangan mendadak hening dan menatap pada dua orang yang kini terbaring di lantai.
"Kalian baik-baik saja?" teriak pelatih segera menghampiri bersama dengan yang lain.
Sayangnya tidak, salah satu dari mereka bangun namun mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Cepat bawa dia ke ruang kesehatan!" seru pelatih panik.
Murid itu segera di bawa untuk di periksa, setelah beberapa menit mereka semua yang menunggu di luar menantikan jawaban dokter.
"Dia baik-baik saja, hanya bagian dalam mulutnya yang terluka. Dia masih bisa ikut latihan dan pertandingan," umum sang dokter.
Semua bernafas lega tapi tidak dengan Imel, ia segera meminta ijin untuk melihat senior sekaligus temannya itu.
"Hei kenapa wajah mu murung? dokter sudah bilang aku baik-baik saja kan?" tanyanya segera setelah melihat raut wajah Imel yang masuk ke dalam.
"Kak Nora aku.... takut," akui Imel.
Nora yang kini sudah kelas tiga mengerti perasaan Imel, saat ia masih kelas dua saat Imel baru kelas satu dan bergabung dengan klub voli mereka.
Imel memiliki cita-cita tinggi untuk mengharumkan nama sekolahnya dengan membawa piala kemenangan di semua turnamen voli putri, tapi untuk mewujudkan cita-cita itu sangatlah sulit.
Klub voli putri selalu memiliki anggota yang sedikit, bahkan mereka tidak memiliki pelatih sehingga walaupun mengikuti turnamen mereka selalu kalah di kloter pertama.
Nora sadar Imel memiliki potensi dalam olahraga voli, sebagai senior ia menyayangkan Imel yang masuk ke sekolahnya. Andai Imel masuk ke sekolah lain mungkin ia akan dapat mewujudkan cita-citanya tersebut.
"Andai nanti sesuatu terjadi pada saat kita bertanding, meski harus berdarah kau tidak perlu khawatir. Selama kaki ku masih bisa melompat aku akan tetap berada di lapangan," ujar Nora menenangkan hati Imel yang galau.
"Kakak... " seru Imel terharu.
Air mata tiba-tiba jatuh tanpa peringatan, Imel menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan emosi.
Sore hari setelah kegiatan club berakhir Imel segera mengganti pakaian dan pulang, dalam perjalanan ia tak bisa berhenti memikirkan turnamen nanti.
Terlalu dalam berfikir ia sampai salah mengambil jalan dan tersesat di kampung orang, itu adalah hal paling konyol yang membuat Imel tertawa sendiri.
"Astaga...mengapa aku jadi bodoh begini," ketusnya.
Melihat sekeliling ia pun mencoba mengingat dari mana ia berasal, tanpa di duga dari kejauhan ia melihat Yuri.
Gadis itu tengah berjalan bersama seorang nenek sambil membawa keranjang penuh sayuran, Imel memutuskan untuk menyapa maka ia bergegas berlari menghampiri.
Namun tiba-tiba ia berhenti saat melihat Yuri mencoba menenangkan seorang anak kecil yang tengah menangis, rupanya anak itu menangisi balonnya yang tersangkut di dahan pohon.
Imel memperhatikan bagaimana Yuri mencari sesuatu untuk mengambil balon itu, karena tidak menemukan apa pun akhirnya Yuri melompat.
Saat itulah sebuah jalan keluar dari masalahnya muncul, lompatan Yuri cukup tinggi untuk tingginya yang hanya 157 saja.
"Yuri!" panggil Imel sambil melambaikan tangan.
Yuri dan nenek menoleh, tentu saja melihat Imel yang berlari menghampiri membuat Yuri kaget setengah mati. Ia bahkan diam-diam mencubit pahanya sendiri hanya untuk memastikan bahwa itu nyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments