Happy Reading ....
David melangkah dengan cepat, masuk ke dalam ruang kaca dan menghampiri sepasang paruh paya yang tengah bersantai meminum teh hangat.
“Bagaimana mungkin kalian meninggalkannya sendiri seperti itu?” cercanya penuh emosi.
Margareth yang tak lain adalah ibunya kemudian menjawab, “Bukankah bagus menjadikannya sebagai umpan dan membuat orang tua mu selamat?”
“Umpan? Apa itu pantas?”
“Kenapa tidak?”
“Bukankah aku mengatakan untuk tidak pernah menyentuhnya lagi, atau aku tidak ingin menjadi pewaris klan ini!”
“David,” panggil Barrack Aurora dengan suara beratnya. “Jangan melawan ibumu lagi, pergilah.”
“Jika kau ingin menyelamatkannya, kau harus tetap menjadi pemimpin klan untuk melawan Allard Washington. Jika tidak, kau tidak akan bisa,” imbuh Barrack.
David mengendus kasar, melangkah pergi dengan penuh emosi.
Belasan tahun lalu tepatnya ketika David masih anak-anak, kedua orang tuanya tiba-tiba saja membawa seorang anak perempuan kecil datang ke rumah. Yada Aurora yang saat itu masih berusia empat tahun.
Sebelumnya David adalah anak tunggal keluarga Aurora, dan kehadiran Yada membuatnya merasa tidak kesepian. Dia sangat menyayanginya, menganggap Yada seperti adik.
Perlakuan Margareth dan Barrack terhadap Yada sangatlah berbeda, tidak seperti mereka memperlakukannya. Kedua orang tuanya itu kasar, bahkan suka membentaknya. Meskipun mereka tidak ragu untuk memberikan nama belakang kepada Yada, dan memamerkannya sebagai putri tunggal keluarga Aurora.
Semakin beranjak dewasa, David semakin tidak tahan melihat semua itu. Dan semenjak dirinya memegang kendali atas klan mafia Barrack, dia mulai mencari tahu asal Yada. Namun nihil, hasilnya tidak pernah ditemukan. Kenyataannya, David hanya tahu jika adik kesayangannya itu bukanlah adik kandungnya.
Satu bulan yang lalu, dia mendapatkan tugas untuk pergi ke luar negeri. Memberi pesan kepada kedua orang tuanya agar memperlakukan Yada dengan baik, karena jika tidak David akan melepaskan klan yang selama ini dia pimpin. Itu ancaman untuk Barrack dan Margareth. Tapi siapa sangka jika ancaman itu tidak berlaku, dia tetap kehilangan Yada yang mana dijadikan umpan untuk keselamatan kedua orang tuanya.
Kau di mana Yada?
Seseorang mengetuk pintu ruangannya dan masuk. Pria bertubuh tegap itu memberikan beberapa lembar dokument kepada David.
“Tuan, ini adalah daftar perusahaan di bawah pimpinan Allard Washington.”
David melirik kertas itu sekilat, mengembalikan kembali tatapannya kearah pria tersebut. “Bagaimana dengan Yada?”
“Belum ditemukan jejak nona, Tuan.”
David mengurut pangkal hidungnya pening. “Pergilah.”
“Baik, Tuan.”
___
Yada berdiri di depan cermin, melihat tubuhnya yang kotor serta luka memar di berbagai tempat. Dia tersenyum sinis. Tidak ada pukulan lagi semenjak pukulan terakhir yang diberikan oleh Barrack saat usianya tiga belas tahun, tapi kini justru luka baru diberikan oleh orang lain. Dua belas tahun hidupnya yang tanpa luka seperti telah disiapkan untuk hari ini.
Dia membuka perhelai kain yang menempel di tubuhnya, menyisakan tubuhnya yang kini sudah telanjang bulat. Perlahan Yada melangkah, masuk ke dalam bath up yang sudah terisi penuh air panas. Dia meringis kesakitan, seketika air berubah menjadi warna merah.
Yada menatap langit-langit kamar mandi, membayangkan kembali masa kecilnya yang kini samar-samar hilang.
“Mammi, apakah ini cantik?”
“Ini sangat cantik, Sayang.”
“Bolehkah aku memilikinya?”
“Tentu saja.”
“Tapi Mammi, kenapa di punggungku ada bekas coretan? Aku mencoba menghilangkannya saat mandi, tapi suster mengatakan ini tidak bisa hilang.”
“Itu bukan coretan, Sayang, itu adalah tanda jika kau adalah milik Mammi dan Daddy.”
