Happy Reading ....
Deru angin malam dan gemuruh ombak yang kuat menjadi pengiring langkah Yada menuju sebuah kapal yang ditunjukan oleh sang supir. Dia berjalan beberapa meter setelah turun dari mobil, membuat gaun cantik berwarna merahnya terbang terbawa angin.
Seorang pria berpakaian rapih mengulurkan tangannya, membantu Yada naik ke atas sebuah kapal pesiar mewah. Kemudian, pria itu menuntunnya masuk ke dalam kapal, menunjukan sebuah meja bundar dengan hiasan makan malam romantis.
Yada berdecih melihat Allard di sana, berjalan mendekati meja tersebut. Allard memperhatikan setiap langkah wanita cantik dengan gaun merah yang datang mendekat, menatapnya dengan intens dari ujung kaki hingga kepala.
“Perfect.”
Wajah datar Yada menatap hidangan yang tersaji di atas meja. Satu potong daging ikan laut dengan beberapa sayuran sebagai pelengkap.
“Alergi ikan?” tanya Allard.
Yada melirik ke arahnya. “No.”
Allard mengangguk samar, kemudian keduanya sama-sama menikmati makan malam di atas kapal pesiar.
Malam ini Allard sengaja mengajak Yada untuk makan malam mewah di tengah laut, karena ada sesuatu yang ingin dia bicarakan dengan Yada. Allard juga sengaja menyiapkan sebuah tema romantic yang hanya mereka berdua bisa menikmatinya.
Setelah selesai makan malam, Allard mengajak Yada untuk pergi ke bagian depan kapal. Mengajak wanita cantik itu melihat suasana laut di malam hari.
Udara sejuk dari angin malam menusuk pada setiap inci kulit Yada yang tidak tertutup kain, dan gaun merah yang dikenakannya terbang tidak beraturan.
“Apa kau tidak takut berdiri di sini bersamaku?”
Yada melihat pada hamparan laut biru yang luas. “Takut?”
Allard terkekeh samar menatap wanita cantik itu. “Ternyata kau tidak takut.”
Yada menurunkan pandangannya, kemudian beralih menatap Allard.
“Kau tidak takut aku akan melukaimu?” tanya Allard lagi.
“Kau sudah melukaiku.”
Ekspresi wajah Allard datar. “Kenapa jawabanmu seperti itu?”
“Apa aku salah?”
Allard menatapnya dengan tajam. “Apa kau percaya aku akan membunuhmu malam ini?”
Yada tertegun sejenak, sebelum akhirnya dia mengatakan, “Apa membunuhku akan menguntungkan bagimu?”
Seketika Allard mencengkram lengan Yada, namun Yada berusaha kuat tanpa mengeluarkan ringisan sedikitpun, dia masih berusaha menatap Allard dengan tajam.
“Kau tidak percaya aku akan melakukannya?”
“Kau memiliki dendam dengan keluargaku, apa kau tidak bisa membalaskannya langsung kepada mereka? Kenapa memakai cara rendahan dengan menculik putrinya?” ucap Yada menantang Allard.
Allard menyeringai. “Menghancurkan seseorang bukan dari fisiknya, melainkan pikiran dan mental.”
“Apa dengan menyakitiku bisa membuat mereka terguncang? Apa kau yakin?”
Allard berkerut kening, ucapan Yada seolah-olah tengah meremehkannya. “Kita coba saja.”
Seketika Allard meraih pinggul Yada, mengangkatnya ke atas lalu menceburkannya ke dalam lautan lepas. Yada tidak siap bertindak, dia hanya sempat terkesiap sebelum akhirnya tubuhnya masuk ke dalam air yang sangat dingin.
Tidak ada perjuangan di dalam air, hanya membiarkan tubuhnya tenggelam semakin dalam. Mungkin ini adalah akhir dari penderitaannya selama ini.
Allard menatapnya dari atas kapal, melihat air laut yang tenang dan menunggu Yada muncul untuk berteriak minta tolong. Namun nihil, pikirannya itu salah karena Yada tidak pernah muncul kembali ke permukaan setelah dia menenggelamkannya.
O ****!
David sedang berada di sebuah club malam terbesar di pusat kota. Beberapa hari yang lalu, dia mendengar kabar angin jika nama Allard Washington dijual di club malam ini.
“Nihil, Tuan,” ucap sang asisten.
“Buat janji dengan pemilik club ini.”
