Obsession of Revenge
Happy Reading ....
Seorang wanita duduk tertunduk dengan pakaian yang lusuh, kedua lengannya diikat rantai ke atas, wajahnya penuh lebam dan mengeluarkan bercak darah. Tubuhnya dipenuhi luka, ototnya yang terasa sakit dan keram, membuatnya sesekali mengerang kesakitan.
Suara batuk menggema di dalam ruangan gelap dan sunyi itu. Sudah tiga hari tanpa alasan yang jelas dia telah dikurung di dalam sana, tanpa air dan makanan.
“Air, air ...,” gumamnya lirih.
Sayup matanya menangkap kondisi ruangan, melirik ke kanan dan ke kiri. Redup, remang-remang, tidak ada pencahayaan yang jelas.
Seketika suara langkah kaki terdengar mendekat, terhenyak, wanita itu langsung membuka matanya lebar-lebar. Yang dia tahu, seseorang akan datang untuk menyiksanya lagi dan lagi.
Seorang pria bertubuh tegap berdiri menunduk ke arahnya, sorot matanya yang tajam disertai halis yang melengkung. Pria itu bersimpuh di depannya, meraih rahang penuh lebam itu dan menimbulkan rasa sakit yang parah.
Wanita itu meringis kesakitan.
“Yada Aurora, Itu namamu?” Pria dengan suara bariton itu bertanya.
Tidak ada jawaban apapun, yang terdengar hanya deru nafas yang terengah-engah antara menahan sakit pada wajahnya.
“Mereka menyiksamu dengan sangat baik,” ucapnya dengan seringai.
“Apakah ini sakit?” Jemarinya mencengkram kuat rahang lebam itu, membuatnya semakin merintih kesakitan.
“L-lepaskan aku!”
“Aku akan bertanya sekali lagi, dan kau harus menjawabnya. Apakah namamu Yada Aurora?”
Dia menelan salivanya susah payah,“Ya.”
Pria itu tersenyum simpul. “Bagus, wanita yang sangat penurut.”
Allard melepaskan cengkramannya pada wajah Yada, kemudian dia memerintahkan kepada bawahannya untuk melepaskan ikatan rantai pada wanita itu, dan talinya terlepas, tubuh Yada langsung ambruk ke atas lantai.
“Tuan, dia kehilangan kesadaran.”
“Obati lukanya, dan jangan biarkan dia mati.”
“Baik, Tuan.”
--
Jemarinya menyentuh meja kaca yang tertutup oleh debu, pandangannya sendu melihat sekeliling rumah sunyi tak berpenghuni. Pikirannya kalang kabut, dia hanya memiliki satu kata yaitu, terlambat.
“Yada?” panggilnya lantang.
“Yada?”
Langkah kaki gusar menelusuri setiap penjuru rumah, berlarian, menaiki setiap anak tangga.
“Yada?”
Dia membuka sebuah pintu, ruangan yang sudah sangat berantakan, tidak terdengar suara apapun selain deru nafas dan detak jantungnya. Dia melangkah menuju sebuah cermin di atas meja rias, membaca sebuah tulisan yang bertulis, 'Adikmu ada di tanganku.'
“DAMN!”
David mengepalkan jemarinya erat, kemudian menghantam cermin sampai pecah berserakan. Seandainya dia tidak terlambat, mungkin keluarganya tidak akan berakhir mengerikan.
***
Dendam di dalam hati Lord Allard Washington tidak akan pernah pudar, justru rasa dendam itu semakin menguat seiring berjalannya waktu. Bayang-bayang akan masalalu kelam terus menghantuinya, seolah terus berbisik jika dia harus membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya.
Allard menghisap satu batang nikotin, mengeluarkan asap tepat di depan wajah wanita cantik yang bernama Yada Aurora. Jemarinya naik, menelusuri setiap inci wajah cantik dengan kulit putih mulus itu.
“Tentu saja, kau memiliki wajah yang cantik serta kulit yang bersih karena kau dibesarkan di keluarga yang kaya raya. Sementara aku, tubuhku penuh bekas luka yang mengerikan.”
Yada menatapnya dengan penuh amarah, di dalam hatinya bertanya-tanya darimana datangnya pria gila di hadapannya kini. Entah dendam apa yang sedang pria itu bicarakan.
“Aurora? Nama keluarga yang bagus,” ucap Allard dengan seringai. “Mungkin tidak lama nama itu akan terpajang disebuah batu nisan.”
Allard mendesis kecil. “Sepertinya tidak akan ada batu nisan, karena mayat kau dan keluargamu tidak akan pernah dimakamkan. Mungkin kau akan menjadi makanan anjing besok.” Dia tertawa lantang.