Yada sangat ingat ketika seorang wanita muda dan cantik menceritakan dengan lembut asal muasal gambar di punggungnya. Dari ceritanya, Yada saat itu berusia dua tahun tapi malah harus menahan sakit jarum tinta yang menusuk kulitnya untuk membuat tanda keanggotaan. Kejam, tapi hal ini berjalan di dalam sebuah klan mafia.
“Mammi ....” rintihnya menahan rasa sakit di sekujur tubuh.
Yada mengingat, seharusnya dulu hidupnya baik-baik saja. Seorang wanita yang dipanggilnya Mammi adalah wanita yang bertutur kata lembut dan sangat baik hati. Seharusnya itu bukan Margareth yang dikenal sebagai Mamminya sekarang. Sayangnya, hanya kejadian masa kecil itu yang Yada ingat. Entah wanita di dalam ingatannya itu adalah Margareth entah bukan. Tapi yang jelas, Margareth tidak memiliki tanda di bagian punggungnya. Ingatan Yada seperti teka-teki yang harus dipecahkan sendiri olehnya.
Waktu sudah menunjukan jam makan malam, dan Yada ingat jika dirinya harus menemani pria gila itu makan. Menurutlah agar rasa sakitmu berkurang.
Dia membiarkan luka-lukanya membuka tanpa olesan obat dan balutan perban. Gaun cantik berwarna merah darah yang telah Allard siapkan menyatu dengan tubuh dan warna kulit putihnya yang seputih susu segar. Dia sangat cantik, di tambah make up natural dan beberapa perhiasan lainnya.
Yada Aurora. Memiliki nama belakang yang besar tidak membuat hidupmu baik-baik saja. Pikirnya.
Seorang pelayan masuk ke dalam kamarnya. Seperti dugaan, pasti seseorang akan memastikan jika dia sudah bersiap atau belum.
“Aku sudah siap. Ke mana aku harus pergi?”
“Silahkan ikutin saya, Nona.”
Ini adalah kali pertama Yada melihat seisi rumah yang telah mengurungnya selama beberapa hari. Hampir delapan puluh persen dinding rumah itu kaca, sehingga hutan lebat di luar sana dapat terlihat dari dalam rumah.
Kaki jenjangnya terus melangkah meskipun sedikit goyah karena menahan rasa sakit. Bahkan beberapa lukanya masih mengeluarkan darah segar.
Hentakan suara higheels yang dipakainya membuat Allard yang duduk di ruang makan menoleh ke arahnya seketika. Yada duduk tepat di sebelahnya.
“Apakah aku sedang makan bersama seorang Zombie? Kau sangat mengerikan.”
Yada berkedip, pandangannya lurus ke depan. Tidak memperhatikan ucapan Allard sama sekali. Sementara Allard menatapnya dengan tajam.
Allard memberikan isyarat untuk menghidangkan makan malam.
Dua porsi steak sapi di atas meja, dengan saus kacang almond sebagai pelengkap. Allard mengiris bagian miliknya, memakannya dengan nikmat. Sementara Yada hanya bergeming seperti patung.
“Aku alergi kacang,” kata Yada sebelum Allard bertanya.
Allard menatapnya, lalu meminta pelayan untuk mengganti piring makanan Yada.
Seharusnya ini adalah makanan terbaik yang dimakannya semenjak beberapa hari terakhir. Yada memakannya dengan suka rela. Tidak berpikir jika Allard akan menambahkan racun ke dalam makanan itu, karena posisinya sekarang adalah sandera untuk memeras keluarga Aurora.
Allard menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, sementara tatapannya terus saja tertuju pada luka di lengan Yada yang sejak tadi basah oleh tetesan darah.
Wanita ini, bukankah hanya seorang wanita manja di keluarga Aurora? Tapi kenapa pengendalian dirinya begitu besar.
Allard menyentuh luka itu, membuat Yada terhenyak dan menatap ke arahnya.
“Apakah ini sakit, Nona?” tanya Allard sengaja.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
^__daena__^
berarti Yada benar² dijadikan umpan..dasar licik
2023-08-27
1
Adi Kustiawan
suatu saat nanti alfat pasti jatuh hati ke aurora
2023-06-22
1
💞N⃟ʲᵃᵃ࿐yENni💖
cerita nya bagus kata2 dan penulisannya rapi tapi kog like nya masih sdkt ya🤔🤔🤔
semngt kak teruskan karyamu jgn pntang menyerah👍👍👍
2023-06-03
2