“Baik, Tuan.”
Asisten David memberikan sebuah kartu nama kepada manager club malam agar manager itu bisa menghubunginya kapan saja untuk membuat waktu pertemuan antara David dan pemilik club malam. Setelah menyelesaikan semuanya, kedua pria dari klan Aurora itu pergi meninggalkan area club malam.
Darren berada di dalam privateroom, melihat CCTV yang terhubung di ponselnya untuk melihat siapa yang datang untuk mencarinya. Klan Aurora, ternyata ulahnya beberapa hari lalu sampai ke kepada mereka.
“Cari tahu siapa yang sudah membocorkan informasi,” perintah Darren pada bodyguardnya.
“Baik, Tuan.”
***
“Apapun yang terjadi, jangan pernah keluar dari sini.”
“Mammi ....”
Suara peluru memekakan telinga, Yada kecil berada di dalam sebuah lemari meringkuk takut seraya menutup kedua telinganya. Dia menangis melihat dari sela pintu tubuh wanita cantik yang disayanginya sudah terkapar tidak berdaya dengan berlumuran darah.
“Tidak!” pekik Yada kuat, matanya sontak terbuka lebar dengan peluh yang membasahi seluruh wajah cantiknya.
Deru nafasnya terengah-engah, mimpi buruk itu, bukan mimpi buruk, sepertinya itu adalah puzzle ingatan masa kecilnya. Adegan mengerikan itu pertama kali terlintas di dalam ingatannya.
“Mammi ....”
Mata Yada nanar menatap langit-langit dinding putih di dalam kamar rawatnya. Sudah satu minggu lebih dia berada di dalam rumah sakit untuk menjalani perawatan setelah tenggelam malam itu.
“Mammi ...,” gumamnya rendah.
Dia tewas?
Pikiran Yada semakin tidak karuan, dia mencoba kembali mengingat ingatan masa kecilnya namun tidak dapat mengingat apapun. Memaksa mengingatnya hanya membuat kepalanya terasa semakin sakit.
Siapa wanita yang dipanggilnya Mammi? Lalu siapa Margareth? Barrack dan David? Apakah mereka benar-benar keluarganya?
Yada melepaskan alat pernapasan miliknya, mencabun infus di punggung lengan lalu bergegas turun dari ranjang. Langkahnya goyah, dia ambruk ke atas lantai. Tubuhnya masih lemah, tapi dengan gegabah ingin keluar dari rumah sakit.
Allard melihat tingkahnya dari monitor yang dia pasang di dalam ruang rawat Yada, lalu meminta dua penjaga yang berjaga di depan pintu ruang rawat untuk menahan Yada.
Sebelum Yada berhasil jalan menuju pintu, dua orang pria bertubuh tegap sudah masuk ke dalam ruang rawatnya, membopong tubuh Yada dan membaringkannya kembali di atas ranjang.
“Lepaskan aku!” pekik Yada meronta-ronta.
Namun kedua pria itu tidak menghiraukannya, mereka malah mengikat tali pada pergelangan tangan dan kaki Yada. Setelah selesai, kedua pria itu kembali ke luar, berdiri di sisi kanan dan kiri pintu ruang rawat.
“Hei! Lepaskan aku!” teriak Yada lagi tidak terkendali. “Lepaskan aku!”
Kini, beberapa perawat masuk dengan membawa sebuah jarum suntik dan obat-obatan. Seorang suster menyuntikan satu botol kecil obat pada selang infus Yada, dan tidak lama wanita cantik itu menjadi tenang kembali.
Yada berbaring tidur dengan nafasnya yang masih terengah-engah, pandangannya semakin buram dan kacau sebelum akhirnya dia kembali menutup mata. Alat pernapasan kembali dipasangkan untuk membuatnya merasa nyaman.
Allard berada di dalam ruang kerja Yoland, bersama-sama melihat kondisi Yada dari layar ponselnya.
“Apa yang membuatnya berteriak kencang seperti itu? Bukankah kau mengatakan dia selalu bersikap tenang?” tanya Yoland.
Allard terdiam, dia juga tidak tahu apa yang membuat Yada bereaksi demikian.
Bersambung ....
HAIII smoga kalian sukaa cerita ini terbaru Author yaaaa ..... Jangan lupa masukan ke dalam rak buku kaliaaannn...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
mkin penasaran dgn asal usul Yada
2023-04-23
0