Mengerikan. Entah bagaimana bisa keluarga Aurora mengusik pria iblis seperti Allard Washington. Setiap kalimat yang diucapkannya seperti perisai nyata.
“Apa yang kau lihat, Yada? Kau tidak bisa menerima?”
Bahkan jika kau memiliki dendam dengan keluarga Aurora, kau telah salah karena memilihku sebagai bahan sandera, mereka tidak akan peduli. Batin Yada.
Yada tersenyum sinis. “Seperti sebuah lelucon anak-anak.”
Allard berkerut kening. Wanita yang tadi masih bisa menangis kesakitan, kini malah sombong di hadapannya.
“Kau serius? Lelucon?”
“Ya!”
Allard mendekatkan wajahnya pada Yada. “Apa maksudmu lelucon? Apakah ini lelucon?” Lengannya mencengkram erat lengan atas Yada yang dipenuhi oleh memar.
Yada menggigit lidahnya menahan rasa sakit, matanya nanar tertuju pada wajah sangar Allard.
Allard menyeringai. “Bagaimana mungkin kau bisa merubah sikapmu hanya dengan satu malam?”
Allard menarik tubuhnya menjauh. Beberapa pertanyaanya hanya dibalas dengan tatapan tajam dari Yada Aurora. Tidak ada suara tangis, rintihan, dan kaliat mengemis. Tidak menyenangkan.
Tidak perlu sering menyiksanya, atau dia akan cepat mati. Pikir Allard.
Dia mengambil satu paperbag lalu melemparkannya ke arah Yada. “Jam sembilan tepat, pergi ke ruang makan.”
Yada melihat paperbag itu.
“Pastikan penampilanmu tidak mengecewakanku!” ucap Allard yang kemudian berjalan pergi keluar ruangan.
Yada membuka mulut setelah memastikan pria itu sudah pergi, dan tetesan darah segar keluar dari sana. Itu luka di lidahnya akibat gigitan tadi.
Lenganku, tidak lebih sakit dari luka lama. Batinnya.
Dia beringsut turun dari ranjang, melihat ke luar jendela. Hutan, di luar hanya hutan yang dipenuhi oleh pepohonan rimbun. Jendela itu bahkan tidak bisa dibuka, seperti ruangan yang khusus dibuat untuk seorang tawanan.
Yada teringat masa sekecilnya dulu, di mana situasi yang sama juga terjadi. Sebelum dia terkenal menjadi nona muda keluarga Aurora, kejadian serupa juga pernah di alaminya.
Kenapa hidupku sangat sial? Jika seperti ini, masih perlukah aku dilahirkan?
Allard berada di dalam ruang baca bersama seorang pria. Pria yang ditugaskan untuk mencari beberapa informasi terkait keluarga Aurora.
“Mereka tidak merespon apapun?” tanya Allard.
“Ya, Tuan. Mereka sangat senyap.”
“Bahkan setelah kehilangan putri satu-satunya?”
Pria bernama Jasson itu terdiam.
“Haruskah aku memotong jari wanita itu sebagai tanda bukti jika dia sedang menjadi tawananku?”
“Oh ****!” Allard mengumpat kesal.
“Di mana keberadaan mereka sekarang?”
“Mereka sudah pergi tepat satu hari sebelum kau menyerang kediaman Aurora.”
Allard berkerut heran. “Informasinya bocor?” Dia menatap Jasson dengan tajam. “Cari pengkhianat itu! Kau harus mendapatkannya secepatnya!”
“Baik, Tuan.”
Tidak disangka, di dalam klan mafia dibawah perintahnya masih ada orang yang berani untuk melawannya. Padahal, kekejaman Allard sangat terkenal di seluruh klan mafia lainya. Mereka akan segan jika bertentangan dengannya. Tapi tikus mana yang dengan berani menyusup dan menjadi pengkhianat di dalam klannya.
Sialan!
Yada berlari ke dalam kamar mandi, bersimpuh di depan toilet dan memuntahkan isi perutnya. Darah. Ini muntahnya yang ke tiga kali hari ini. Luka dalamnnya ternyata sangat serius, dadanya terasa sangat sesak. Itu semua karena Yada tidak meminum obat yang telah disediakan.
Lebih baik mati!
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
^__daena__^
sambil nunggu up FelixSelena daku nyebrang dulu🤭
2023-08-27
1
Dam Dyy
akhirny nemu lagi yg sering aku bikin skanario haluan mlm ku
2023-06-22
1
Triiyyaazz Ajuach
wach baru awal udh sadis gitu kynya seru ini
2023-04-23
1